Apartemen Bangkok, pukul 20.00
Ponsel berdering tepat sebelum tangan itu membuka pintu apartemennya. Freen mengangkat panggilan itu dengan cepat, detak jantungnya benar-benar terasa kencang. Jangan salah paham, ini bukan tentang cinta. Panggilan itu berasal dari perusahaan luar negeri yang dia apply pekerjaan di sana, manager. Kata-kata dari staff HRD itu dia dengarkan dengan fokus, hingga akhirnya debaran jantung itu seketika tenang. Freen mengangguk dan berkata, "Baiklah, terima kasih."
Layar ponsel dengan wallpaper bunga tulip itu dia pandang kali ini, tatapannya sendu, Freen menghela napas dan memilih masuk ke dalam apartemen dengan senyum yang indah.
Namun, senyum itu pudar seketika saat kakinya melangkah ke tengah ruang tamu tersebut.
Sahabatnya sedang berpelukan dengan Kakaknya sendiri. Ya, mereka sudah berpacaran cukup lama, mungkin sekitar tiga tahun? Ya, kalau tidak salah selama itu. Mungkin setelah Becca lulus kuliah bulan depan, mereka akan menikah. Kalau tidak salah, begitu. Freen mendengar semuanya dari Lan, saudaranya.
Tanpa menyapa dua sejoli yang sedang bercanda dan bersentuhan itu, Freen melewati saja mereka berdua dengan langkah cepat. Sejujurnya, Freen selalu bertanya-tanya, 'Kenapa kalian selalu saja pacaran di apartemenku? Bukankah banyak tempat lain yang lebih bagus?' Tapi Kakaknya segera menjawab, 'Makanan di tempatmu lengkap. Juga, apa salahnya kami pacaran di sini? Toh, kamu selalu bekerja seharian?' Akhirnya Freen hanya menghela napas dengan berat dan membiarkan saja mereka melakukan itu semua, namun Freen hanya membiarkan mereka mengakses sofa, selain tempat itu, don't! Sebagai gantinya, Freen tak akan ingin duduk di sofa itu lagi, untuk selamanya.
Freen melemparkan tasnya ke atas meja di kamarnya dengan kasar. Sekarang dia menghela napas untuk kesekian kalinya, rasa amarah cemburu itu benar-benar terasa nyata, Freen tak suka melihat pemandangan seperti itu setiap kali dia pulang kerja. Kali ini dia menyibak rambutnya ke belakang dengan wajah yang amat masam, Freen akhirnya terpejam sambil membasahi bibirnya, dia berkata sendiri, "Santai Freen, kenapa kamu harus seperti ini setiap hari." Seketika Freen berdecak kesal, lalu dengan cepat dia membuka blezer tersebut dan segera mengambil baju serta handuk, dia ingin mandi kali ini.
Butuh waktu setengah jam lebih Freen di dalam sana, selain mandi, sebenarnya dia sedikit tidur saat berendam tadi. Setelah selesai, Freen menggunakan baju dan keluar saat itu juga.
Namun apa? Becca duduk di pinggir kasurnya dan tersenyum senang, sepertinya Lan sudah pulang. Becca bahkan memamerkan cincin di jarinya kali ini. Becca berkata, "Kamu iri? Aku duluan yang nikah nanti, Freen."
Perkataan itu terdengar amat ringan dilayangkan, tapi hati Freen seketika berat mendengarnya. Dirinya seolah ditimpa batu yang amat besar di dalam dada itu, hal ini membuat kedua kaki Freen terasa lemas. Dia memaksakan bibirnya tersenyum tulus, Freen hanya bisa berkata, "Mm. Aku iri. Selamat ya." Tak ada pengalihan tatapan, Freen menatap Becca dengan sangat lembut dari jauh. Lalu, dia mendekat dan berdiri di depan Becca. Freen menepuk rambut Becca dengan pelan, dia tertawa kecil dan berkata, "Kamu sangat senang, huh? Senyummu benar-benar lebar."
Becca mengangguk seru, tatapannya benar-benar berbinar kali ini, "Tentu aku senang, aku akhirnya bisa menikah dengan pahlawanku. Freen," Hm? Becca tak bisa melihat mata yang terpancarkan kesedihan itu, dia masih saja berkata, "Aku sangat gugup tadi. Aku benar-benar," Kata-katanya terputus saat ingin mengatakan sesuatu yang mendebar, "Rasanya aku bisa terbang saat mendengar lamaran itu. Kamu seharusnya pulang lebih cepat, Kakakmu sangat romantis sore tadi."
Wanita yang berdiri ini enggan untuk menanggapi, dia hanya tersenyum dan tertawa kecil sambil naik ke atas kasur, Freen berkata sambil menarik selimutnya, "Jangan ceritakan padaku. Aku tidak ingin mendengarnya. Bukankah aku sudah bilang kalau aku iri, jadi, simpan saja romantis itu untuk kalian berdua." Becca menoleh dan melihat Freen dengan cemberut, karena sekarang Freen memberi punggungnya dan seperti ingin tidur lebih cepat.