Prolog

5 1 0
                                        

"Kamu gimana, sih, Nya? Gini, nih, kalau kerjaannya cuma pacaran doang. Mau jadi apa kamu? Sudah Papa bilang fokus pendidikan. Kalau sudah ada duit sendiri, cowok yang setara dengan kamu akan datang tanpa dicari. Sekarang, siapa yang mau tanggung jawab gini?"

Dokter Satya, spesialis ginjal dan hipertensi itu murka saat melihat hasil tes masuk perguruan tinggi negeri milik anaknya yang untuk kesekian kali tertulis "MAAF, ANDA TIDAK LOLOS". Ia tidak habis pikir, bagaimana seorang anak dari pasangan dokter itu bisa tidak lulus Fakultas Kedokteran dari universitas negeri mana pun. Seingatnya dan istri, anak terakhirnya sama dibekali dengan anak pertama dan kedua. Tidak ada yang dibedakan. Bahkan, untuk anak terakhirnya, ia kerahkan semua kemampuannya agar berhasil masuk ke jurusan yang turun-temurun di keluarganya. Dan menurutnya, dalang keadaan seperti ini pada anaknya adalah seorang laki-laki dengan usia lebih tua tiga tahun dari anaknya.

"Nggak ada yang harus ditanggung, Pa. Aku nggak mau jadi dokter!" sahut gadis yang dua bulan lalu menyelesaikan ujian akhir di jenjang menengah atas. Namanya Fanya Belvina Aneska, si gila buku dan sastra. Ia telah mengiprahkan sayap di dunia literasi sejak duduk kelas dua SMA dan bukunya selalu booming. Dan akhir-akhir ini, dia mulai tertarik dengan teater.

"Terus mau jadi apa kamu? Seniman kayak cowok itu? Seniman itu nggak ada masa depannya."

Mata Fanya mendelik. Ia paling tidak suka papanya meremehkan orang lain yang pekerjaannya bukan dokter sepertinya. Apalagi yang diremehkan adalah orang yang dicintainya, ia makin tidak suka.

"Cowok itu punya nama, Pa. Dan selama ini dia bisa hidup enak dengan pekerjaan yang Papa rendahkan."

Satya menatap Fanya tajam. Ia tidak habis pikir mengapa anaknya selalu membela anak jalanan tersebut. Dengan perasaan panas, ia menyahut, "Papa nggak mau tahu, kamu harus kuliah kedokteran. Kalau kamu nggak bisa tembus negeri, swasta pun jadi. Papa mau semua anak Papa jadi dokter."

"Aku nggak mau, Pa. Aku mau jadi penulis! Aku mau kuliah sastra," bantah Fanya yang tidak suka diatur. Ia lebih suka kebebasan. Dan Fanya merasa sudah jengah dengan apa yang berlaku dalam hidupnya selama ini.

"Nggak boleh! Tolong sekali ini jangan bantah Papa!"

"Papa memang berhasil kontrol semua hidup anak Papa, tapi enggak bisa dengan Fanya. Fanya punya hak untuk diri Fanya sendiri. Fanya benci Papa!"

Kesabaran Fanya telah habis. Ia tidak ingin hidupnya dikontrol lagi. Lantas usai mengatakan itu, ia langsung bangkrit dan lari menaiki anak tangga. Tak lama, terdengar suara pintu dibanting.

"Mau ke mana kamu? Papa belum selesai ngomong. Fanya! Fanya!"

Wajah Satya merah padam akibat kekesalannya terhadap Fanya. Ia melihat ke arah sang istri yang dari tadi diam dan berkata, "Daftarkan dia sekolah di luar negeri, Ma. Dia nggak boleh ketemu anak itu lagi! Ancur hidup anak kita sejak kenal dengan anak itu."

Lusi hanya menghela napas saja. Ia sudah pernah mengatakan pada suaminya bahwa anak terakhir mereka agak berbeda. Anak itu tipe yang hiperaktif dan suka berekspresi. Berbeda dengan dua anak mereka lainnya yang penurut dan ikut alur. Lantas ia hanya mengangguk demi tidak menambah kekesalan sang suami.

***

Ketukan sepatu yang mendekat ke arahnya mengalihkan perhatiannya. Laki-laki dengan berat badan 68 kilogram tersebut bangkit saat tahu siapa yang menghampirinya.

"Eh, Om. Ada yang bisa saya bantu?" sapanya dengan ramah.
Satya menelusuri ruangan yang luasnya 8x8 meter tersebut yang menurutnya tidak ada perubahan sejak terakhir ia mengunjunginya dua minggu lalu. Hanya ada tambahan beberapa lukisan baru dan juga kekosongan di dinding yang menurutnya lukisan saat itu telah laku terjual. Dan jangan dilewatkan lukisan sang anak yang mendominasi ruangan tersebut. Ia tak pungkiri, bahwa bakat anak tersebut sangat luar biasa. Namun, tetap tidak setara dengannya.

Tatapan Satya jatuh pada bola mata cokelat bening milik pemuda yang berhasil memporak-porandakan isi hati anaknya. Ia berkata dengan tajam, "Saya nggak mau basa-basi. Fanya nggak cocok sama kamu. Keluarga kami terpandang, sangat jauh berbeda dengan kamu. Jauhin Fanya atau saya akan hancurkan hidup kamu!"

Setelah mengatakan itu, Satya berlalu tanpa menunggu sahutan dari pemuda tersebut. Dan ini juga bukan kali pertama ia mengingatkannya. Untuk kali ini, ia tidak main-main. Apalagi Satya sudah tahu pasar lukisan si pemuda. Akan dengan mudah ia menghancurkan orang yang menurutnya sudah merusak masa depan cemerlang sang anak.

Sepeninggalan Satya, ruangan itu lenggang dan hampa. Mata cokelat bening itu pun hanya bisa terpaku dengan bayangan Satya yang makin menjauh. Rasanya makin sakit dari sebelumnya. Namun, ia tetap tidak akan gentar. Cintanya terhadap Fanya tidak pernah main-main. Apalagi gadis itu berhasil membuatnya hidup kembali dari keterpurukan ditinggal kedua orang tua. Fanya bagaikan nyawa dalam hidupnya. Apapun halangan yang ia hadapi, akan tetapi diarungi.

"Itu bukan yang pertama, Liam. Dan sejauh ini dia belum melakukan apapun. Itu cuma ancaman taik ayam seperti biasa. Nggak perlu takut," ujarnya yang berpikir positif dan menyemangati diri sendiri walaupun ada sedikit rasa sakit jika terus mendengarkan kata-kata demikian.

Ya! Ini bukan pertama kali Satya menegurnya. Ini sudah untuk kesekian kalinya dalam tiga tahun belakangan. Dan sampai saat itu, ancaman tersebut belum terbukti. Hal itulah yang membuat ia tidak gentar dan terus melanjutkan hubungan dengan Fanya. Karena ia tahu, Satya tidak akan mengusik hidupnya terlalu jauh. Itu sama saja dengan ia merusak hati anak kesayangannya.

Maka, laki-laki itu hanya tersenyum kecil. Lantas ia kembali melanjutkan aktivitasnya. Walaupun dalam senyumnya tersimpan kekhawatiran, tapi ia percaya bahwa hidupnya tidak akan pernah kembali ke masa kelam. Masa di mana ia kesepian sendiri tanpa kekasih.

***

Akhirnya aku berhasil nulis prolog walaupun cuma 800 kata. Semoga kalian suka dengan cerita ini, ya.

Dukung aku please. Dan tegur kalau aku malas update

Thanks for watching 🥰

Melanjutkan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang