4. Unit Andrea

11 4 0
                                    

*** Peringatan: Part ini berisi pembunuhan🔪, darah🔴 dan hal-hal yang dapat mengganggu pembaca ⚠️⚠️⚠️

Kewaspadaanku meningkat. Tindakanku menerobos masuk ke unit Andrea adalah hal yang gegabah. Tapi untungnya, Andrea tidak terlihat di mataku. Untuk sejenak, aku belum bergerak. Mataku mengerling dari ujung ke ujung, hingga menangkap cctv yang menyorot ke arahku.

Dengan gerakan cepat, aku melemparkan jarum yang seharusnya untuk membius orang. Jarum itu tepat mengenai cctv hingga cctv berhasil kumatikan. Demi keamanan, aku harus menghapus rekaman ketika aku menerobos masuk ke unit ini.

Perlahan tapi pasti, aku menyelinap masuk lebih dalam. Ruangan yang langsung menyambutku adalah ruang tamu minimalis dengan televisi besar yang memutar film horor. Entah kenapa televisi itu tidak ditonton, hanya diputar dengan volume yang sangat besar.

Aku mencoba bergerak secepat mungkin, menuju ruangan paling ujung yang sepertinya tidak dikunci. Dan benar saja, ruangan itu tidak dikunci. Dengan napas tersengal-sengal, aku menutup pintu dengan cepat. Sepertinya dewi Fortuna berpihak kepadaku, tidak ada tanda-tanda seseorang didalam ruangan ini.

Tanpa menurunkan kewaspadaanku, aku mengamati ruangan yang baru saja aku masuki. Ruangan ini berisi rak-rak buku, dengan meja besar di tengah-tengah ruangan. Kulihat, ada beberapa dokumen yang tertata dengan rapi.

Tak ingin membuang waktu, aku meraih kumpulan dokumen itu dan mulai membacanya. Sebetulnya aku tidak terlalu peduli, sebab isinya hanya laporan dari Andrea kepada atasannya. Tapi, ada satu dokumen yang isinya membuatku terkejut.

Isinya tentang tujuan dari 70% for Metropolis Development. Membaca dokumen itu membuat kepalaku serasa akan meledak, dadaku memanas, air mataku jatuh tanpa sengaja. Aku tidak habis pikir dengan pikiran para pejabat Metropolis.

70% for Metropolis Development, adalah rencana untuk memperkaya para pejabat Metropolis. Mereka dengan sengaja membuat pajak setinggi langit hanya untuk kepentingan pribadi. Sisanya hanya 5% dari total pajak yang digunakan untuk rakyat.

Dokumen yang ada di tanganku mulai berkerut. Hingga emosiku tak lagi terbendung, kumpulan dokumen yang ada di meja sudah berubah menjadi potongan kertas yang tak lagi terbaca.

Aku mencoba untuk menenangkan diri, tak ingin bertindak gegabah. Jika gegabah, mungkin aku akan berakhir dengan kepala yang terpisah dari badan. 1 menit, 2 menit, aku rasa ... sudah 5 menit aku didalam sini.

Tak ingin berlama-lama dan berakhir ketahuan, aku bergerak pelan dan keluar dari ruang kerja Andrea—aku pikir. Televisi masih menayangkan film horor yang agaknya sudah mulai menuju penyelesaian. Niatnya aku ingin cepat-cepat keluar. Tapi, suara berisik dari salah satu ruangan menarik perhatianku. Ruangan itu tidak dikunci dengan rapat, sehingga suara berisik itu terdengar cukup jelas.

"Sudah ..., s-sudah ... c-cukup."

Oke, aku tidak seharusnya melihat ini. Andrea terlihat banjir keringat dengan ..., ah tidak. Aku tak akan mengatakan hal ini. Tapi sepertinya ini adalah celah dimana Andrea lengah.

Perempuan yang ada didalam bersama Andrea tidak terlihat hidup. Kurasa dia tidak sadarkan diri. Aku tersenyum miring. Dua pisau dapur ku keluarkan dari dalam jaket.

Semuanya terjadi begitu cepat, aku dengan cekatan melempar salah satu pisau dan tepat mengenai punggung hingga menembus ke arah dada. Kulihat, Andrea sempat terbatuk darah.

"S-siapa ... k-kau!" teriak Andrea.

"Aku? Aku adalah malaikat pencabut nyawamu!"

Tak ingin berlama-lama aku menarik tubuh Andrea hingga menjauh dari atas tempat tidurnya. Jubah mandinya berantakan, membuat sisa-sisa kegiatan yang baru dilakukannya berceceran. Aku sedikit jijik melihatnya.

Sekali lagi aku melempar pisau dapur yang sangat tajam. Pisau itu mengenai pipinya dan tertancap sempurna. Andrea merintih dan berteriak tanpa suara.

"Kau sudah tak sanggup bersuara? Lemah! Ini membosankan, kau tahu?" kataku.

Aku mendekat dan melepas dua pisau yang menancap di tubuh Andrea. Andrea tidak menunjukkan reaksi yang aku inginkan. Dia tampak pasrah dengan hal yang aku lakukan kepadanya.

"Huft ..., baiklah jika kau hanya diam. See you in hell, bastard!"

Pisau dapur yang ada di tanganku sudah beralih di leher Andrea. Tanpa menunggu reaksinya lagi, aku menggores paksa pisau dapur ini dari atas ke bawah hingga isi perut Andrea tercecer. Jika aku lebih keras lagi, mungkin tubuh Andrea sudah terbelah menjadi dua.

Untuk mengakhiri aksi ini, aku menggores pisau lagi di leher hingga kepala Andrea terlepas dari badannya yang sudah berantakan. Aku bahkan tidak sadar jika lantai yang kuinjak sudah berubah menjadi genangan darah.

Aku beralih pada perempuan yang tadi bersama Andrea. Penampilannya juga berantakan akibat ulah Andrea. Setelah kulihat lagi, perempuan ini adalah Sinestesia. Pejabat Metropolis perempuan yang juga terlibat dalam program 70% for Metropolis Development.

Sejenak aku berpikir, mungkin akan lebih seru jika membuat perempuan ini seolah-olah menjadi pelaku pembunuhan Andrea. Senyumku terukir. Aku keluar dari kamar dan menuju dapur unit Andrea. Dengan sedikit tipuan, aku menusukkan pisau yang ku ambil dari dapur ke tubuh Andrea. Hingga darah membasahi pisau, lantas ku letakkan pisau itu di genggaman Sinestesia.

"Agar lebih meyakinkan ..., mungkin aku harus membuat tubuh Sinestesia terkena percikan darah," monologku.

Aku meraih kepala Andrea dan menempatkannya diatas tubuh Sinestesia yang masih tidak sadar. Dengan sedikit tenaga, aku menekan kepala Andrea seakan aku memeras darah segarnya ... dan berhasil!

Detik berikutnya, aku melempar kepala Andrea dan pergi dari kamar itu. Sebelum benar-benar pergi, aku teringat. Aku menggeledah seluruh ruangan di unit Andrea hingga aku menemukan ruangan yang digunakan untuk memantau cctv. Entah kenapa Andrea membuat ruangan seperti ini.

Ada beberapa rekaman yang membuatku terkejut, ia beberapa melakukan hal gila bersama banyak orang. Andrea bahkan memiliki rekaman cctv milik penghuni sebelah. Ini hal gila!

"Aku tak mau ikut campur tentang hal lainnya. Aku harus menghapus rekaman atau apapun yang menampilkan aksi yang kulakukan di unit ini," monologku.

***

"Kau lama sekali," kata Arya.

"Maafkan aku, Si Andrea Bagas Kurnia itu lama sekali keluar dari unitnya," kataku sembari mengenakan sabuk pengaman.

"Benarkah?" tanya Arya.

Kupikir dia curiga. Kalau aku menjadi dia, mungkin aku juga akan curiga. Aku sadar aku terlalu lama di unit Andrea. Untung saja, tindakan Andrea sebelum aku membunuhnya membuatku memiliki ide.

"Kau tahu? Dia sedang bersenang-senang dengan seorang perempuan saat aku mengantarkan paket. Dia bahkan terlihat marah, mungkin karena aku menganggu kegiatannya ..., kau paham maksudku?"

Arya termenung sejenak. Mungkin dia berusaha mencerna apa yang aku katakan. Lantas, dia mulai menjalankan truk dan menuju ZNE pusat.

"Itu gila," gumam Arya.

"Ya, aku tahu, aku juga tidak menyangka. Tapi ... itu unitnya sendiri dan dia masih muda juga single, mungkin. Harusnya kita tidak terkejut," balasku yang mendengar gumaman Arya.

"Ya, mungkin saja ...."

***
Yoo browww, aku nggak tau ini apaan wkwkwkw ୧⁠(⁠^⁠ ⁠〰⁠ ⁠^⁠)⁠୨
See ya!

Postman Delivered Your Death (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang