Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh malam. Di saat sang Luna sudah hendak memunculkan wujudnya, hujan deras turun membuat sang penguasa malam tertutupi oleh awan hitam yang menyatu dengan gelapnya malam.
Ratusan, ribuan, atau bahkan hingga ratusan ribu rintik hujan kian turun dan bagai berlomba untuk membasahi dunia.
Dengan ditemani oleh semilir angin yang membelai halus setiap inci kulit manusia, suasana saat ini sangat cocok untuk dijadikan peneman renungan, atau bahkan sekedar untuk peneman tidur. Benar-benar tak dapat diragukan lagi kenyamanan alam malam ini.
Namun sial seribu sial, di saat harusnya ia sudah bisa bersantai serta berleha-leha di atas tempat tidurnya, Sera malah harus terjebak sendirian di bawah gelapnya langit, di pekarangan sekolahnya.
Gadis yang bahkan masih berseragam lengkap itu sudah menunggu hampir satu jam lamanya di tempat yang hanya memiliki satu lampu penerangan ini.
Di saat ia mendongakkan kepala untuk melihat betapa kelamnya langit malam ini, ia malah merasa merinding karena sadar ia sedang tidak memiliki teman di bawah megahnya malam.
Dengan kepala yang sedikit menunduk, dan kaki yang memainkan genangan air di bawahnya, Sera mencebikkan bibir merah muda itu.
"Lamanya~" gerutu Sera.
Jemari lentik si gadis cantik kini sibuk bergerak mencari kontak supir pribadi keluarganya yang tak kunjung tiba hingga saat ini.
Ketika hendak melakukan panggilan suara, Sera menyempatkan diri untuk membuka ruang percakapannya dengan pria paruh baya itu yang ternyata tetap menampilkan kekosongan.
Lagi-lagi bibir itu mencebik gemas. "Biasanya kalo ada apa-apa ngasih kabar, kok, ini sama sekali gak ada..."
Didekatkannya benda pipih itu pada daun telinga yang sedikit tertutupi oleh helaian rambut yang tertiup angin setelah si cantik memutuskan untuk melakukan sebuah panggilan suara.
Tanpa menunggu dalam waktu yang lama, ponsel itu sedikit bergetar menandakan bahwa panggilan tersebut terhubung-biasanya. Namun ternyata yang Sera dapatkan hanyalah suara seorang wanita terdengar lurus-lurus saja, alias itu adalah suara dari operator.
"...Nomor telepon yang anda hubungi, sedang tidak aktif, coba beberapa saat lagi..."
Perasaan tenang yang sedari tadi Sera jaga kini meluap begitu saja, tergantikan oleh sebuah rasa risau yang melanda hatinya.
Sesekali, bibir mungil itu mengeluarkan beberapa gerutuan kecil, mungkin akibat dari kerisauan itu sendiri.
Tetapi walaupun dilanda rasa risau dan sedikit kegelisahan, Sera tetap mencoba agar tetap tenang, ia tidak ingin panik dibuatnya. Ini tidak akan menjadi menyenangkan jika saja ia tiba-tiba jatuh pingsan hanya karena dilanda kepanikan, sangat konyol.
Dan karena tidak ingin merealisasikan kekonyolan tersebut, Sera akhirnya memutuskan untuk menghubungi bundanya.
Drt!
"Halo??"
Sera dengan sangat amat bersyukur kian menghembuskan napasnya lega, terlihat ada secerca harapan bukan?
"Bunda~" panggil Sera mendayu, "aku masih di depan sekolah, loh, ini..."
Tiba-tiba, tanda diperintah dan tanpa dapat ditahan, buliran air mata datang dan siap mengalir kapan saja ketika Sera sudah dapat menyurakan keresahannya.
"Loh, nak Kaiza masih belum sampe juga, sayang?"
Kelopak mata cantik berkedip cepat bak orang linglung. "Kok tiba-tiba Kaiza-aku, kan, lagi nunggu mang Hasan, Bundaaa~"
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaras
Teen Fiction"Kita itu selaras. Bagai rel kereta bercabang yang memiliki satu pemberhentian yang sama." 09 October, 2024 © Vienna Na