2. Ruang Musik.

211 46 20
                                    


Reya masih setia menangis didalam pelukan Na-bi, gadis itu benar-benar merasa sangat takut. Begitu banyak pikiran-pikiran negatif akan ditinggalkan oleh Na-bi suatu saat nanti.

"Berhentilah menangis, Chagiya~" Na-bi dengan penuh kesabaran menenangkan kekasihnya.

"Aku takut. jangan pernah lakukan itu lagi kepada ku."

"Iyaa. maafkan Aku." Na-bi melepaskan pelukannya dengan Reya, jari jemari nya dengan lembut menghapus jejak-jejak air mata yang membasahi wajah Reya. "Lebih baik kita makan dulu, kamu bilang tadi kamu lapar."

Reya menganggukan kepalanya dengan lesu. "Iyaa aku sangat lapar." Setelah itu Reya memasang wajah memelasnya dihadapan Na-bi, matanya menyipit menunjukkan pada Na-bi wajah lucunya.

Na-bi tersenyum hangat melihat wajah memelas kekasihnya, Reya terlihat sangat menggemaskan dihadapan nya saat ini. Sejak kecil Reya memang sangat lah manja. Berbanding terbalik dengan dirinya, Na-bi terbiasa melakukan apapun seorang diri. Tervi terlihat baik-baik saja didepan semua orang, Walaupun pada kenyataannya Na-bi adalah anak terakhir dari 2 bersaudara, namun Na-bi tidak pernah benar-benar merasa keistimewaan hal tersebut.

"Tunggu aku di ruang tamu, aku akan menyiapkan makan untuk kita." Perintah Na-bi kepada Reya.

Reya menurut, ia segera melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Menunggu Na-bi menyiapkan makanan untuk mereka berdua, saat sampai diruang tamu. Ponsel Reya bergetar, ada sebuah panggilan masuk di ponselnya.

Saat Reya memeriksa ponselnya, tertera nama 'Jay' disana, Reya menghembuskan nafasnya dengan jengkel. Lelaki itu selalu saja mengganggu waktunya saat dirinya bersama dengan Na-bi, Reya memutuskan untuk tidak mengangkat panggilan tersebut. Ia membiarkan ponselnya yang berdering meraung-raung dibawah sana.

Beberapa detik berikutnya, panggilan itu telah berakhir, Reya segera mematikan layar ponselnya. ia tidak ingin di ganggu oleh siapapun saat ini. Yang Reya inginkan hanyalah menikmati waktunya dengan Na-bi. Reya begitu merindukan Na-bi, mengingat Na-bi sangat lah sibuk. Biasanya di jam segini Na-bi sudah berada di salah satu cafe yang tidak jauh dari Apartement tempat tinggalnya.

Bukan, bukan karena gadis itu sedang menghabiskan waktunya untuk bersantai atau paling tidak menikmati coffee disana. Melainkan Na-bi memilih untuk bekerja part time disalah satu cafe yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Kenapa di matikan ponselnya? aku dengar, sepertinya ada yang menelfon mu, kamu tidak mengakat nya, Chagiya?" Tanya Na-bi saat dirinya baru saja sampai diruang tamu, tangan nya sedang sibuk menyusun makanan di atas meja yang tersedia diruang tamu, matanya menatap lurus kearah Reya.

Reya terkejut dengan kedatangan Na-bi yang tiba-tiba. "Astaga. Kamu ngagetin aja si." Ucap Reya seraya mengelus dadanya. "Memang ada yang menelfon ku, tapi itu tidak penting." Lanjut Reya menjelaskan.

Na-bi mendudukkan dirinya di samping Reya. "Siapa yang menelfon?"

Reya menekuk wajahnya, memeluk tubuh Na-bi dari samping. "Sudah ku bilang, itu tidak penting, Sayangg~" Reya menyandarkan kepalanya di pundak Na-bi. "Ohh ya. Apakah setelah makan kamu akan bersiap untuk berangkat ke cafe?"

"Umm tidak.. aku merasa sangat lelah hari ini, rasanya aku sedang tidak ingin bertemu dengan banyak orang." Ucap Na-bi santai.

"Syukurlah.. akhirnya aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan mu" Ucap Reya semakin mempererat pelukannya dengan Na-bi.

Na-bi merasa sangat nyaman saat ini, sejujurnya ia tidak benar-benar merasa lelah hari ini. Itu hanya alibinya saja, karena pada dasarnya Na-bi begitu merindukan Reya. Namun rasa gengsi yang ada dalam diri nya jauh lebih besar daripada apapun, alih-alih ia berkata jujur, mengucapkan kalimat itu secara terang-terangan kepada Reya, Na-bi lebih memilih untuk beralasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Favorite Lesson Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang