Pagi ini aku terbangun dengan tubuh yang sedikit pegal. Setiap aku bergerak terdengar bunyi 'krek' dan hal itu membuatku sedikit meringis. Tapi aku mengabaikan hal itu, karena ada hal yang lebih menarik untuk menjadi perhatianku.
Remote televisi yang ada disampingku, aku tekan. Menampilkan salah satu channel televisi yang sedang memberitakan kasus kematian misterius. Aku terkekeh menonton berita gila itu.
"..., korban Sucipto Nataredyo. Pejabat Metropolis yang memiliki citra dermawan itu terbunuh dalam keadaan yang mengenaskan. Terdapat banyak sekali luka tusuk di perut dan bagian dadanya. Tak hanya itu, kepala korban terputus dari tubuhnya dan berada di dalam kotak."
Bagian citra dermawan yang disebut pembawa berita membuatku ingin tertawa. Aku bahkan kehilangan suara tawaku saking kerasnya aku tertawa.
"..., polisi sedang berusaha melacak keberadaan pelaku. Tetapi, kepala Polisi Metropolis, Heri Setiawan, mengatakan jika tidak ada petunjuk atau sesuatu hal milik pelaku yang tertinggal di lokasi."
Tentu saja! Aku tidak bodoh dasar pecundang! Aku sudah mempersiapkan pembunuhan Sucipto Nataredyo secara matang-matang. Tidak ada satu petunjuk yang bisa menjadi boomerang untukku.
"Kami akan terus melakukan update tentang kematian Sucipto Nataredyo. Demikian, Polis MTv, melaporkan."
Hah! Sebelum kalian meliput update kasus kematian si tua bangka, aku akan membuat ini menjadi lebih seru. Ayo buat media TV menjadi sibuk sekali.
***
Lagi-lagi aku melakukan shift kerja bersama Arya. Semoga Arya tak curiga jika aku lama sekali keluar dari Metrop Tower. Ya, ini adalah paket terakhir yang harus kami antar dan paket ini memiliki tujuan ke Metrop Tower.
Metrop Tower adalah bangunan yang menjadi tempat kerja dari beberapa instansi pemerintah. Melalui berkas-berkas yang kutemukan di apartemen Sucipto, aku tahu jika orang-orang yang merancang 70% for Metropolis Development bekerja disini.
Kebetulan sekali, hari ini aku mengantar paket milik Andrea Bagas Kurnia. Orang itu bukan si tua bangka. Ia adalah pemuda gila yang berhasil masuk ke dalam struktur pemerintahan Metropolis di usia muda. Kurasa akan menjadi hal yang sulit untuk membunuh seorang pemuda yang mungkin penuh dengan kepekaan.
Maka hari ini aku mengesampingkan rencanaku dan menundanya. Aku akan mengantarkan paket ini sembari melakukan pengamatan terhadap Metrop Tower. Sebenarnya sudah beberapa kali aku mengantarkan paket ke Metrop Tower, tapi aku baru tahu jika ada beberapa instansi pemerintah di sana.
Perjalanan menuju Metrop Tower membutuhkan waktu yang cukup lama. Hari sudah sore dan kemacetan tak terhindarkan di beberapa titik. Kulirik rekan kerjaku, dia tampak bosan menunggu kemacetan ini. Finalnya, Arya menyalakan radio dan memilih asal stasiun radio.
"..., menurutku, pembunuh dari Sucipto Nataredyo ... berencana melakukan aksinya lagi. Mengincar pejabat-pejabat yang ada di Metropolis. Sebab aku dengar, kotak yang berisi kepala korban ... tertulis 'Giliran kalian' ... well, sangat seru untuk menduga-duga. Mari kita tunggu saja pergerakan dari pelaku pembunuhan yang gila ini."
Aku berusaha untuk tidak tertawa saat mendengar podcast yang membahas teori dan konspirasi pembunuhan Sucipto Nataredyo. Semangatku membara sekarang. Aku akan membuat orang-orang di seluruh Metropolis sibuk menerka-nerka dan mungkin ketakutan.
"Hei, menurutmu bagaimana pembunuh itu?" tanya Arya.
Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaan Arya. Walaupun aku dan dirinya seringkali berada di shift yang sama, tapi jarang sekali ada interaksi atau obrolan yang terjadi selama shift berlangsung.
"Entahlah ..., kurasa ada alasan tertentu orang itu membunuh Sucipto Nataredyo. Kau tahu sendiri bagaimana citra Sucipto Nataredyo di depan rakyat, bukan? Pasti ada alasan yang mendasari pembunuhan itu," kataku dengan teliti. Tentunya aku tak mau ketahuan saat aku baru beraksi satu kali.
Arya tidak menjawab, dia hanya mengangguk dan kembali fokus ke jalan. Tak terasa, Metrop Tower sudah ada di depan mata. Aku keluar dari truk dan mengeluarkan paket milik Andrea Bagas Kurnia, lantas melangkah masuk ke dalam. Untuk berjaga-jaga, seharian ini aku memakai jaket yang didalamnya terdapat senjata dan peralatan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
Ugh, sebetulnya aku tidak terlalu suka mengantarkan paket ke Metrop Tower, setiap aku mengantar paket selalu saja berdebat dengan satpam dan orang-orang yang ada di lobi. Padahal setiap kali aku kesini, aku selalu mengatakan jika prosedur ZNE adalah mendapatkan tanda tangan dan foto dari pemilik paket.
"Anda tidak boleh masuk lebih dalam. Tinggalkan saja paket itu di lobi!" kata satpam di hadapanku.
"Pak. Sudah sering saya mengantar paket ke Metrop Tower, seharusnya bapak tahu jika ZNE memiliki prosedur yang mengharuskan kurir bertemu langsung dengan penerima paket. 10 kali lho, Pak. Saya sudah pernah bilang ke bapak tentang hal ini 10 kali. Jadi, sebelum saya menghancurkan lobi Metrop Tower ... ijinkan saya pergi," kataku sedikit emosi.
Satpam itu kalah, menurutku. Tanpa menunggu konfirmasi lagi, aku masuk ke dalam lift dan menuju lantai 24. Tempat dimana Andrea Bagas Kurnia tinggal, dia tinggal di unit 309 yang letaknya ada di ujung.
Aku, tanpa semangat—karena tidak bisa beraksi hari ini—menekan bel unit Andrea. Tiga kali aku menekan bel, tetapi tidak ada yang keluar.
"ZNE! Paket!" teriakku sembari menekan bel lagi.
Aku menunggu lima menit, hingga terdengar suara grasak-grusuk dari dalam unit. Akhirnya, Andrea keluar dari dalam unitnya. Wajahnya sangat tidak bersahabat, ia tampak marah kepadaku.
Harusnya aku yang marah, karena dia ikut andil dalam program yang menyengsarakan rakyat, batinku.
Andrea merebut paket dari tanganku dan segera memberikan tanda tangannya. Ia hendak masuk kembali, tetapi aku mencegah laki-laki yang tampak marah itu.
"Sebelumnya mohon maaf, Pak. Seperti prosedur ZNE. Saya harus mendapatkan foto, foto sebagai tanda bukti bahwa bapak sudah menerima paket," kataku mencoba sopan.
"Cepatlah! Kau mengganggu urusanku!" katanya sembari membetulkan baju mandinya.
"Baik."
Aku memotret Andrea yang wajahnya tidak bersahabat dengan cepat. Tetapi, fokusku teralihkan pada tanda bibir yang ada di lehernya. Untuk sejenak aku berpikir, apakah Andrea tinggal dengan seseorang? Jika iya, untuk membunuhnya ... aku harus mencari celah saat orang yang tinggal bersama Andrea pergi.
"Kapan kau selesai?!" teriak Andrea.
"Maaf, Pak. Terima kasih atas kerjasamanya," kataku.
Andrea membanting pintu unitnya dan aku bisa mendengar jika dia sangat marah melalui langkah kakinya yang menghentak-hentak. Aku tak langsung pergi dari sana, aku mengamati lantai 24 tempat Andrea tinggal. Aku cukup terkejut sebab tidak ada cctv di lantai ini.
Ini bisa mempermudah rencanaku untuk menghabisi Andrea. Tetapi, saat ini aku harus mencari celah saat Andrea lengah, sehingga aku bisa menghabisi nyawanya dengan mudah. Aku tersenyum miring untuk sejenak, lantas aku hendak pergi dari sana.
Namun, pintu unit Andrea tidak tertutup. Pintunya tertahan oleh sandal rumah yang tipis. Aku tak ingin membuang kesempatan emas, sekali lagi mataku mengerling ke lorong lantai 24 sebelum akhirnya memutuskan untuk menerobos masuk ke dalam unit Andrea.
***
P, balap (• ▽ •;)
See ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Postman Delivered Your Death
DiversosPara pejabat Metropolis terbunuh secara misterius setelah pajak di Metropolis naik sebesar 70 persen. Pembunuhan berantai itu membuat seluruh Metropolis gempar. Rakyat kaya mulai khawatir, sementara rakyat miskin cukup lega dengan kematian para peja...