00:Prologue

27 2 0
                                    

     Banyak manusia mengira bahwa semua yang hadir tak akan pernah berakhir. Bodoh, mereka bodoh. Tak tahu saja mereka tengah ditipu oleh masa, mereka tak tau tak tik waktu mempermainkan semuanya.

     Sama seperti Karisa, sosok terkasih yang ia miliki ternyata tak mampu selamanya bersama. Waktu membawanya pulang bersama kenangan yang satu persatu mulai hilang. Kini tinggal senja yang menemaninya menikmati masa lara, bersama dunia yang mulai menua.

     Sendirian di balkon kamarnya, Karisa mulai paham mengapa hidupnya begitu hancur. Ternyata karena takdir tak menginginkannya. Siapa yang mau terlahir dengan kesunyian? Tak ada. Karisa juga tak mau menjadi sosok yang bisu, apalagi tuli. Ia benci hal itu.

     'Diam, orang orang tengah berbicara. Dan aku hanya bisa tersenyum melihat mereka'

     'Kapan aku bisa bercerita kepada semua? Sedangkan aku bisu, mereka tak akan mampu mengerti bahasaku'

     'Aku rindu bunda, aku benci tinggal bersama Ayah. Bodohnya aku masih saja menyayanginya'

Brakh!

     Hati yang semula memang tidak baik baik saja kini semakin kacau akan kehadiran sosok Ayahnya. Jantungnya seketika berdegup kencang atara kaget, dan juga takut akan hal yang beberapa detik kemudian akan terjadi. Luka disisi mana lagi yang akan ia terima?

     "DASAR ANAK GAK TAU DIUNTUNG! LO GAK LIAT GUE BELUM MAKAN?! KENAPA DI BAWAH GAK ADA MAKANAN?!." Teriak Jaleo membuat Karisa menunduk memilin jemari kecilnya.

     "KALAU ADA ORANG NGOMONG TUH DILIAT!"

     Jaleo yang geregetan kemudian langsung berjalan menghampiri Karisa. Ia tarik telinga gadis itu hingga rasanya akan putus. Kemudian ia teriaki tepat di depan telinganya.

     "GUE LAPER?! GARA GARA LO GUE JADI TELAT MAKAN! CEPET TURUN BIKININ GUE MAKANAN, BANGS*T!!"

     Hati Karisa perih menerima semua perlakuan Ayahnya, gadis itu memang tuli, tapi ia tak buta. Sepenggal ucapan Ayahnya bisa ia terima melalui gerakan mulut. Dan hatinya kembali perih menerima ucapan sadis itu. Anak gak tau diuntung, iya. Karisa akui, ia memang tak pernah beruntung dalam segala hal.

     Kondisi fisik tak sempurna, hati penuh luka, hidup penuh derita. Luka mana yang belum pernah ia terima?? Semua sudah ia rasa, semenjak kepergian ibunya.

     "CEPET TURUN BUDEK!!"

     Rambut panjang Karisa ditarik dengan tak eloknya. Hingga menuruni tangga, ia hanya bisa diam menikmati lukanya. Bibirnya kelu untuk berbicara, hanya suara rintihan perih yang mampu ia keluarkan.

     Tepat di depan dapur, kepalanya di dorong begitu saja. Jaleo menggebrak pintu kulkas hingga berdebum. "Buruan masak jangan diem aja!"

     Karina segera mengambil celemek, ia kenakan dan mulai memasak dengan hati berdegup kencang. Jaleo mulai pergi, baru ia bisa bernafas lega. Berada di sekitar lelaki itu membuatnya harus menahan lara berulang ulang.

     Perlahan, bersamaan dengan tangannya yang bergerak memotong sayur, saat itu pula air matanya meluruh. Hatinya kembali perih, entah keberapa kalinya? Ia sendiri hampir terbiasa dengan semua. Ia sudah lelah... bolehkah ia mengeluh dan tak bersyukur atas hidupnya? Apa Tuhan akan memakluminya jika ia berhenti bersyukur?

     'Risa rindu bunda...'

•●●♡●●••

     "Mas... Futsalnya bisa besok kan?"

Suara Dari DeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang