Prolog: apa yang terjadi?

25 4 1
                                    

Kilatan cahaya melesat cepat di langit malam Chelyabinsk, Rusia.

Para tentara yang tengah beristirahat sontak terbangun, tergugah oleh bunyi sirine darurat yang memekakkan telinga.

Di tengah kekacauan itu, seorang prajurit bernama Resnov berlari menuju pos pertahanan udara, napasnya terengah-engah, sementara bayangan kepanikan mulai muncul
di benaknya.

Ketika ia tiba di sana, Dimitri sudah berdiri di depan layar kendali, wajahnya penuh kelelahan dan ketegangan.

"Dimitri! Cepat, jalankan protokol! Kita harus luncurkan rudal sekarang!"

teriak Resnov dengan nada memerintah, tatapan matanya penuh ketegangan.

Dimitri mendesah, menatap layar dan kemudian berbalik dengan pandangan kosong.

"Sialan, Resnov... semuanya sudah terlambat," jawabnya datar.

"Kami sudah coba, blyat. Rudal-rudal itu... tidak ada yang berhasil. Cahaya itu terlalu cepat. Kami bahkan tidak bisa mendekatinya."

"Apa maksudmu 'terlambat'? Hah? Kita tidak bisa menyerah begitu saja, tovarisch!"

Resnov maju, mencengkeram bahu Dimitri dengan keras.

"Kita harus menghentikan ini! Kita punya senjata, punya pertahanan udara, apapun! Ini belum berakhir!"

Dimitri membalas dengan tatapan tajam, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan.

"Dengar aku, suka atau tidak suka! Kau pikir aku tidak tahu, ha? Kau pikir aku tidak mau menghalangi ini?"

Dimitri menggeleng sambil mengatupkan rahang.

"Semua ini sia-sia, blyat! Kilatan itu... lebih cepat dari apapun yang kita punya. Semua ini, semua senjata kita, tak ada artinya!"

Tiba-tiba, ia menendang kursi di depannya hingga terjatuh.

"Semuanya tidak ada gunanya!
Kita sudah mati, tolol!"

Resnov menatap Dimitri, dadanya bergemuruh dengan kemarahan dan ketakutan yang bercampur.

"Sialan kau, Dimitri! Jangan berbicara seperti itu! Kita bisa melakukan sesuatu! Kita pernah menghadapi situasi buruk sebelumnya, dan kita bisa bertahan!"

"Ini bukan situasi buruk, bodoh! Ini kiamat!"

Dimitri balas berteriak, wajahnya memerah karena emosi.

"Apa kau tidak dengar apa yang aku katakan? Ini tidak seperti yang lain! Kita sudah selesai!
Kita hanya bisa menunggu, menonton, dan berharap Tuhan menyelamatkan kita-tapi jujur saja, kita tahu itu tidak akan terjadi."

Keheningan sesaat, hanya bunyi sirine yang menggema di antara mereka.

Di luar, kilatan cahaya semakin dekat, semakin terang, menelan bintang-bintang di langit. Meskipun tahu itu sia-sia, mereka tetap meluncurkan rudal terakhir, seperti sepasang manusia yang menolak menerima kenyataan.

Lalu, ledakan itu terjadi.

Fasilitas Yuzhnouraksk berubah menjadi kobaran api, dan langit malam terbelah oleh cahaya kemerahan yang menakutkan.

Ledakan itu mengguncang bumi, meninggalkan
kehancuran yang teramat besar.

Bencana itu tidak terhindarkan-seperti luka lama yang kembali terbuka, mengingatkan
mereka pada satu kata yang menimbulkan kengerian: Chernobyl.

Space Life: The Freezing Of Earth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang