14 | HOPE

57 15 4
                                        

Maxim tiba di rumah setelah pertemuan singkatnya dengan Nadean di kafe tadi. Setelah memarkirkan mobil, ia bermaksud langsung menuju kamarnya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Mettasha yang sedang bersantai di depan taman. Ia pun memutuskan untuk berjalan mendekati adiknya itu.

"Sendirian aja kamu," tegur Maxim.

Mettasha menoleh kaget. "Eh, iya nih, Kak. Lagi menikmati angin malam dulu," katanya sambil tersenyum.

"Jangan kelamaan. Awas nanti masuk angin," Maxim mengingatkan.

Mettasha mengangguk. "Iya, Kak. Sebentar lagi masuk, kok."

Maxim menatap adiknya ragu. "Um ... Metta," panggilnya pelan.

Mettasha menoleh lagi. "Ada apa, Kak?"

"Gue tadi gak sengaja ketemu Nadean di kafe," ucap Maxim hati-hati.

Mendengar nama Nadean, Mettasha sejenak terdiam karena bingung harus menanggapi seperti apa pernyataan kakaknya itu. Namun, sesaat kemudian, ia mencoba tersenyum.

"Oh, iya, Kak," jawab Mettasha seadanya, kemudian menatap pemandangan di depannya lagi yang tidak tahu apa.

Maxim pun bingung. "Gitu doang? Kamu nggak nanya dia gimana gitu?"

"Nanya buat apa, Kak? Kan, Kakak biasanya juga cerita."

Maxim mengangguk pelan. "Iya, sih. Ng ... dia makin ganteng. Terlihat pesona pria dewasanya," ujarnya.

Mettasha terkekeh. "Ya, kan, emang udah dewasa."

"Iya juga, sih. Ya udah, kamu lanjutin lagi cari anginnya, deh. Kakak masuk duluan, ya. Kamu jangan lama-lama di luar," pesan Maxim sambil mengacak rambut Mettasha.

Mettasha kembali mengangguk. "Iya, siap, Kak."

Maxim pun meninggalkan Mettasha yang melanjutkan ritual malamnya. Mettasha terlihat diam menatap langit yang kosong tanpa bintang di atas kepalanya itu.

"Menghirup udara yang sama, berlindung di bawah langit yang sama, tapi tak bisa bersama. Dean, semoga kamu selalu bahagia di mana pun kamu berada sekarang. Bagaimana pun kita pernah bahagia bersama," ucap Mettasha pelan.

Tanpa disadarinya, ucapan itu masih dapat didengar oleh Maxim yang awalnya ingin memberikan jaketnya kepada Mettasha. Namun, ia segera menahan langkahnya.

"Ternyata perasaanmu masih sangat besar untuk Nadean, ya? Maafin kedua kakakmu yang egois ini dulu. Sekarang kamu pantas untuk bahagia, Mettasha," gumam Maxim.

Maxim membatalkan niatnya untuk menghampiri Mettasha, melainkan mengalihkan tujuannya untuk berjalan ke arah kamar Milian. Setelah diketuk beberapa kali, akhirnya si empunya kamar keluar.

"Kenapa? Tumben nyamperin jam segini?" tanya Milian.

"Bisa ngobrol nggak?"

"Mau ngobrol apa?"

"Ikut gue ke balkon, deh. Kita perlu ngomong berdua," ajak Maxim yang sudah berjalan lebih dulu.

Tanpa bertanya lebih lanjut, Milian langsung mengikuti Maxim menuju tempat yang diinginkannya. Sampai di sana, Maxim mulai menceritakan semua hal yang terjadi. Mulai dari pertemuan singkatnya dengan Nadean sampai tentang Mettasha.

"Max, dari omongan lo kayaknya kita kali ini harus ikut campur. Kita udah banyak bikin Mettasha sedih. Mungkin ini waktu yang tepat buat kita bantu adek kita bahagia," ujar Milian serius.

"Makanya gue ajak lo ngobrol karena gue pikir juga baiknya begitu, dan gue punya rencana untuk ini," jawab Maxim menatap serius saudaranya itu.

"Oke, gue dengerin. Gimana rencana lo?"

VIEIL AMOUR | HOSEOK [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang