18. Kemah

366 48 24
                                    

"Jagain Ava ya, Mbak. Saya mau istirahat sebentar," kata Frostfire pada pembantu rumahnya.

"Mau dibawakan air hangat, Tuan Muda?"

"Gak usah, yang penting jangan ganggu aja."

Frostfire memasuki kamarnya lalu mengunci pintu. Ia langsung terduduk di lantai. Sedari tadi Frostfire menahan kakinya yang sangat gemetar.

"Mah ... sakit," lirih Frostfire.

Frostfire merasa dadanya semakin menyempit membuatnya tak bisa bernapas. Frostfire merasa lehernya seolah dicekik dengan kuat, ia memegang lehernya sendiri berusaha untuk mengambil napas dengan normal.

Frostfire dengan tergopoh-gopoh menghampiri laci nakasnya. Ia mencari-cari obat yang biasa ia konsumsi ketika keadaannya seperti ini.

Ketika sudah menemukan obat tersebut, tanpa ragu ia langsung menelannya.

"Seenggaknya gue gak kambuh depan Ava, makasih Tuhan, tolong biar gue aja yang kesiksa," gumam Frostfire yang terbaring di lantai.

***

"Eh anjrit ini di kemanain?" tanya Gentar pada Supra.

Sore sudah datang. Namun, Gentar dan Supra belum selesai dengan kegiatan. Mereka kali ini menjadi panitia di perlombaan pramuka.

Dengan Gentar sebagai penunjuk jalan dan Supra sebagai kemdis.

"Dongo, itu kayu buat api unggun, simpen dulu di belakang lah," kata Supra.

Gentar menatap sinis Supra. "Biasa aja kali, emang gue gak pernah disayang sama siapapun!" Gentar pergi dengan mengentakkan kakinya ke tanah.

"Dasar orgil," kata Supra.

"Huaaa Amu! Ndhav jahat, dia bilang gue dongo, padahal gue kan gak tau!"

Sopan habis mengecek jalur A bersama yang lain, kecuali Gentar karena memang sedang dibutuhkan di sekolah.

"Ndhav 'kan mulutnya emang suka kuwalat," kata Sopan.

"Eh! Gue lebih tua dibanding kalian ya, anjrit!" balas Supra dengan emosi.

"Tuh! Emang cuma Amu yang sayang gue!" Gentar memberi jari tengah pada Supra.

"Alay banget bocah, najong." Supra terus menerus menggerutu di hadapan Gentar dan Sopan.

Gentar dan Sopan saling tatap muka. Berbicara melalui tatapan mata, entah Gentar saja yang merasa atau Sopan merasakannya juga. Supra sepertinya sedang sensitif.

"Udah jam segini, kalian gak sholat?" tanya Supra.

"Aku udah di masjid pas mau cek jalur," balas Sopan.

"Loh! Udah jam segini, sek yo, gue sholat dulu!"

Gentar langsung berlari menuju masjid untuk menunaikan ibadah. Supra sendiri hanya geleng-geleng kepala, padahal dirinya beragama kristen tapi selalu saja dirinya yang ingat waktu sholat.

Supra memaklumi jikalau itu Gentar. Gentar memiliki jadwal padat, jadi pantas saja.

Sopan tiba-tiba saja bersin membuat Supra sedikit kaget.

"Maaf Ndhav, aku lagi pilek," ucap Sopan sambil tersenyum kikuk.

Supra melirik pada ranselnya yang berisikan segala kebutuhan, mulai dari pakaian, camilan, roti, air mineral, senter bahkan sepatu cadangan.

Supra merogoh kantung depan ranselnya dan mengambil sekantung obat-obatan. Banyak obat tablet di sana.

"Nih obat. Kalau malem dingin, bawa selimut 'kan? Perlu selimut punya gue?" tawar Supra.

ASMARALOKA [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang