01 - Teman kecil

7 3 0
                                    

Asher memicingkan matanya tajam ke arah Dante, sesekali ia mengaduh kesakitan di lengannya yang telah dibalut perban.

"Asher, aku benar-benar minta maaf, aku tidak sengaja." Lirih Dante sambil mengelus lembut lengan Asher.

Dante mengalihkan atensinya, kini ia melihat sang majikan yang ada disebelah kirinya, yang telapak tangannya sedang di obati oleh Tabib Kerajaan.

Benar, Dante refleks menghunuskan pedang saat Asher tidak sengaja sedang bercanda dengan Rauri. Rauri yang menyadari lengan Asher luka, Rauri langsung mengambil alih pedang tajam itu. Sayangnya, Rauri lupa yang ia pegang malah bagian baja nya, alias bagian tajam si pedang.

Kini Dante kelabakan karena melukai dua orang sekaligus. Lebih menyesal lagi, dua orang ini adalah sahabatnya sejak kecil.

Dari kejauhan, terlihat ada wanita paruh baya sedang berjalan menuju paviliun tempat Rauri dan Asher di obati. Wanita itu tidak sendirian, ada beberapa pelayan di belakangnya.

"Yang Mulia, anda belum sehat sepenuhnya—"

"Rauri!" wanita paruh baya itu memotong pembicaraan pelayan yang berjalan di belakangnya.

Rauri menoleh ke sumber suara, "Ibu?"

Asher, Dante, Tabib, juga para pelayan yang lainnya langsung membungkuk hormat saat mengetahui Ratu Kerajaan itu datang menghampiri mereka. Begitu juga dengan Rauri—sang anak, ia juga ikut membungkuk.

"Kau terluka? Kenapa?" tanya Liora—Ratu Kerajaan Eirlys

Rauri menghela napas saat melihat wajah sang ibu yang masih pucat, karena beberapa hari lalu sang ibu baru saja pulih dari sakitnya.

Mata indah Rauri terus menatap sang ibu, wanita yang paling ia sayangi di dunia ini. "Ibu, aku tidak apa-apa, hanya sedikit luka, itupun tidak sengaja." Jelas Rauri pada sang ibu.

Liora merengut seraya memperhatikan Rauri dan Asher yang terluka. Kemudian ia mendengus ke arah Dante yang terlihat dirinya ketar-ketir akan dimarahi oleh Liora.

"Kamu, ya?!" unjuk Liora tanpa basa-basi.

Dengan sigap Dante langsung berlutut kepada Ratu tersebut untuk meminta pengampunan. "Maafkan hamba, Yang Mulia."

"Ibu, ini semua terjadi gak sengaja. Lagipula ibu sudah tahu kalau pedang itu bahaya, kenapa ibu gak bilang ke ayah supaya Dante gak perlu pegang pedang lagi?" timpal putra semata wayangnya itu.

Ekspresi wajah Liora berubah seketika mendengar penjelasan sang anak. Wanita itu memajukan bibirnya seolah ia kecewa pada putranya.

"Meski ibu sering emosi karena kamu gak pernah berubah, tapi ibu tidak pernah ingin kehilangan putra semata wayang ibu, Rauri." Dengan penuh kedramatisan, Liora memegang pipi halus Rauri.

Rauri diam beberapa sekon, "Hanya karena aku Putra Mahkota 'kan, bu? Kalau aku punya kakak, mungkin ibu tidak akan sesayang ini."

"Rauri!" Liora memekik.

"Dimana pelayan istana Ratu? Tolong bawa ibuku kembali ke istananya!" nada bicara Rauri meningkat seketika.

Asher dan Dante saling bertukar pandang saat melihat Rauri sedikit emosi. Dengan Gerakan lembut, Asher maju selangkah, kemudian merangkul Rauri, mencoba untuk memberikan ketenangan pada sahabatnya itu.

🦋

Rauri duduk di tepi jendela kamarnya yang terbuka, cahaya matahari sore menerobos masuk, menciptakan bayangan lembut di atas kanvas. Kuas di tangannya bergerak perlahan, mengikuti irama pikirannya yang tenggelam dalam dunia warna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmaranthineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang