Cheri Four

1.6K 146 0
                                    

Aku berusaha memendam kedongkolanku ke dalam hati, dan melupakan kata-kata cowok aneh itu demi serius membersihkan tepung yang ada di wajah Rea. Kasihan adikku ini, pertolongan dari Vano datang terlambat.

"Kak, kalau pakai air bukannya jadi lengket?" tanya Rea saat tisu basah ditanganku hampir mengenai wajahnya.

"Oh ya? Kok gue nggak tahu ya? Terus pake apa nih?" Aku celingukan bingung. Aku tidak pernah membawa tisu kering, soalnya tisu itu nggak banyak membantuku.

Rea menatapku, ikut bingung juga. "Nggak usah aja deh kak, nanti di rumah aku bersihin aja." gumamnya akhirnya.

Aku hampir mengangguk setuju, saat bala bantuan datang mendadak. Vano melempar sapu tangannya ke pangkuanku, kemudian berjalan tanpa menghiraukan kami. Dasar ketua OSIS sok!

"Kak Vano emang begitu ya kak?" pertanyaan Rea membuatku mengerutkan kening heran.

"Begitu gimana?"

"Pendiem gitu, nggak nyapa kita juga." keluh Rea sambil menyelonjorkan kakinya.

Aku menepuk tangan Rea menghibur. "Itu cuma akting-nya sebagai ketua OSIS, sayang. Mungkin juga niatnya tebar pesona sama cewek-cewek gitu. C'mon, cowok kebanyakan juga kayak gitu kali." Aku hanya nyengir kuda saja.

"Oh, kirain aku." Rea tersenyum manis padaku yang kubalas dengan senyum jahil.

"Kenapa emang Re? Sedih ya karena dicuekin Kak Vano? Atau Ayank Vano?"

"Ih kak princess apa sih!" Rea langsung mencubitiku, membuatku tertawa keras sambil berusaha mengelak. "Kakak ngomong begitu lagi, nanti Rea ngambek!"

"Kok ngambek? Kan emang bener? Waaa Reaaa, ampun hahahha." Aku tertawa-tawa menghindari cubitan adik kesayanganku itu. Aku tidak jahil lho, cuma menggoda saja kok.

"Ih kakak nyebelin!" Rea mencebik, membuatku makin tertawa.

"Iya deh iya, gue nggak ngomong apa-apa lagi." Aku mengangkat tanganku tanda menyerah, walaupun masih dengan tertawa.

Rea mencebikan bibirnya, "Kakak juga kok disini? Bukannya pelajaran!"

"Dih ngusir." Aku mengacak rambutnya. "Selama lo MOS, gue nggak ada pelajaran kali. Gue kan masuk juga demi menyelamatkan lo dari MOS."

"Ih kakak baik banget deh." Rea memekik girang. "Jadi tadi kakak yang nyuruh Kak Vano bantuin aku?"

Aku mengangguk, "Iya. Awalnya gue mau selametin lo pake pesona gue gitu. You know, gini-gini gue juga berpengaruh besar di Harapan Bangsa. Tapi nggak boleh sama Vano, gantinya dia yang selametin lo."

Rea tersenyum-senyum seperti orang kesambet, dan aku hanya bisa menggeleng-geleng saja. "Oh ya, sekarang aku udah percaya sama pesona kakak." Gumamnya tiba-tiba.

"Maksudnya? Kenapa?" tanyaku kebingungan.

"Iya pesona kakak. Masa tadi hampir seluruh panitia cowok pada ngomongin Kakak coba." jawab Rea antusias. Aku mengerutkan keningku heran.

"Ngomongin tentang apa?"

"Tadi kakak kan duduk di pohon deket lapbas. Panitia banyak yang lihat, terus jadi heboh bilang kak She itu cantik."

Aku mengibaskan rambutku dengan sok sombong, "Udah biasa sih. Pesona gue kan emang diatas rata-rata." racauku tidak jelas.

Rea tertawa mendengar kata-kataku, tapi kemudian dia mengambil sapu tangan Vano dari tanganku. "Biar aku aja yang bersihin, kakak pegang kaca."

Aku menurut dan memegang kaca agar Rea bisa mengaca dengan tenang. Eh?

Setelah selesai, kulihat Rea cemberut karena tepung di wajahnya tidak sepenuhnya hilang. "Udah, nggak usah dipikirin. Nanti juga bakal hilang. Gue balik ke kelas ya, lo baik-baik MOS-nya."

Beautiful CheriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang