Pukul 04:00 WITA, alarm berbunyi dengan nada lembut namun tegas. Seperti biasanya, aku terbangun dari tidur yang tak sepenuhnya lelap. Mata terasa berat, tapi perlahan-lahan kesadaran mulai terkumpul. Di luar, suara kokok ayam terdengar samar, seolah memberitahukan bahwa hari baru telah tiba. Langit masih gelap, hanya dihiasi oleh taburan bintang. Dengan langkah malas, aku bangkit dari ranjang dan menuju kamar mandi. Air dingin yang menyentuh kulitku segera melenyapkan rasa kantuk yang tersisa, memberikan kesegaran yang siap membawaku menghadapi rutinitas.
Selesai mandi, aku mengenakan seragam kerja yang sudah kusiapkan semalam. Baju lengan panjang biru muda dan rompi orange tergantung rapi, menunggu untuk dikenakan. Setiap pagi, seragam itu mengingatkanku akan hari-hari yang terus berputar di tambang. Dengan sepatu hitam yang mengkilap, aku merasa siap menghadapi apa pun yang datang hari ini.
Motor tua dua tak hitam milikku sudah siap di garasi. Meskipun sudah tua dan mengeluarkan asap tipis dari knalpotnya, motor itu tak pernah gagal membawaku ke tempat kerja. Deru mesinnya yang nyaring memecah keheningan pagi dan memberi dorongan semangat. Aku memutar gas dan meluncur di jalan kampung yang masih sepi. Udara pagi yang dingin menyapu wajahku, menyegarkan meskipun dinginnya menusuk.
Suara mesin motorku memecah sunyi, hanya ditemani oleh beberapa lampu jalan yang masih menyala. Kampung ini masih terlelap, seakan waktu berhenti sejenak di antara malam dan fajar. Setelah sepuluh menit berkendara, aku tiba di halte tempat biasa aku menunggu bus. Tempat ini menjadi saksi awal mula rutinitas harianku. Pekerja lain mulai berdatangan, wajah-wajah mereka masih terlihat mengantuk, tapi penuh kewajiban yang menanti.
Tidak lama kemudian, bus perusahaan tiba. Lampu depannya yang terang menyapu jalanan sepi, membangkitkan kesadaran kami yang sempat hilang. Aku berdiri, meluruskan punggung, bersiap melanjutkan perjalanan menuju tambang. Aku naik dan duduk di dekat jendela, pandanganku tertuju ke luar, menatap fajar yang mulai memecah langit. Pemandangan yang semula sunyi perlahan berubah ketika kehidupan mulai mengisi jalanan.
Di dalam bus, keheningan masih terasa. Sebagian penumpang terlelap, sebagian lagi tenggelam dalam pikiran masing-masing. Namun, pikiranku mulai beralih ke tugas-tugas yang menantiku di perusahaan swasta. Sebagai administrator di Central Control Room (CCR), pekerjaanku penuh dengan tanggung jawab. Di ruangan besar dengan layar-layar monitor, aku menjadi jembatan antara dunia lapangan dan pusat kendali, memastikan semua berjalan lancar. Dari alat-alat berat hingga komunikasi dengan tim di lapangan, semuanya berakhir di mejaku, menuntut keputusan cepat dan tepat.
Bus terus melaju, membawa kami semakin dekat ke tambang. Bukit-bukit hijau berganti dengan pemandangan industrial yang dingin dan sibuk. Hari yang panjang menunggu, penuh tantangan dan ketegangan. Namun, di dalam bus ini, sebelum sibuknya pekerjaan menyapa, aku masih punya waktu sejenak untuk menikmati ketenangan pagi, sebelum rutinitas kembali menguasai hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAILY KARYAWAN
Short StoryCerita ini merupakan cerita nyata yang ditulis berdasarkan pengalaman sendiri bagaimana waktu seorang karyawan yang hampir habis di tempat kerja