Junartha Malendra Agrava, atau yang lebih dikenal dengan Juna, terbangun dengan keringat dingin mengucur di dahinya. Detak jantungnya masih berpacu cepat, mengingat mimpi aneh yang baru saja dialaminya—mimpi di mana ia terbangun sebagai Samuel Shaquille Oliver, anak tengah dari keluarga Oliver yang kaya raya sekaligus keluarga mafia berpengaruh.
Selama ia berada dalam mimpi itu, ia harus menjalani hari-hari penuh ketegangan dengan dua saudara Samuel, Kris dan Seline, serta Daddy mereka, Jiyandra, yang kerap kali membuatnya merasa seperti anak yang terperangkap di dunia orang dewasa.
Namun meski begitu, ia tetap tak menyangka, bahwa itu semua hanyalah mimpi.
Juna berlari menuju cermin di kamarnya, menatap refleksi wajahnya yang sangat ia kenal: rambut hitam tebal, mata cokelat gelap, dan kulitnya yang tidak terlalu putih.
Tubuhnya adalah tubuh seorang remaja biasa, bukan tubuh Samuel yang tinggi besar dengan wajah tegas. Itu hanya mimpi! Ia tidak lagi berada di dalam tubuh Samuel. Seakan diliputi euforia, Juna berteriak kegirangan.
"YEES! GUE JUNA LAGI!" Ia berputar-putar di kamarnya dengan riang, melemparkan bantal ke udara.
Tepat saat ia melompat ke tempat tidurnya lagi, pintu kamarnya terbuka. Mamanya, Keniara, masuk dengan ekspresi bingung di wajahnya.
"Juna, kamu kenapa?" tanya Keniara, melipat tangan di dada. "Teriak-teriak kayak orang gila. Apa otak kamu sengklek, Nak?"
Juna berhenti sejenak, mencoba menahan diri untuk tidak tertawa, lalu berkata, "Nggak, Ma, aku cuma... seneng aja."
Keniara menggeleng, menatap anak tunggalnya dengan tatapan tak percaya. "Kalau senang itu harus tetap waras ya, Juna. Sudah, cepat siap-siap. Kamu hampir telat ke sekolah."
Juna mengangguk cepat, lalu dengan semangat melompat dari tempat tidurnya dan mulai bersiap-siap. Meskipun perasaan aneh dari mimpi itu masih tersisa, ia merasa lega kembali menjadi dirinya sendiri.
Ketika Juna tiba di sekolah, rasa gembiranya tidak berkurang sedikit pun. Ia berjalan melewati koridor dengan langkah ringan, senyum lebar menghiasi wajahnya.
Begitu ia melihat teman-temannya—David, Daniel, Jaden, dan Kevin—di halaman sekolah, tanpa berpikir panjang, Juna berlari ke arah mereka dan memeluk mereka satu per satu.
"Weeeiih, kalian!" seru Juna dengan tawa riang.
"Eh, eh, apaan sih lo, Jun?" protes David sambil berusaha melepaskan pelukan Juna yang tiba-tiba.
Daniel hanya tertawa geli. "Lo kenapa, Jun? Kayak baru pulang dari perjalanan panjang aja."
Juna tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Serasa udah nggak ketemu kalian selama puluhan tahun!"
"Seriusan lo kenapa, Jun?" tanya Kevin heran. "Baru kemarin kita masih bareng-bareng, kok. Aneh banget sih lo hari ini."
"Tau tuh. Baru sehari langsung sengklek otaknya".
Namun Juna tidak peduli. Ia terlalu bahagia bisa bersama teman-temannya lagi. "Pokoknya, gue seneng banget ketemu kalian, udah itu aja!" jawab Juna dengan senyum ceria.
---
Kegembiraan Juna bertahan sampai jam pelajaran pertama dimulai. Wali kelas mereka, Bu Haning, masuk ke kelas dengan wajah serius. Di belakangnya, ada dua anak yang tampak familiar bagi Juna—terlalu familiar.
"Murid-murid, hari ini kita kedatangan dua teman baru, kalian perlakukan mereka dengan baik, yaaa". Ujar Bu Haning—wali kelas Juna dengan senyuman cerah.
Juna tampak tak peduli, kini ia merasa sangat mengantuk.
" Ayo.. Silahkan masuk.. Kalian perkenalkan diri kalian ke teman-teman baru kalian". Pinta Bu Haning pada kedua murid baru, yang ternyata merupakan anak kembar.
"Ekhem.. Perkenalkan, nama saya Samuel Shaquille Oliver, dan ini adik kembar saya, Seline Aurelly Oliver". Deg!
Juna membeku.
Samuel? Seline?
Hah? Apa ini mimpi?
"Nggak mungkin..." bisik Juna pelan pada dirinya sendiri.
Juna terdiam ketika melihat kedua murid baru yang dibawa wali kelasnya. Mereka benar-benar Samuel Shaquille Oliver dan Seline Aurelly Oliver, saudara kembar yang begitu dikenalnya dalam mimpi anehnya tadi malam.
Wajah Samuel yang dingin, serta tatapan tajam Seline yang tegas, membuat bulu kuduk Juna meremang.
Bu Haning berdiri di depan kelas dan memperkenalkan mereka. "Anak-anak, ini Samuel dan Seline. Mereka akan bergabung dengan kelas kita mulai hari ini. Saya harap kalian bisa menyambut mereka dengan baik."
Setelah memperkenalkan diri singkat, Samuel berjalan ke arah bangku kosong di sebelah Juna, lalu duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Seline duduk di barisan belakang bersama teman-teman perempuan lainnya.
Juna menelan ludah, merasa gugup. Seluruh tubuhnya menegang. Bayangan mimpi tadi malam kembali menyerangnya, di mana ia adalah Samuel—remaja yang penuh tekanan dan tanggung jawab berat.
Ia merasa canggung, apalagi setelah melihat betapa dinginnya Samuel di kehidupan nyata, mirip sekali dengan karakter Samuel dalam mimpinya.
Diam-diam, Juna melirik ke arah Samuel yang sedang mengeluarkan buku dari tasnya. Entah kenapa, Juna merasa harus mengatakan sesuatu, meskipun pikirannya bercampur aaduk
Ia ingat bahwa Samuel, dalam mimpinya, tidak diizinkan untuk bersekolah di sekolah umum karena alasan keamanan keluarga mafia mereka. Namun, kini Samuel ada di sini, duduk di sebelahnya di sekolah yang sama.
"Eh... Samuel?" Juna memberanikan diri bertanya dengan suara pelan.
Samuel melirik sekilas tanpa menoleh sepenuhnya, tetapi tidak berkata apa-apa. Juna merasakan tekanan semakin besar di dadanya.
"Um, bukannya... Lo nggak diperbolehkan sekolah umum ya?" tanya Juna tanpa sadar, lalu langsung menyesali pertanyaannya. Juna benar-benar tidak tahu kenapa dia menanyakan hal itu. Otaknya kacau balau.
Samuel menoleh, kali ini menatap Juna dengan tatapan yang dalam dan tajam, membuatnya merasa sangat kecil di bawah tekanan pandangan itu. "Dari mana kamu tahu tentang itu?" tanya Samuel dengan nada dingin.
Juna terdiam, lidahnya kelu. "Uh... Gue cuma... Gue nggak tahu, cuma... cuma nebak aja," jawabnya terbata-bata.
Samuel masih menatapnya dengan kecurigaan sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya kembali ke buku di tangannya. "Jangan ikut campur urusan orang lain," katanya dingin.
Juna mengangguk pelan, merasa malu berat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Sebagian dari dirinya masih terkejut bahwa Samuel dan Seline benar-benar ada, sementara sisi lainnya merasa takut bahwa mungkin mimpinya bukan sekadar mimpi.
Selama sisa pelajaran, Juna duduk dalam keheningan. Pikirannya berputar-putar, berusaha mencari logika di balik semuanya. Apakah ini hanya kebetulan belaka? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar terjadi, sesuatu yang melibatkan dirinya dan keluarga Oliver?
Satu hal yang pasti, hidup Juna tidak akan pernah sama lagi setelah hari ini.
Lanjut pt. 2
Semoga puas
Hehe
Welcome!!!!!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Juna Or Samuel Pt. 2
FanfictionSetelah mengalami mimpi yang tak terduga, yang di dalamnya ia mengalami transmigrasi ke tubuh Samuel Shaquille Oliver, putra tengah keluarga Oliver, Juna tak menyangka akan kembali bertemu dengan Samuel, dan sekarang malah sebangku?!!!!!!!