Chapter 36 : Another Side Of Him

153 17 10
                                    

If anybody sees her

Shine a light on her

(Shine a Light-McFly)


 

***

"Harsa!" pekik Arsen yang langsung berlari mendekati pemuda yang tergeletak itu disusul yang lainnya. Dada Arsen berdetak kencang. Bukan karena lelah telah bermain sampai akhir, tapi ia gemetar. Ketakutan menyertainya ketika badan Harsa tak bergerak sama sekali.

"Kamu minggir dulu, Arsen," ujar Coach Sandi yang sama paniknya.

Arsen tak bergerak sama sekali, pemuda itu sekarang malah meneteskan air matanya. Ia ingin mengelak dari kenyataan yang ada tapi yang dapat ia lakukan hanyalah menangis.

"Harsa, bangun...." lirihnya

"Arsen, saya bilang minggir! Chiko, Zaqi. bawa Arsen mundur," bentak Coach Sandi.

Chiko dan Zaqi langsung menuruti perintah pelatihnya. Coach Sandi dan paramedis langsung mengerubungi Harsa membuat para penonton ikut merasakan ketegangan yang ada. Tak sedikit di antara mereka juga saling berbisik-bisik

"Gak mungkin...," lirih Jaffan dalam hati. Ia langsung terduduk ke kursi tribun dengan tatapan kosong yang telah digenangi air.

"Ma, Kak Harsa baik-baik aja, kan? Ma ... kakak, ma..." Hasya bergetar. Dia langsung memeluk sang mama dengan erat dan menangis bersama dengan histeris.

Sementara itu, papa Harsa langsung turun ke lapangan, tak menghiraukan petugas keamanan yang melarangnya. la terus berkata "anakku" seolah itu mantra yang dapat membuat Harsa kembali sadar.

"Kita bawa ke rumah sakit, sekarang!"

Badan Harsa langsung dibopong oleh paramedis. Saat Coach Sandi akan menyusul, ia lebih dulu dihentikan oleh Ayah dari anak didiknya itu.

"Anak Saya kenapa?"

Coach Sandi tiba-tiba tercekat. la sampai memalingkan wajah karena ia tak mau mengatakan yang sebenarya.

"Jawab Saya! Anak Saya kenapa?!"

"Jantung Harsa berhenti. Kita harus membawanya ke rumah sakit." Detik itu juga Ayah dari Harsa terjatuh di atas lututnya. Hatinya juga ikut jatuh, menimbulkan nyeri yang entah apa obatnya.

Perlahan air matanya keluar, pria paruh baya itu meremas dada sebelah kirinya. "Ya Allah..."

Ibarat bunga matahari di malam hari, kemenangan pertandingan basket yang harusnya dirayakan dengan suka cita, mau tak mau harus diakhiri dengan sebuah duka.


***

Bel sekolah berbunyi menandakan kegiatan belajar hari ini akan segera dimulai. Terlihat beberapa siswa tampak gaduh memasuki kelas masing-masing tak terkecuali kelas XI-IPS-1. Tak lama kemudian, pak Sugeng memasuki kelas. Ia menyapa murid-muridnya dilanjut dengan mulai mengecek kehadiran.

“Harsa—“ ucapannya terhenti di udara. Ia segera sadar bahwa ia lupa mencoret nama yang tak akan lagi berada di kelasnya itu. Karena ia mengucapkan nama itu, suasana kelas kembali membiru. Sunyi dan dingin.

Kalau ada orang yang merasa sangat terpukul atas meninggalnya Harsa selain keluarga dan sahabatnya, maka orang itu adalah pak Sugeng. Pria lima puluh tahun itu memang sering sekali mengomel pada Harsa, tapi tak dapat dipungkiri bahwa kehilangannya akan meninggalkan perasaan hampa yang menyakitkan.

ETERNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang