15. Vaska?

156 29 9
                                    

" Cewek lo " tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Bara menatap sang adik datar " ngapain lo kesini vaska? " tanyanya kembali.

" Lo kakak gue wajar dong gua jengukin lo untung gue jengukin lo malah gak terima kasih " ujar vaska.

Bara menghembuskan nafasnya kasar, ia tidak mau memulai perdebatan karna nara yang sedang tertidur " mending lo pergi ka gue gak mau lihat muka lo " ujar bara dingin.

" Kalo gue gak mau gimana dong " jawab vaska dengan wajah memelas.

" Pergi! "

" Santai dong ya gue pergi,nanti besok ayah kesini liat kondisi lo "

" Masih peduli dia? "

" Maksud lo apaan? "

" Pergi lo gue mau tidur "

" Hmm ya ya ya "

***

Hari mulai pagi, sinar matahari memasuki ruangan yang bernuansa putih itu. Samar samar mendengar suara yang tertawa dan berbicara itu seorang pria yang berbaring di sisi brankar perlahan membuka kelopak matanya.

" Eh pak ketu udah bangun " ujar khadafy dengan cengiran khasnya.

" Hm "

" Nih bar sarapan lo " ujar reyza memberikan semangkuk bubur ayam.

Bara menerima mumpung ia sangat lapar ia melahap nya sehingga tak tersisa, kemudian ia meraih segelas air putih yang berada di nakas lalu meneguk nya sehingga habis " thanks " ujarnya.

" Kapan lo balik? " tanya reyza.

" Gak tau " balas bara ia kembali berbaring " sya nanti lo ke dokter kapan gue pulang,bosen gue disini " lanjutnya.

Rassya menganggukkan kepalanya faham ia mengambil cemilan diatas meja lalu memakannya.

" Dasar rakus " gumam rizta tapi masih terdengar oleh rassya.

" Apa lo bilang? " ujar rassya tak terima.

Khadafy berdecak " Ck. Mulai nih mulai! " sentak nya dengan wajah yang garang.

" Heheh piece " ujar rassya dan rizta secara bersamaan keduanya saling berangkulan.

" Cuman bercanda ya gak riz? " tanya rassya kepada rizta.

Rizta menganggukkan kepalanya seperti anak kecil " iya dong " ujarnya tersenyum hangat.

Sahabat sahabat bara yang sedang disana saling bercerita hal yang random sesekali tertawa karna kelucuan khadafy,rizta dan rassya. Tak lama kemudian pintu ruangan bara terbuka menampakkan seorang pria berparuh baya.

Bara mengerutkan keningnya melihat orang yang dikenali menghampiri dirinya
" ngapain lo kesini " ujar bara sudah tak sopan kepada sosok laki-laki yang sedang berada di samping notebadenya ayahnya sendiri.

" Kamu gapapa? " tanya ayah meneliti seluruh tubuh bara.

Dengan cepat bara menepis nya secara kasar " gausah pegang gue " ujarnya ia tidak menatap sedikit pun wajahnya ayahnya itu ia hanya memandang ke arah depan.

Seseorang yang berada di samping ayahnya maju ke samping brankar bara dengan kadar ia mencabut infus yang tertancap di tangan bara, bara hanya menatapnya datar ia tak meringis kesakitan. Sedangkan keempat sahabat nya khawatir. Melihat wajah sahabat nya itu ia memberi kode untuk pergi dari sana namun reyza tidak mau ia masih tetap disana sehingga khadafy menarik kerana bajunya secara kasar.

" Gausah permaluin ayah bisa? " ujar vaska.

" Urusan nya sama lo apa hah! " sentak bara ia mengepalkan tangannya di bawah selimut.

" Benar kata adik kamu seharusnya kamu gak permaluin saya, untung saya kesini untuk jenguk kamu gak tau diri! " ketus ayah.

Bara memejamkan mata sejenaknya ini yang ia benci saat ia bersama ayah dan adiknya pasti dimulai dengan berantem.

" Terimakasih pak margantara saya sangat sangat berterima kasih karna sudah menjenguk saya, seandainya saya mati apakah anda mau menjenguk anak anda ini? seumur hidup saya,saya tidak akan menganggap anda sebagai ayah saya karna ayah saya sudah mati bersama bunda " ujar bara dengan nada sedikit tinggi.

" KURANG AJAR ! "

" SEKALI PUN KAMU MATI SAYA GAK PEDULI!"

Plak

Tamparan keras yang dilayangkan oleh ayah kepada anak pertamanya itu, pipinya terasa panas ini bukan sekali namun berkali-kali semenjak kematian bundanya.

" Bunda kamu mati karna kamu anak sialan! " ujar ayah, tangannya mengepal wajahnya memerah.

" Lo juga nikah setelah 2 hari meninggal bunda! " balas bara tak terima.

Bugh

Bogeman mentah dilayangkan oleh ayah bara tepat di pipi yang ditampar olehnya bara hanya tersenyum kecut menatap ayahnya dengan datar.

" Puas lo? " tanyanya.

Ayah tersenyum miring " belum besok pulang ke rumah saya mau memberi hukuman kepada kamu! " sarkas nya lalu menarik pergelangan tangan putra keduanya untuk keluar dari ruangan itu
" ayo pulang nak, saya gak mau lihat muka pembunuh! " lanjutnya sebelum menghilang dari pandangan nya.

" Gue juga anak lo kali " gumamnya dengan air mata yang jatuh di kelopak matanya.

Ia mengusap air matanya kasar " bukan bara bunda yang bunuh bunda " gumamnya lirih.

***

" Bar? "

Bara menoleh ke arah sumber tersebut dapat dilihat keempat sahabat melihatnya di ambang pintu.

" Masuk aja " ujarnya pelan namun masih didengar oleh keempat sahabat.

Keempat sahabat masuk ke dalam ruangan kamarnya suasana sangat hening sehingga khadafy yang melihat kebiruan yang ada di pipi nya " boss pipi lo kenapa " tegurnya.

" Gapapa " balas bara.

" Gapapa apanya? Itu pipi lo lebam lo diapain sama adik lo itu! " sahut rizta.

" Boss kita sahabat lo , lo gak percaya sama kita " timpal rassya.

" Gapapa lo? " tanya reyza.

Bara menggeleng " Gue bilang gue gapapa " ujarnya, dengan nada sedikit tinggi.

Keempat yang terdiam bungkam, tak ada yang berani berbicara lagi. Reyza, khadafy, rizta dan rassya memilih untuk duduk di sofa sahaja.

" Gue pulang sore ini! " ujar bara tiba tiba.

Sontak keempat menatap bara secara bersamaan " Kenapa boss? " tanya rassya.

" Gausah banyak tanya gue mau pulang sore ini juga " titah bara.

























Bersambung......

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALBARA Where stories live. Discover now