Minji menghela napas panjang, menatap langit kelabu yang tak jua menampakkan tanda-tanda akan berhenti menangis. Udara dingin merasuk ke dalam tubuhnya, tetapi rasa sepi dan hampa di dalam hatinya jauh lebih menyesakkan. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Setiap kali hujan datang, kenangan tentang Taesan pun kembali menghampiri, seolah hujan itu sendiri adalah saksi dari kisah mereka yang kini hanya tinggal cerita.
Taesan selalu datang saat hujan, membawa payung besar yang cukup melindungi mereka berdua. Tidak hanya payung hitam itu, Taesan sendiri adalah perlindungan bagi Minji. Ia seperti perisai dari segala hal yang mengganggu-ketika Minji merasa lelah, sedih, atau tertekan, Taesan selalu hadir, menawarkan kenyamanan yang begitu alami. Senyum tenangnya, sikap lembutnya, semuanya adalah bentuk perlindungan, seperti payung yang menghalangi hujan deras agar tidak membasahi Minji. Bersama Taesan, Minji merasa aman. Bahkan ketika keluarga Taesan menentang hubungan mereka, Minji selalu yakin bahwa Taesan adalah pelindungnya, bahwa mereka bisa menghadapi segalanya bersama.
Namun kenyataan berkata lain. Hubungan mereka tak mampu bertahan di tengah tekanan yang terus-menerus dari keluarga Taesan, terutama ibunya. Minji tahu, Taesan berjuang, namun pada akhirnya, ia memilih untuk menyerah. Tidak hanya meninggalkan Minji, tapi juga menyerahkan dirinya pada keputusan keluarganya. Kini Taesan bertunangan dengan Haneul, wanita pilihan ibunya-bukan pilihan hatinya. Dan sejak itu, payung yang biasa melindungi mereka dari hujan tak lagi ada. Minji harus menghadapi hujan sendirian.
Malam ini, hujan turun begitu deras, seolah langit sedang mengisahkan ulang luka yang sama. Minji tidak membawa payung, tapi kali ini, ia tak ingin berteduh. Biarlah hujan menemaninya, ia pikir, karena dalam hujan itulah ia masih merasa terhubung dengan kenangan akan Taesan.
Pintu minimarket terbuka dengan bunyi bel kecil yang menggelegar di antara keheningan. Minji menoleh, dan saat itu, hatinya tersentak. Taesan berdiri di sana.
Sosoknya tampak seperti mimpi yang tiba-tiba hadir di hadapan Minji. Masih dengan wajah yang sama, payung hitam yang sama, tetapi dengan sorot mata yang berbeda. Dulu, setiap kali hujan turun dan Taesan datang, Minji selalu merasa kehangatan merayapi hatinya. Namun kali ini, yang ia rasakan hanyalah canggung dan ketegangan yang begitu tebal.
Mata mereka bertemu, dan untuk beberapa detik, keduanya hanya diam, tak mampu berkata apa-apa. Hati Minji bergemuruh, seolah-olah rintik hujan di luar mengiringi detak jantungnya yang tak beraturan.
"Hai," suara Taesan terdengar ragu, pelan. Seolah kata itu adalah hal tersulit yang bisa ia ucapkan malam ini.
Minji terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas, "Hai." Suaranya nyaris tenggelam oleh derasnya hujan di luar, namun cukup untuk didengar Taesan.
Ada jarak yang tak terlihat di antara mereka. Dulu, setiap kali mereka bertemu, ada kehangatan yang menyelimuti. Payung yang dibawa Taesan bukan hanya perlindungan dari hujan, tapi dari segala hal yang membuat dunia terasa terlalu berat. Taesan adalah sandarannya, tempat Minji bisa bernafas tenang di tengah badai hidup. Seperti payung yang melindungi dari hujan deras, Taesan selalu ada, selalu hadir untuk menjaganya. Namun kini, payung itu terasa jauh, sama seperti Taesan yang sekarang tampak seperti orang asing.
"Aku nggak tahu kalau kamu di sini," kata Taesan, matanya melirik ke rak-rak di minimarket seolah mencari sesuatu untuk dijadikan topik pembicaraan.
Minji hanya mengangguk, merasakan keheningan yang menggantung di antara mereka semakin mencekik. "Aku... hanya menunggu hujan reda," jawabnya singkat, mencoba mengendalikan emosinya.
Taesan kembali diam, wajahnya menegang, seperti seseorang yang tahu bahwa percakapan ini takkan pernah mudah. Ia menatap payung di tangannya. Payung yang dulu selalu dibuka untuk melindungi Minji dari hujan kini terasa seperti pengingat pahit akan jarak yang kini ada di antara mereka. Hujan masih turun deras di luar, namun Minji tahu bahwa perlindungan itu tak lagi untuknya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Taesan tiba-tiba, suaranya terdengar lebih lembut, meski masih sarat dengan kecanggungan.
Minji terdiam, berusaha menata perasaannya. Pertanyaan sederhana itu terasa begitu asing sekarang. Mereka dulu berbagi segalanya, dari tawa, kesedihan, hingga mimpi-mimpi kecil di kala hujan. Tapi sekarang, bahkan pertanyaan sederhana tentang keadaan terasa rumit.
"Aku baik," jawab Minji akhirnya, meski ia sendiri tak yakin apakah ia benar-benar baik. "Kamu?"
Taesan tersenyum tipis, senyum yang dulu selalu membawa rasa hangat di hati Minji. Namun kini, senyum itu tidak lagi sama. "Aku juga baik," katanya pelan. "Banyak yang berubah."
Mereka berdua tahu perubahan apa yang ia maksud. Bukan hanya hubungan mereka, tapi juga Taesan yang sekarang bukan lagi milik Minji. Ia telah bertunangan dengan Haneul, wanita yang ibunya pilihkan untuknya. Hujan yang pernah menjadi saksi cinta mereka, kini juga menjadi saksi berakhirnya semua itu.
Taesan melirik arlojinya, seolah mencari alasan untuk pergi. "Aku... harus segera pulang. Ada yang menunggu," katanya, suaranya terdengar berat, penuh dengan sesuatu yang tak terucap. Minji tahu siapa yang menunggu-Haneul. Dan itulah kenyataan yang harus ia terima, meski hatinya terasa remuk.
Minji tersenyum tipis, meski hatinya terasa lebih berat dari sebelumnya. "Hati-hati di jalan," ucapnya. Hanya kata-kata sederhana, namun penuh dengan perasaan yang tak mungkin terungkap.
Taesan membuka payungnya dan melangkah keluar dari minimarket. Hujan terus mengguyur deras, membasahi jalanan di depannya. Minji hanya bisa memandang punggungnya yang semakin menjauh, hingga akhirnya hilang di balik tirai hujan.
Di bawah cahaya minimarket yang temaram, Minji berdiri sendirian. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa sendirian, tanpa Taesan dan tanpa payung yang dulu selalu melindunginya.
Hujan terus turun, tapi kali ini Minji tahu, tidak ada lagi yang akan datang untuk membawakan payung. Dan mungkin, itulah saatnya ia berhenti berharap. Hujan ini miliknya, bukan milik mereka lagi.
***
hai, hope you like it ^^
fyi ini nulisnya pas lagi hujan
-Anne
KAMU SEDANG MEMBACA
Under the Umbrella | Dongminji
FanfictionDongminji Oneshoot Sebuah payung yang tak akan lagi melindungi Minji.