Keesokan paginya cerah dan dingin. Sinar matahari yang lembut menembus tirai, memancarkan sinar tipis ke dalam ruangan. Lynne terbangun karena suara kicauan burung di luar jendela.
Saat orang dewasa di rumah bersiap memulai hari kerja mereka, Lynne dan Fanny dengan bersemangat menantikan hari yang menyenangkan bersama. Sarapan berlangsung cepat, dan begitu mereka selesai makan, kedua sahabat itu mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga mereka dan menuju ke arah sungai.
Jalan menuju sungai sudah tidak asing lagi bagi kedua gadis itu. Jalan setapak itu sudah penuh dengan jejak kaki berbagai binatang dan sesekali kereta kuda yang lewat.
Saat mereka mendekati sungai, suara gemericik air dan suara jangkrik menyambut mereka. Aroma air segar dan aroma lembap tanah dari tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka memenuhi udara.
Sesampainya di tepi sungai, Lynne dan Fanny melepas sepatu mereka dan mencelupkan kaki mereka ke dalam air yang dingin dan jernih. Sensasi air dan kerikil-kerikil kecil di bawah jari-jari kaki mereka membuat mereka tertawa kegirangan.
Kedua gadis itu duduk diatas sebuah kayu panjang yang membentang ditepi sungai, sambil memainkan air dengan menggoyang-goyangkan kaki mareka.
"Fan, apa kau tau makna 'Moonless Night'?" tanya Lynne.
"Tentu saja tahu, maknanya adalah ketika malam hari tidak terdapat bulan sama sekali." jawab Fanny seadanya.
"Ada makna lain dibalik itu, kau tahu?" Fanny menggeleng tidak tahu makna lain dari kata itu dan menunggu Lynne untuk memberitahu nya.
"Makna lainnya adalah gadis yang memeluk lukanya tanpa bercerita."
Fanny terdiam, tidak ingin membuat suasana hati temannya itu buruk, Lynne mengajak Fanny untuk melompat dari jempatan kincir air tua yang berada didekat sungai itu.
"Hai, Fan," katanya, dengan sorot mata nakal. "Aku punya ide. Ayo kita lompat dari jembatan kincir air tua!"
Mata Fanny membelalak mendengar usulan Lynne. "Jembatan kincir air? Tapi tinggi sekali, apa kau yakin aman?"
Lynne tertawa sambil mengangguk. "Tentu saja aman! Aku dan anak-anak lain sering melompat dari sana. Ayo, pasti seru!"
Fanny, yang masih sedikit ragu sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah, tapi kita harus berhati-hati." Sambil menyeringai, Lynne meraih tangan Fanny dan menuntunnya dengan cepat melewati pepohonan dan semak-semak, menuju jembatan kincir air.
Tak lama kemudian kincir air itu terlihat. Bangunan tua itu bertengger di atas sungai, kayu-kayunya yang berderit bergoyang pelan tertiup angin. Air yang mengalir deras di bawahnya tampak dingin dan menyegarkan.
Lynne dengan bersemangat menuntun Fanny ke tepi jembatan, berhenti tepat di tempat ia dan anak-anak lelaki biasanya melompat.
Sambil menatap ke tepian air yang berputar-putar di bawah, Fanny menelan ludah. "Dari sini, airnya terlihat jauh lebih tinggi..."
Lynne terkekeh, kegembiraannya tampak jelas. "Jangan khawatir, Fan. Kau hanya perlu melompat dan percaya bahwa air akan menahanmu jatuh. Aku akan lompat lebih dulu dan menunjukkan kepadamu bagaimana melakukannya!"
Lynne memposisikan dirinya di ujung jembatan, menarik napas dalam-dalam. Ia melirik Fanny sambil tersenyum meyakinkan sebelum mengumpulkan keberanian dan melompat.
Dengan suara cipratan yang keras, Lynne menghantam air, menghilang sejenak ke dalam air sebelum muncul kembali, tergagap dan tertawa.
Begitu napasnya kembali teratur, Lynne memanggil Fanny dari dalam air. "Lihat? Gampang bukan! Sekarang giliranmu, ayo!"