Pertemuan Pertama 🔞🔞

1.1K 41 4
                                    

Fanio mengikuti langkah kaki managernya, Club yang mereka datangi sangat luas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fanio mengikuti langkah kaki managernya, Club yang mereka datangi sangat luas. Mereka terus menyusuri area club ini sampai ke tempat yang sangat sepi. Ada beberapa bilik ruangan di area ini. Fanio sekarang dilanda oleh perasaan gugup. Keringat menetes dari pelipisnya. Jantungnya juga berdebar sangat cepat. Ia takut. Takut jika ada fansnya yang mengetahui keberadaannya di club dan takut jika bertemu dengan Boss besarnya. "Inget, yang sopan ya Nio" kata Pratu. Semakin membuat perasaan Nio resah. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Mereka berdua sudah memasuki ruangan besar ini. Ruangan ini seperti kamar hotel. Ada kasur besar, sofa, meja bundar, dan kamar mandi. Keresahan Nio semakin menjadi-jadi. Apalagi diruangan ini dipenuhi oleh asap rokok yang bersumber dari laki-laki dengan setelan serba hitam. Laki-laki itu sudah duduk manis di sofa.
Ada orang lain juga yang sedang berdiri di samping sofa laki-laki tersebut. "Boss," panggil Pratu. Di detik itu juga jantung Fanio seperti jatuh dari ketinggian. Salah satu dari rasa takutnya sudah berada di depan mata. Sekarang Ia akan berhadapan langsung dengan boss besarnya di ruangan yang semakin mencekam ini. "Duduk." perintahnya. Ia kembali menghisap batang rokoknya sampai habis. Kemudian meneguk segelas minuman alkohol yang sudah tersedia di atas meja. "pratu silahkan pulang." "Hah?-oh saya disini ingin menemani Fanio, pak Boss." Kata Pratu. Ia juga merasa takut jika Fanio Ia tinggal sendirian. "Pulang." kata boss besarnya lagi. Sepertinya semua perkataan boss besar adalah mutlak.
Jadi, mau tidak mau Ia keluar dari ruang itu. Fanio memainkan jemarinya sendiri untuk menghilangkan rasa gugupnya. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap kedua manik mata dari boss besarnya. Ia juga belum melihat dengan jelas rupa asli dari boss besarnya. "Pesan dari saya itu bukan tawaran, Fanio." Kata boss besarnya. Seketika membuat kepala Fanio mendongkak untuk menatap manik tajam yang diperlihatkan oleh boss besarnya. "Kenapa harus saya?" Tanyanya dengan berani. Boss besarnya kembali meneguk segelas alkohol
Mematik korek apinya untuk membakar batang rokok lagi. Lalu menghembuskan asap rokonya ke area kosong di sekitarnya. "Karena saya hanya tertarik sama kamu." "Pak, saya bisa bayar pakai uang. Berapapun akan saya usahakan." "Sudah saya katakan kalau saya tidak ingin uang kamu.
Saya hanya ingin tubuh kamu."
"Kalau saya menolak bagaimana?"
"Kamu tidak akan menolak." Jawabnya penuh percaya diri. "Hanya sekali kan?" "Hanya jika saya butuh." "Pak!" "Saya akan memberikan apapun untuk kamu. Semuanya akan saya berikan." "Kenapa gak cari wanita atau pria lain aja pak? Kenapa harus saya?!" "Saya hanya ingin kamu." Jawab boss besar lagi. "Saya gak bisa menolak kan pak?" Kedua mata mereka sudah bertemu. Fanio sudah sangat pasrah. Tak apa jika semua yang Ia dapatkan harus dibayarkan dengan tubuhnya. Ia akan melakukannya untuk membalas budi atas apa yang telah Ia terima selama delapan tahun ini.
"Ayo, dimana? Dikasur sana ya?" Tanya Fanio Ia sudah berdiri dari duduknya. Berjalan menuju kasur besar yang ada di kamar ini. Melepas sepatunya lalu melepas helai demi helai pakaian yang Ia kenakan sampai benar-benar telanjang Ia sudah menyerahkan dirinya kepada boss besarnya. Jantungnya kembali berpacu sangat cepat saat raga dari boss besarnya sudah lebih dekat dengannya. Ia menyembunyikan tubuh telanjangnya dibalik selimut. Meratapi nasibnya yang sebentar lagi akan dihancurkan oleh bos besarnya sendiri. "Jangan takut." Kata boss besarnya. "Hm." Jawab Fanio seadanya. Ia biarkan selimut yang menutupi dirinya dijatuhkan ke atas lantai.
Ia semakin merapatkan kedua kakinya karena masih ada keraguan di dalam dirinya. "Berbaring." Perintahnya. Fanio menurut. Membaringkn tubuh telanjangnya di atas kasur empuk ini. Kedua kakinya masih menekuk dan merapat. "Lebarkan kedua kaki kamu." Lagi. Fanio hanya menurut. Membiarkan tubuh telanjangnya dilihat oleh boss besarnya. Ini adalah kali pertama Ia melakukan hubungan sex. "Penis kamu udah tegang." Goda boss besarnya. Kedua mata Fanio melihat keadaan penisnya sendiri. Bahkan Ia tidak sadar jika penisnya sudah berdiri tegak. Wajahnya kini memerah. Ia sangat malu sebab respon tubuhnya sangat berbanding terbalik dengan respon dari dalam hatinya. Tubuhnya merinding saat tangan halus boss besarnya mengelus paha mulusnya.
Merangsang tubuhnya hingga membuatnya bergerak gusar. Ia belum berani menatap mata boss besarnya lagi. Kuku jarinya Ia gigit untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Ini pertama kalinya kan?" Tanya boss besarnya. "Hm," jawab Fanio dengan anggukan. Perut Fanio sudah kembang kempis. Tubuhnya kian merinding sebab telapak tangan boss besarnya terus turun sampai menyentuh area sensitifnya. Mengelus area lubang analnya dengan sensual. Tanpa sadar Ia sudah melebarkan kedua kakinya sendiri. Fanio terkejut saat merasakan hawa dingin pada bagian lubang analnya. Mau tidak mau Ia melihat kegiatan dari boss besarnya. Lalu manik mata tidak sukanya menatap mata tajam boss besarnya itu. "Relax, ini adalah lube. Biar saya gampang masukin kamu." Deg. Apa katanya? Agar mudah masuk? Perkataan dari boss besarnya ini cukup membuatnya kesal dan takut.
"Saya akan melonggarkan lubang anal kamu." Keanehan mulai dirasakan oleh Fanio. Ada sesuatu yang bergerak di dalam lubang analnya. Rasanya aneh, namun Fanio menikmatinya. "Hmhhh" "Enak?" Tanya boss besarnya. Fanio diam tak menjawab. Ia akan menahan desahan laknatnya agar tidak keluar dari belah bibirnya. Namun sangat sulit. Pergerakan di dalam lubang analnya semakin cepat. "Aahh!!" Tubuh Fanio membungkuk. Kedua tangannya menahan tangan kokoh boss besarnya yang sedang mengacak-acak isi lubang analnya. Rasanya memang aneh, namun juga nikmat. "Pakkk!!" Pekiknya. Kedua matanya melihat kegiatan dari boss besarnya. Bagaimana keadaan area lubang analnya yang sudah basah karena cairan lube. Dan bagaimana pergerakan jemari kokoh boss besarnya saat mengobrak-abrik lubang analnya.
Apalagi suara yang dihasilkan sangat berisik. "Aah pakkkhh!!!" "Haahh lihat lubang kamu, kayaknya suka banget ya?" Fanio diam lagi. Wajahnya sudah panas dan memerah. "Lucu sekali." Tengkuk Fanio di belai dengan lembut oleh tangan halus boss besarnya. Ia segera mengalihkan pandangannya saat wajah boss besarnya semakin mendekatinya. "No kiss. Pakai area bawah saya aja." Katanya sebagai peringatan kecil. "Okay." Tubuh Fanio kembali berbaring. Semakin melebarkan kedua kakinya atas arahan dari boss besarnya. Ia tak mau melihat kegiatan kejinya dengan boss besarnya. Namun lagi dan lagi Ia merasakan keanehan di area lubang analnya. Rasanya berbeda pada saat pertama kali. Kali ini sangat besar. Membuat dinding analnya terasa sangat perih. "Ssshhh." Kedua mata Fanio memejam. Kedua tangannya juga sudah meremas kain sprei. Rasa aneh di area lubang analnya semakin menjadi-jadi.
Juga rasa perihnya berubah menjadi rasa sakit yang luar biasa. "Hnggg!" "Fuck, sempit sekali," Fanio tak kuasa. Rasanya sangat amat menyakitkan. Ia memberanikah diri untuk melihat kegiatan dari boss besarnya. Lalu beralih pada penyatuan tubuh mereka. Penis dari boss besarnya baru masuk ujungnya saja tapi rasanya sudah mengoyak pintu lubang analnya. "Akhh pakk!!" "Relax Nio jangan tegang." "Sakit pak! Aahh!!" Kuku jari Fanio sudah mengkerut, menahan rasa sakit yang terus berdatangan pada area lubang analnya. Rasanya begitu menyesakkan. "Aahh pakk!!" "Fuck, relax Nio!" "Ahh sshh ahh sakit pak!" "Saya bergerak perlahan, kamu relax dulu. Jangan menjepit penis saya." Fanio mengatur nafasnya sejenak. Mencoba untuk menikmati pompaan penis pada lubang analnya.
Awalnya memang begitu menyakitkan, namun setelah dirinya tenang rasa nikmat mulai berdatangan. Fanio akui, boss besarnya ini sangat pandai dalam melakukan aktivitas seksual seperti ini. "Aah ssh akhh hmmh," "Enak kan kalau kamu relax begini." "Akhh kok makin dalem??" "Haha lucu sekali. Baru setengah batang yang masuk. Kalau saya paksa, lubang anal kamu bisa robek." "Bapak ih!" Protesnya. Berhasil membuat tawa dari belah bibir boss besarnya. Fanio terus mendesah karena demi apapun rasa nikmat terus berdatangan. Bisa Ia rasakan kalau penis boss besarnya semakin dalam masuk ke dalam tubuhnya. Menyentuh daerah sensitifnya dengan lembut. "Aahh pak saya mau pipis!" "Saya bantu ya." Katanya. Tangan besarnya sudah meremas penis tegang Fanio. Meludahi penis itu agar mudah untuk Ia kocok. "Aahh fuck pakk jangan cepet-cepet nanti saya pipis disini!!" "Gakpapa, saya sudah bayar mahal. Kotori saja tempat ini." "Akh bapak bisa diem dulu gak sih?!!" "Haha oke, oke. Saya biarkan kamu klimaks dulu."
Finalnya. Jemarinya terus mengocok penis tegang Fanio yang semakin memerah. Setelah beberapa saat akhirnya cairan putih kental milik Fanio tumpah ruah. Mengotori perut Fanio sendiri, tangan boss besar, dan kain sprei. "Haahhh," "Sudah lega?" "Hu'um." Jawabnya dengan anggukan yang berhasil membuat boss besarnya lagi dan lagi terkekeh. "Aah.... Udah pak?" tanya Fanio kebingungan sebab penis boss besarnya sudah tidak mengisi lubang analnya. "Saya izin untuk memeluk kamu." Katanya, lalu berbaring di belakang tubuh Fanio. Menempelkan kedua tubuh telanjang mereka untuk membangun gairah dan nafsu. Lalu mengangkat satu kaki Fanio untuk kembali mengisi kekosongan pada lubang anal Fanio. Sshhh aaahhh!!" "Lebih nikmat kan?" Bisik boss besar tepat di telinga Fanio. Fanio hanya memberi anggukan. Menggigit bibir bawahnya untuk mengalihkan rasa sakit dan nikmat yang Ia terima.
Cup, kecupan Gandara hinggap di leher putih Fanio. Disusul dengan kecupan-kecupan lain di area yang sama. Tangan besar boss besar mengelus perut rata Fanio. "Aahh aahh fuck!" Fanio meremas tangan kokoh boss besarnya dengan kuat untuk menyalurkan rasa sakit dan nikmatnya. Tubuhnya tersentak-sentak saat tempo hujaman dari boss besarnya semakin cepat. "Akhh pak aahh enak bangetttt!" ", panggil nama saya, Nio!" "Aah pak Gandaa aahh ah ah fuck." "Good boy." Puji boss besar bernamaa Gandara itu. "AAAHH FUCK AAHH GANDA AAAH YA YA YA FUCK!" "Haah Nio... nikmat sekali berhubungan sex sama kamu." Gandara terus mengecupi leher Fanio yang sudah menimbulkan bercak merah. Pinggulnya terus bergerak cepat untuk mengejar pelepasannya. Rasanya sangat nikmat sekali. Apalagi lubang anal Fanio sudah bisa menerima seluruh penisnya. "Aahhh dalem bangett akh fuck!" "Nikmat." "Ah ah ah sshh....aaahhhh!" "Fuck!" Umpat Gandara.
Ini adalah pelepasan ternikmatnya. Pinggulnya terus bergerak untuk menghabiskan sisa spermanya. "Aahh haahh Ganda" "Ya?" "Sshh basahhh." "Gakpapa, itu sperma saya. Nanti saya bersihkan." Fanio mengangguk. Semakin meremas tangan kokoh Gandara yang masih setia melingkar di atas perutnya. Ia masih menikmati pompaan lembut dari penis Gandara. "Aahh!!" "Good job!" Gandara memberikan kecupan hangat di pucuk kepala Fanio. Lalu mengeluarkan penis panjangnya dari dalam tubuh Fanio. "Sshhh" "Masih sakit?" Tanya Gandara. "Masih," "Kamu tidur saja, saya akan membersihkan tubuh kamu." "Hm." "Sebelumnya, tolong lepaskan tangan saya." Fanio langsung membuka kedua matanya. Lalu melihat ke arah perut ratanya. Ia langsung melepaskan genggaman erat pada tangan kokoh Gandara. "Hahaha lucu sekali." Fanio malu setengah mati. Ia menutupi wajahnya dengan bantal. Lalu bersusah payah untuk memejamkan kedua matanya.
Ia bisa merasakan usapan lembut pada lubang analnya. Namun Ia enggan melihat kegiatan itu dan memilih untuk diam. Setelah beberapa saat, Ia bisa merasakan kain hangat pada area lubang analnya. Mungkin untuk membersihkan sisa percintaan mereka. Sampai pada akhirnya, Ia merasakan kecupan pada pucuk kepala dan
lehernya dengan lembut dari Gandara. "Selamat malam, tidur yang nyenyak." Itu adalah kata terakhir dari Gandara yang Ia dengar sebelum Ia memejamkan kedua matanya yang sudah dilanda oleh rasa kantuk.

DEBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang