Aku memandang ke luar, melihat pemandangan yang berubah bersama hembusan angin kencang. Suara musik di dalam mobil terdengar pelan, lagu yang sudah akrab di telinga karena yang memutar adalah orang yang sama, dan dia suka mendengarkan lagu yang sama berulang kali. Aku menundukkan kepala, merasa kelelahan yang menumpuk selama beberapa hari dan baru saja tidur beberapa jam yang lalu. Pengemudi yang duduk di sebelahku melirik sedikit sebelum bertanya."Semalam tidur larut lagi?"
"Uh-huh."
"Sudah begini dan kau masih kerja?"
"Uh-huh."
"Jangan tidur dulu, beri tahu arah dulu."
"Nanti belok kanan di persimpangan depan, sudah sampai. Kondominium yang besar itu." Aku menjawab singkat sebelum tertidur lelap di atas mobil bak yang penuh sesak dengan barang-barang. Namun, baru beberapa menit tidur, seseorang menggoyangkan lenganku dengan lembut. Aku membuka mata dengan susah payah.
"Sudah sampai, Daotok."
"Oke." Aku menurunkan kaki dari mobil yang tinggi, melihat barang-barang yang memenuhi bak mobil. Itu semua barang-barangku sendiri. Hari ini adalah hari aku pindah ke kondominium baru. Karena harus memindahkan banyak barang, aku terpaksa meminta bantuan dari ketiga temanku. Memang hanya ada mereka.
"Wow, mewah sekali." North, mahasiswa jurusan Teknik Elektro yang menjadi pengemudi mobil bak besar dan pemilik daftar putar lagu yang sama, mendongak melihat kondominium yang baru saja kusewa minggu lalu. "Kau benar-benar orang kaya, ya."
"Tidak. Mereka memberikan diskon besar untuk kamar ini."
"Benarkah? Berapa diskonnya?"
"Yah... hampir tujuh puluh persen."
"Serius, banyak sekali. Ada promosi apa?" Typhoon, yang dipanggil Mew karena wajahnya mirip kucing dan belajar fotografi, berkata. Tampaknya hanya aku yang masih memanggilnya Mew sampai sekarang.
"Seperti tambahan hantu gratis." North menyahut, membuat Easter, calon dokter hewan, menepuk bahunya dengan pelan.
"Mulutmu itu, ya!!"
"Eh, kau tidak curiga sedikit pun? Diskon sebanyak itu, tinggal sedikit lagi kau bisa tinggal gratis sekalian."
"Tidak." Aku menjawab dengan tenang seperti biasa. "Dan aku juga tidak peduli. Ayo angkat barang-barang."
Aku mulai membawa barang-barang yang memenuhi bak mobil itu ke kamar baruku. Aku mengangkat kotak berisi barang dan masuk ke dalam lift yang sudah ditunggu oleh yang lain. Setelah menekan nomor lantai, kami menunggu lift bergerak perlahan ke lantai tujuh. Aku berjalan menuju pintu kamarku. Aku sudah melihatnya sekali ketika pemilik kondominium mengajakku melihat-lihat. Sebenarnya, hanya karena kesepakatan untuk memberikan diskon besar, aku hampir tidak bisa menolak. Diskonnya berlaku jika aku menyetujui kontrak untuk tinggal selama satu tahun. Aku menempelkan kartu kunci ke pintu kamar 702 dan membuka pintu.
Kamar ini adalah kamar kedua dari ujung lorong. Kamar di sebelah kiri yang berada di ujung lorong memiliki jendela dan sedikit lebih luas. Sebenarnya agak membuat iri, karena aku juga ingin punya jendela sendiri. Tapi, kamar di sebelah kiri sudah ada penghuninya.
Kamar di sebelah kanan kosong. Kamar di seberangnya kosong. Kamar di sebelah kanan lagi juga kosong.
Singkatnya, di seluruh lantai tujuh, tidak ada penghuni sama sekali.
Kecuali kamar 701 yang ada di sisi kiri, dan aku yang baru saja pindah. Kau sudah bisa menebak kenapa, kan?
Begitu aku membuka pintu dan meraih saklar lampu di sebelahnya, aku melangkah masuk, meletakkan barang di tengah ruangan, lalu berbalik dan melihat bahwa ketiga temanku hanya berdiri dengan wajah kaku di depan pintu tanpa mengikuti masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEST : THE SUN FROM ANOTHER STAR
Romance=AUTHORIZED TRANSLATION= Ini adalah terjemahan Bahasa Indonesia yang sudah memiliki ijin resmi dari penulis 😊🫶🏻 ⭐️⭐️⭐️ Saat Arthit mengungkapkan persaannya, Daotok tidak tahu harus berbuat apa meskipun dia juga menyukainya. Tapi, yang terjadi ada...