03.
“Paman, bisa kau bantu aku berdiri menghadap mereka?”
Dengan titah Snow, paman pemilik perahu memposisikan pemuda itu untuk berdiri tegak menghadap kedua orang yang tengah saling menyerang satu sama lain tanpa bantahan sedikitpun. Snow diam guna memfokuskan pendengaran pada setiap suara yang tercipta dari pergelutan itu. Tangannya menggenggam erat busur panah, dan setelah yakin, ia mengangkat busur panah ditangannya, membidik sasaran menggunakan anak panah dan menunggu momen yang tepat untuk melepasnya. Ia harus fokus, karena jika tidak, Ethan lah yang akan terbunuh.
Suara teriakan dan erangan dari keduanya terus bersahutan, ia bisa membedakan suara Ethan tentu saja. Tapi apa yang harus Snow lakukan untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melepaskan anak panah? Hanya satu kesempatan. Jika Snow gagal, dan Ethan terbunuh, maka ia akan melompat dari atas perahu dan mati tenggelam, itu pilihan yang lebih baik daripada harus hidup menjadi budak dan kehilangan malaikat pelindungnya.
“Nak, apa yang kau tunggu?”
Suara pria paruh baya itu sedikit membuyarkan fokus Snow.
“Aku menunggu waktu yang tepat paman, karena jika aku gagal, mungkin hanya Tuan Ethan yang terbunuh.”
“Apa kau butuh bantuanku nak?”
Satu ide terbesit dalam benak Snow. Benar, paman itu bisa membantunya. “Ya paman, katakan padaku seperti apa posisi mereka saat ini.” Ucap Snow tanpa menurunkan sedikit pun busur panah pada genggamannya.
“Mereka secara bergantian memunggungimu. Kurasa orang itu ingin lebih mendekat padamu agar bisa menjadikanmu alat untuk mengancam temanmu.”
Tepat! Itu posisi yang tepat jika Snow ingin membidik dan mengenai tepat di bagian vital tubuh lawan. “Paman, beritahu aku jika yang memunggungiku adalah teman Tuan Ethan.”
“B-baiklah.”
Hening, mereka berdua nampak fokus, Snow sendiri menarik lebih kencang anak panahnya agar nantinya anak panah itu bisa menembus kencang tubuh lawan. “Ayah…ibu…berkati aku.” Gumamnya pelan, jantung Snow berdetak semakin cepat karena perasaan gugup.
“Ah sekarang!”
Syuuutttt!!!
“AARRGGHHHH”
Anak panah Snow melesat kencang dan terdengar suara meraung kesakitan sebelum akhirnya suasana hening. Dahi Snow berkerut, jantungnya semakin berdetak kencang. Apakah ia salah sasaran?? Rasa cemas kembali menyelimuti Snow hingga akhirnya langkah kaki yang terseok perlahan mendekat ke arahnya.
“T-tuan…Tuan Ethan kan?” Ucapnya dengan suara terbata. Tak ada yang menyahut, membuat rasa takut semakin kental menenggelamkan Snow. Namun baru satu langkah ia ambil untuk mundur, tubuhnya terasa berat sebab tertimpa tubuh lain dah akhirnya kehilangan keseimbangan.
Keduanya jatuh dengan posisi Snow memeluk tubuh itu dari bawah, ia mengenalinya. Aroma tubuh orang itu bercampur anyir darah, tarikan nafasnya yang berat, ia hafal milik siapa itu. “Tuan Ethan! Tuan apa kau tidak apa-apa?”