Hanya karena diriku diam dan pendiam bukan berarti aku tak terkoneksi
Hanya karena diriku selalu butuh waktu mencerna segala sesuatu bukan berarti aku kebingungan
Hanya karena aku lugas dan langsung bukan berarti aku tak baik dan tak mampu menolong
Aku, yang hanya menjadi diriku, selalu salah untuk dimengerti
Aku hanya punya satu dan dua orang yang selalu bersamaku, dan mereka pun pergi. Meninggalkan aku seorang diri. Menutup akses percakapan. Mungkin karena tak mau diinterupsi dan diganggu. Aku ingin menutup akses itu juga dalam hidupku. Tapi aku tahu mereka baik dan aku percaya mereka. Aku tak ingin membenci
Bersahabat sungguhlah berat. Ingin rasanya aku berbagi ketika aku bersama kolega yang tidak menyenangkan. Ketika aku selalu diajaknya bertarung memperebutkan validitas dan rasa suka banyak orang.
Ketika pekerjaan kami jadi kacau karena dia begitu tolol untuk memahami apa yang perlu, dan tega membiarkan banyak orang dirugikan karena sikapnya.
Lalu orang orang itu, orang orang bodoh lugu penakut akan dia menarikku lagi untuk melakukan apa yang menyusahkan padahal mereka begitu percaya si culas?
Aku benci sekali keadaan ini
Aku ingin meninggalkan dan membiarkan saja semua hancur tak terkendali
Tapi, ada satu orang yang begitu peduli dengan keadaan, mencecarku terus dengan istilah tak peduli, dan menuntutku melalui orang lain
Aku kebingungan apa yang harus aku lakukan?
Apakah aku akan menolongnya?
Atau, aku biarkan saja semua me njadi neraka bersama dengan si culas yang sangat dibanggakan ini?
Katakanlah, wahai angin, apa yang harus aku lakukn?
YOU ARE READING
Cerita Diri yang Tak Pernah Dimengerti?
PoetrySebuah kisah seseorang yang memiliki kolega yang haus pengakuan dan kesendiriannya mengatur strategi akan semuanya ini.