"Ayo... Kau... Harus hidup." Anak laki-laki itu menyeret tubuh seseorang yang nampak berharga baginya di pulau yang dipenuhi bunga yang indah.
Setelah sampai didepan pohon besar seperti beringin, dia menaruh tubuh seseorang itu di tanah yang dipenuhi bunga, lalu berteriak pada pohon itu."Tolong... kembalikan dia! Aku tidak peduli-ambil saja hidupku sebagai gantinya!" Suaranya bergetar di tengah keputusasaan. Lalu, dalam sekejap yang sunyi, seorang remaja perlahan membuka matanya, seakan terbangun dari tidur panjang yang tak berujung.
"Ugh... Apa itu mimpi? Seperti nyata saja." Kata remaja itu sambil memegangi kepalanya sambil berpikir mimpi yang ia alami barusan.
Setelah berpikir lama, ia langsung menggelengkan kepalanya untuk berpikir jernih dan melihat siluet pulau yang tenang, meskipun banyak kabut. "Ah itu pulau Gorontha ya? Sudah lama sekali," katanya sambil melanjutkan kata-katanya, "nostalgia sekali."
Setelah kapal itu lewat menuju pulau tersebut, ada siluet gadis kecil di atas kapal feri itu, dan saat Yuusei melihat atas dia tidak melihat apa-apa.
"Ah apa mungkin itu imajinasi ku, tidak mungkin kan ada seorang gadis kecil di sana." Katanya sambil menatap atas kapal feri.
Setelah sampai pulau Gorontha, Yuusei turun dari kapal feri sambil mendorong motor kecilnya ke atas pelabuhan.Yuusei menuruni kapal feri dengan motor kecilnya, roda berderit saat menyentuh lantai kayu pelabuhan yang basah oleh embun pagi. Aroma laut dan bunga liar bercampur dalam udara sejuk, mengingatkannya akan sesuatu-sebuah perasaan samar, seperti kenangan yang pernah ia alami di ujung mimpinya.
Ia menghela napas dan mendorong motornya pelan di sepanjang dermaga. Pandangannya beralih ke arah hutan lebat di kejauhan, di mana pohon-pohon raksasa berdiri diam, seolah mengawasi dunia dengan tenang. Di sana, di tengah-tengah pulau, tersembunyi pohon besar seperti beringin, pusat dari semua ingatan yang hilang-Pulau Gorontha.
Yuusei berhenti sejenak dan memandang sekeliling. Feri yang ia tumpangi sudah bergerak kembali, hanya meninggalkan riak di air yang tenang. Angin menyapu rambut hitamnya, membuatnya melirik sekilas ke arah atap kapal tadi-tempat ia yakin telah melihat sosok gadis kecil.
"Tidak mungkin," gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Mungkin hanya ilusi, pikirnya. Atau mungkin, hanya bagian dari mimpi aneh yang barusan ia alami.
Ia menggeleng, lalu melanjutkan langkahnya menuju jalan setapak yang berkelok ke pusat pulau. Setiap jengkal tanah di sini ditumbuhi bunga-bunga liar: putih, ungu, dan kuning, membentuk permadani alami yang indah namun terasa sendu.
---
Saat tiba di tengah pulau, Yuusei melihatnya-pohon besar seperti beringin, akar-akarnya menggantung seperti tirai alami, menjuntai hingga menyentuh tanah yang dipenuhi bunga. Pohon itu terlihat kuno, seolah telah berdiri di sana selama ribuan tahun, menyimpan rahasia yang tak terhitung jumlahnya.
Tiba-tiba, rasa berat menyelimuti hatinya. Tempat ini begitu akrab, namun ia tak dapat mengingat mengapa. Ia mematikan motornya, menaruhnya di sisi jalan, dan melangkah perlahan menuju pohon. Langkahnya terasa berat, seolah ada sesuatu yang tak kasatmata menahannya, membuat napasnya terasa sesak.
Saat ia berdiri di depan pohon itu, sebuah kilasan kenangan datang tanpa peringatan.
Seorang anak laki-laki menyeret tubuh seseorang yang berharga di tempat ini-tepat di depan pohon ini. Air mata mengalir di wajah anak itu, sementara suaranya yang putus asa memohon agar pohon itu mengembalikan nyawa seseorang.
"Tolong! Hidupkan dia kembali... Aku tidak peduli jika itu hidupku sebagai gantinya!"
Yuusei tersentak mundur, merasakan tubuhnya gemetar. Itu bukan sekadar mimpi. Itu... adalah kenangan. Tapi kenangan siapa? Dan kenapa ia bisa melihatnya seolah ia sendiri yang berada di sana?
Sebelum ia bisa mencerna apa yang terjadi, suara langkah kecil terdengar di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat, dan di antara bunga-bunga liar itu, berdiri sosok yang ia kenali-gadis kecil yang tadi ia lihat di atas feri.
Gadis itu menatapnya dengan mata polos, tetapi ada sesuatu di tatapannya yang terasa lebih tua, lebih dalam. Ia mengenakan gaun putih sederhana, rambut hitamnya tergerai acak, dan senyumnya-senyum samar yang terasa familier, seperti bagian dari masa lalu Yuusei yang terlupakan.
"Sudah lama ya, Yuusei," kata gadis itu dengan suara lembut, seolah menyapanya setelah perpisahan bertahun-tahun.
Yuusei terdiam, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Tubuhnya terasa ringan sekaligus berat, seakan jiwanya diikat oleh sesuatu yang tak terlihat.
"Kau kembali," lanjut gadis itu, langkahnya mendekat, ringan seperti hembusan angin. "Apakah kau sudah ingat... janji yang kau buat di sini?"
Yuusei hanya menatap gadis itu, hatinya berdegup kencang. Janji? Janji apa? Ia tak ingat pernah membuat janji dengan siapa pun di tempat ini.
Namun sebelum ia sempat bertanya, gadis itu melangkah mundur dan perlahan-lahan memudar di antara bunga-bunga liar."Siapa... kau?" Yuusei akhirnya berhasil berucap, tapi suaranya hanya tenggelam dalam keheningan. Gadis itu lenyap begitu saja, seolah ia hanyalah bayangan.
Angin bertiup lembut, menggerakkan dedaunan dan bunga-bunga di sekitarnya. Di bawah pohon besar itu, Yuusei merasa terjebak antara masa lalu dan masa kini, seolah waktunya sendiri terhenti di tempat ini.
Dan di dalam hatinya, ia tahu satu hal, sesuatu yang penting menunggunya di sini-sesuatu yang telah lama ia lupakan.Note penulis: maaf ya hanya prolog doang, mungkin akan dilanjutkan jika banyak yang suka
YOU ARE READING
Bangau Kertas di Bawah Langit Gorontha
RomanceDi tengah hamparan bunga liar dan hembusan angin laut yang lembut, Yuusei kembali ke Pulau Gorontha-tempat kenangan masa kecilnya tertinggal bersama sosok misterius yang terus menghantuinya. Gadis kecil bernama Airi, yang dulu selalu berada di sisin...