BAB 2

2 0 0
                                    

Sesampainya di rumah sakit, Chester dan Camille langsung bergegas masuk dan menemui Cameron. "Di mana Mama, Pa?" tanya Camille dengan air mata yang terus mengalir. Cameron, dengan wajah penuh kesedihan dan keputusasaan, menjawab, "Catherine sudah meninggal, Camille."

Mendengar itu, Camille langsung terjatuh ke lantai dan pingsan. Chester, yang sejak tadi diam, dengan sigap menggendong Camille dan berteriak, "Suster!" Cameron berlari dengan panik, lalu mereka membawa Camille ke UGD untuk diperiksa.
Dokter mengatakan bahwa Camille hanya pingsan akibat syok dan mungkin sebentar lagi akan siuman. Cameron pun merasa sedikit lega. "Maafkan Papa ya, Nak, belum bisa menjaga Mama kamu, Catherine," ucap Cameron dengan tangannya yang terus mengelus kepala Camille.

Chester, yang selama ini menahan perasaannya, akhirnya berkata dengan suara bergetar, "Boleh aku melihat Mama?" Namun, ekspresinya tetap datar, seolah menahan emosi. Cameron menjelaskan dengan air mata yang tak bisa dibendung, "Catherine masih di ruang otopsi, Nak. Kecelakaannya sangat parah... mobilnya sampai meledak."

Chester langsung terduduk di kursi yang ada di ruang IGD, tempat Camille dirawat, karena sejak tadi mereka menemani Camille. Chester pergi meninggalkan ruang IGD, menuju ke rooftop, dan menelepon Fannie, nenek yang mengurusnya sejak kecil. "Grandma, Catherine meninggal dunia... Mama meninggal dunia, Grandma," kata Chester dengan tangis yang tak bisa ia tahan lagi.

"APAA? Catherine meninggal? Kenapa bisa?" tanya Fannie dengan nada seolah tak percaya.

"Iya, Grandma. Grandma ke sini ya sama Grandpa," ucap Chester dengan suara sesenggukan karena tangis yang sejak tadi ia tahan.

"Iya, Grandma berangkat sekarang dengan Grandpa. Kamu hati-hati ya di sana, jaga Camille," ucap Fannie dengan nada lembut, mencoba menenangkan Chester.

"Iya, Grandma," jawab Chester sebelum mematikan teleponnya.

Chester, yang masih berada di balkon, berteriak, "Kenapa kau meninggalkan aku lagi, Catherine? Kau tidak pernah sayang padaku!" Teriaknya penuh emosi yang terpendam. "Aku mau ke Alaska untuk bertemu denganmu, untuk bertanya kenapa kau menitipkan aku kepada grandma dan grandpa!" ucap Chester lagi dengan suara yang semakin lirih karena lemas, lalu jatuh terkulai di atas lantai rooftop yang dingin itu.

Chester terbangun saat matahari telah berganti dengan bulan yang menerangi malam. Chester kembali ke IGD, tempat Camille dirawat. Sebelum memasuki IGD, Chester sudah mendengar jeritan tangis Camille. Ia membuka pintu dan melihat Cameron sedang berusaha menenangkan Camille. Camille langsung berlari memeluk Chester. Awalnya, Chester membiarkannya, kemudian perlahan melepaskan pelukannya dan menuntunnya ke ranjang.

"Kau istirahatlah," ucap Chester dengan nada datar dan mata yang sayu. Setelah itu, Chester duduk di kursi yang ada di ruangan itu.

"Catherine masih di ruang otopsi. Mungkin besok bisa keluar dan dipindahkan ke ruang jenazah," ucap Cameron dengan suara yang hampir hilang. "Aku sudah menelepon Cedric dan Clifford. Mereka sudah berangkat dan akan tiba besok," sambungnya lagi.

Chester hanya menoleh tanpa merespons, lalu membuka ponselnya untuk mengirim pesan kepada neneknya, Fannie: 'Grandma sudah di mana?' Ia menunggu balasan, namun pesan itu belum juga direspon. Chester keluar dari ruangan dan pergi mengendarai mobil Camille tanpa arah.

"Kenapa seperti ini, Catherine?" ucapnya lagi dengan nada bergetar. Akhirnya, ia berhenti di sebuah taman, duduk di bangku taman, dan melamun memikirkan masa depan yang belum pasti.

Sementara itu, di rumah sakit, Camille masih terus menangis dan memaksa untuk melihat Catherine. "Aku mau lihat Mama, Pa, jangan halangi!" teriaknya pada ayahnya.

"Sabar ya, Nak," ucap Cameron seraya mengelus kepala Camille untuk menenangkan. Sejak tadi, Camille sudah dua kali pingsan karena masih syok. Saat ini, Camille sudah berada di ruang perawatan VVIP.

NEXT IS CONFUSING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang