13. Semakin Jauh

5 1 0
                                        

Bunda belum juga membuka mata membuatku semakin hari di landa ketakutan. Setiap pulang sekolah, aku selalu membawa harapan kalau bunda akan terbangun dan menatapku hangat. Tapi pada kenyataannya, lagi dan lagi suasana ruangan yang dingin selalu menyambut ku.

Sudah jalan dua hari, terhitung setelah kejadian pada malam dimana aku dan Nata menciptakan jarak.  Aku takut mengganggu Nata dengan kehidupannya, sementara Nata untuk menjaga perasaan pujaannya.

Hubungan seperti itu memang sudah tidak aneh lagi dalam sebuah pertemanan kan? Datang dan pergi, hilang dan takkan kembali.

Menunggu memang sesuatu yang menyebalkan apalagi matahari sore sudah menyorot. Aku berdiri di depan gerbang menunggu ojek online yang tak kunjung datang.

Kalau ada Nata mungkin—ahh sudahlah.

Suara klakson menarik perhatian, mataku menyipit ketika seseorang yang berada dalam mobil di sebrang sana melambai ke arahku.

Suara klakson kembali terdengar, orang itu kembali melambai. Dia melambai padaku atau pada orang lain?

Ku lihat sekeliling, dan hanya ada aku yang di depan gerbang. Melihat lagi pada si pengendara, untuk memastikan aku menunjuk diriku sendiri. Ketika si pengendara mengangguk, dengan bingung aku menyebrang jalan untuk menghampiri mobil tersebut.

"Di panggil dari tadi juga!"

Aku mengerjapkan mata cepat, ketika menyadari si pemilik mobil adalah orang yang aku kenal.

"Aku kira bukan aku." Bela ku.

Wajah itu menyiratkan sedikit rasa kesal bahkan alisnya mengerut tak suka.

"Ayo naik, kamu ke rumah sakit kan?"

Menunggu ojek online pun lama, akhirnya aku memutuskan untuk ikut saja. Setelah duduk di samping Bima, aku memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah.

"Enggak sekolah?" Tanyaku, yang di jawab Bima dengan gelengan.

Setelah obrolan saat di kantin rumah sakit, hubungan kami tidak se canggung awal, atau mungkin hanya aku yang merasa canggung waktu itu. Kami beberapa kali bertemu dan beberapa kali juga kembali berbincang, karena adik Bima pun sama belum pulang dari rumah sakit karena masih proses penyembuhan.

"Terus habis dari mana?" Tanyaku lagi.

"Dari rumah ambil beberapa pakaian, sengaja lewat sekolah, siapa tahu ketemu kamu. Ternyata bener ketemu." Ungkapnya santai.

"Kurang kerjaan." Aku merespon diiringi tawa kecil.

Obrolan ringan terus berlanjut sampai di perjalanan aku melihat tempat belanja yang identik dengan warna merahnya.

"Bima turun disini sebentar, ada yang mau aku beli."

"Aku juga ada."

Setelah memarkirkan mobil di posisi yang pas, kami berdua turun. Sabun mandi ku habis dan perlengkapan mandi lainnya. Aku juga ingin membeli beberapa cemilan untuk di rumah sakit nanti. Nanti sisanya aku lihat-lihat lagi adakah yang cocok.

Keranjang yang aku bawa sudah di penuhi barang-barang yang aku perlukan tapi mataku masih tetap sigap melihat pada beberapa rak siapa tahu ada sesuatu yang aku perlukan lagi. Aku tidak tahu Bima kemana, karena tadi kami berpisah pada bagian yang kami perlukan masing-masing.

Sepertinya sudah, tinggal bayar kemudian cari Bima.

"Bima." Panggilku, ketika sosok yang aku cari terlihat tengah mengobrol bersama seseorang di depan sana.

Mereka menoleh, Bima dengan lambaian tangannya ke arahku, sementara orang yang di samping Bima menatapku datar.

"Sekalian ajak Sarah bareng." Ucap Bima ketika aku sudah ada di sampingnya.

Whitout You (SUDAH TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang