"Perkenalkan nama mu"
Mata coklatnya menatap semua murid yang ada di ruangan dengan teliti. Pada dasarnya, ia menjadi satu-satunya siswa berkulit putih di sana. pria dengan mata coklat terang, memiliki tubuh ideal yang ramping dan langsing. rambutnya senada dengan warna matanya saat di terpa sinar matahari pagi. Ia tersenyum ramah pada semua orang dan mulai bicara dengan tenang dan stabil.
"Jeremy C. Owen, itu nama ku"
Semua yang ada di ruangan saling menatap satu sama lain. Sejak awal mereka sudah tertarik pada satu-satunya orang dengan kulit putih di sana. kemudian seorang murid mengangkat tangan untuk bertanya, di hadiahi anggukan oleh guru mereka.
"Jadi, Bagaimana kami memanggil mu tuan Owen?"
Jeremy menggeleng pelan, ia tidak setuju untuk dipanggil dengan menggunakan nama keluarganya. Owen memang nama yang bagus tapi di saat yang sama bukan selera Jeremy sama sekali.
"Panggil Aku Jeremy"
Itulah hari di mana Jeremy di transfer dari kota A ke kota C untuk menjadi murid pertukaran di tahun ini. Pindah dari sekolah lamanya yang merupakan sekolah campuran antara pria dan wanita ke sekolah bergengsi nomor satu di kota C, sekolah khusus pria. Itu membuat Jeremy gugup pada awalnya, ia menjadi orang dengan kulit putih pertama. Mungkin akan menjadi hal sulit jika Jeremy tidak menjaga sikap. mau bagaimanapun ia sering mendengar bahwa menjadi minoritas di suatu tempat akan sering mendapatkan masalah. Jeremy jelas menghindari itu.
Sudah satu bulan sejak kepindahannya. Syukurnya ia mendapatkan teman kelas yang sangat baik dan pengertian. Ia sering kali di lindungi oleh mereka dari hal-hal tidak menyenangkan. Yah, hal-hal seperti itu pada dasarnya sangat sulit untuk di hindari. itulah sebabnya kenapa ia di masukkan ke kelas unggulan, semua orang di sana setidaknya lebih waras. menurut Jeremy.
Pada periode itu, Jeremy juga sudah berhasil berbaur dengan baik dengan semua orang di kelas. Itu karena Jeremy memang pandai bergaul dan cukup mudah untuk di buat tertawa. semua orang di kelas senang dengan keberadaannya. Mereka memiliki selera humor yang sama.
Hingga suatu hari saat jam istirahat dan Jeremy memutuskan untuk makan siang di kelas bersama Aldrick dan Matteo, mereka sedang membicarakan tentang para gadis di sekolah lama Jeremy. itu selalu menjadi percakapan yang menyenangkan mengingat tidak ada murid perempuan di sekolah ini. sampai pintu kelas terbuka, seorang pria tinggi mengenakan Jersey voli masuk ke dalam dengan sedikit keringat di kulit tan nya. rambutnya sedikit ikal dan matanya tajam. Jeremy tidak ingat ia pernah melihat pria itu.
Akan tetapi, Matteo segera bereaksi dan memanggil si pria tinggi dengan gayanya yang jenaka seperti biasa.
"Ke mana saja Kau? Tampak sibuk seperti biasa, Tuan ace"
Aldrick hanya terkekeh seraya menatap si pria. Jeremy juga melakukan hal yang sama, mata coklatnya beralih menatap si pria yang berjalan ke arah meja tempat mereka makan. Mata mereka sempat bertemu beberapa detik sebelum akhirnya pria itu kembali menatap Matteo dan Aldrick.
"Siapa orang ini? Aku tidak ingat ada orang berkulit putih di sekolah kita"
Jeremy tercengang. Bukankah akan lebih sopan untuk langsung bertanya saja pada Jeremy? rasanya agak tidak sopan karena pria itu malah mengabaikan dirinya. Aldrick menggeleng pelan, sudah terbiasa dengan sifat temannya yang seperti ini. Maka ia segera mengambil alih.
"Perkenalkan, ini adalah murid transfer yang Aku ceritakan tempo lalu" Aldrick menoleh pada Jeremy, mengisyaratkan pria berkulit putih untuk memperkenalkan diri.
Jeremy segera bereaksi cepat dan menatap si pria tinggi, ia memperkenalkan dirinya dengan senyum ramah seperti biasa, "Ah, namaku Jeremy C. Owen, panggil Aku Jeremy saja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Volley Diary
Action(on going!!!) Bagaimana jadinya jika seorang pria dengan kulit putih di pindahkan ke kota lain untuk melanjutkan pendidikan di tempat orang dengan mayoritas kulit gelap. Itulah apa yang terjadi pada Jeremy Owen. Perpindahan Jeremy mempertemukan diri...