Fajar membuka matanya dan menyadari bahwa tubuhnya tidak lagi menyentuh tanah. Ia melayang di udara, seperti benda-benda lain yang mengambang di sekitarnya—batu, ranting, bahkan dedaunan. Hutan yang dulu terasa akrab kini terasa begitu aneh, tanpa gravitasi untuk menariknya kembali ke bumi.
Dia meraih sebatang dahan untuk menghentikan dirinya dari terus melayang, tapi cengkeramannya tidak bertahan lama. "Apa yang terjadi di sini?" gumamnya dengan kebingungan yang semakin memuncak.
Di kejauhan, Fajar melihat pemandangan yang masih tampak familiar. Rumah Betang suku Dayak, besar dan kokoh, berdiri di tepi sungai. Rumah panjang itu terlihat seperti melawan gaya gravitasi yang tidak ada, dengan tiang-tiang besi yang menopang bangunannya, tetap kokoh di atas tanah. Beberapa tiang terbuat dari kayu besi yang terkenal kuat, material yang digunakan suku Dayak karena tahan lama dan dapat bertahan dari segala cuaca. Keberadaan rumah Betang di sini memberi Fajar rasa tenang meski dia melayang tanpa arah di sekitarnya.
Namun, gravitasi di dunia ini sepertinya sudah hilang sepenuhnya, membuat setiap langkah yang ia coba lakukan terasa sia-sia. Setiap kali dia mencoba mendorong dirinya ke arah rumah panjang, tubuhnya malah terlempar ke arah yang berlawanan. Fajar merasa seperti berada di tengah kehampaan yang mengisolasinya dari kenyataan.
Di tengah kebingungan, Fajar teringat cerita Kinar tentang legenda Dayak. Dalam legenda itu, ada cerita tentang elemen-elemen yang menjaga keseimbangan dunia. Jika salah satu elemen hilang, dunia akan jatuh ke dalam kekacauan, seperti yang ia alami sekarang. Elemen gravitasi, salah satu yang paling mendasar, mungkin adalah elemen yang hilang di dunia ini. Fajar tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dalam yang mengikat tempat ini dengan alam semesta yang seharusnya.
Setelah beberapa kali mencoba untuk bergerak, Fajar akhirnya menemukan sesuatu yang membuat jantungnya berdebar. Di kejauhan, ada sebuah batu besar yang tampak berbeda dari apa pun yang pernah dia lihat sebelumnya. Batu itu besar dan berkilauan di bawah sinar matahari yang samar, seolah-olah memiliki kekuatan tersendiri.
Dia teringat akan batu yang diceritakan dalam mitos Dayak, batu yang memiliki kekuatan untuk menjaga keseimbangan alam dan segala sesuatu di dalamnya. Apakah batu ini adalah salah satu elemen yang hilang, yang diperlukan untuk memulihkan gravitasi?
Dengan susah payah, Fajar mendorong tubuhnya mendekati batu tersebut. Setiap kali dia mendekat, udara di sekitarnya semakin berat, seperti gravitasi mulai perlahan-lahan kembali. Namun, ketika ia berada cukup dekat, suara dari dalam hutan mulai terdengar. Bukan suara binatang atau angin yang berhembus, tetapi suara bisikan yang menyeramkan. Suara itu seakan berasal dari tanah, pohon, dan udara itu sendiri.
Fajar mencoba mengabaikan bisikan-bisikan tersebut, tetapi semakin dekat dia ke batu, semakin kuat suara itu terdengar. Suara yang penuh dengan ketakutan, seolah-olah dunia ini berbicara kepadanya, memberitahu bahwa sesuatu sedang mengancam keseimbangan yang lebih besar.
“Aku harus mengambil batu ini,” pikir Fajar, menguatkan hatinya. Dia tahu bahwa batu ini adalah kunci untuk memulihkan gravitasi di dunia ini. Tetapi, ketika dia menyentuh batu itu, dia merasakan sesuatu yang aneh. Batu itu terasa hidup, berdenyut di bawah tangannya, seperti menyimpan energi yang jauh lebih besar dari apa yang bisa dia pahami.
Namun, sebelum Fajar bisa melakukan apa-apa, tanah di sekitarnya mulai bergetar. Batu-batu lain yang mengambang di udara jatuh dengan keras ke tanah, dan gravitasi mulai kembali dengan kekuatan penuh. Tubuh Fajar, yang tadi melayang tanpa arah, kini terseret turun dengan cepat, seolah-olah seluruh kekuatan bumi kembali menariknya ke bawah.
“Aku harus bergerak!” teriaknya dalam hati, mencoba melepaskan tangannya dari batu itu. Tapi batu itu tetap menggenggamnya, seperti tidak ingin dilepaskan. Gravitasi semakin kuat, menarik setiap benda ke tanah dengan kecepatan yang meningkat. Pohon-pohon tinggi di sekelilingnya mulai menunduk, ranting-ranting besar patah, dan dunia yang tadinya tenang kini berubah menjadi kekacauan.
Fajar akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari batu itu, namun dia jatuh ke tanah dengan keras. Tubuhnya terasa sakit, tetapi dia tahu bahwa waktunya semakin menipis. Batu ini adalah kunci untuk memulihkan keseimbangan, tetapi dia belum tahu bagaimana cara menggunakannya.
Saat dia mencoba bangkit, suara bisikan dari hutan kembali muncul, kali ini lebih keras dan lebih jelas. Suara itu berbicara tentang ancaman yang lebih besar, sesuatu yang akan datang jika elemen-elemen yang hilang tidak segera disatukan. Fajar mulai memahami bahwa ini bukan hanya tentang dunia tanpa gravitasi—ini tentang keseimbangan seluruh dunia.
Saat bisikan dari hutan semakin mendesak, Fajar menyadari bahwa dia harus segera menemukan cara untuk mengaktifkan kekuatan batu tersebut, atau seluruh dunia akan terjatuh ke dalam kekacauan yang lebih besar.