Senja selalu punya cara mengingatkanku pada akhir. Di antara lembayung yang perlahan memudar, ada sesuatu yang terasa hilang, seperti sebuah cerita yang sudah mencapai halaman terakhirnya. Senja adalah waktu yang tenang, tapi juga penuh dengan rasa penyesalan. Begitulah perasaan yang kurasakan setiap kali mengingat hari itu—pertemuan terakhir kita.
Di tempat ini, di bawah langit yang berwarna jingga, kita pernah duduk berdampingan, berbicara tentang masa depan seolah-olah kita punya waktu tak terbatas. Kita tertawa, membiarkan angin menyentuh wajah, tidak sadar bahwa waktu kita hampir habis. Matahari yang semakin rendah di cakrawala adalah pengingat yang perlahan datang—bahwa setiap kebersamaan akan menemukan akhirnya, tak peduli seberapa kuat kita mencintai atau berharap.
Aku tidak pernah berpikir senja akan menjadi saksi dari perpisahan yang tak pernah kuinginkan. Kita berbicara dalam diam, dengan kata-kata yang tak pernah terucapkan, tapi kita berdua tahu apa artinya. Pada hari itu, di bawah senja yang perlahan tenggelam, kita tahu bahwa ini adalah yang terakhir. Satu senja untuk selamanya.
Sekarang, setiap kali senja datang, aku selalu teringat pada detik-detik yang memisahkan kita. Pada saat terakhir, ketika matahari tenggelam perlahan di ufuk barat, kita pun berpisah—tanpa kata-kata, hanya dengan perasaan yang tetap tinggal di tempat yang sama, seperti matahari yang selalu akan kembali meski hanya untuk pergi lagi.
Ini bukan tentang pertemuan yang indah atau kisah yang sempurna. Ini adalah cerita tentang perpisahan yang datang bersama matahari tenggelam, saat cinta kita ikut pudar bersama langit senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Matahari Tenggelam, Kita Pun Berpisah
Non-FictionAdam dan Cinta pernah berbagi kenangan di bawah langit senja, sebuah waktu yang mereka sebut sebagai "momen abadi." Bertahun-tahun lalu, di bukit kecil tempat mereka selalu bertemu, mereka berbicara tentang masa depan, impian, dan cinta yang mereka...