"Mungkin jika kau mengisap kejantananku, aku akan memaafkanmu."
Kedua mataku melotot, ucapannya terdengar sangat santai dan tanpa beban. Apa dia bilang? Sialan, pria ini benar-benar kurang ajar!
"Kau gila? Aku tidak mau!"
"Jadi kau memilih aku mengi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
VELLA POV
Akhir bulan desember seperti tahun yang lalu, salju turun dengan deras. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, tapi aku masih bermalas-masalan di balik selimut hangatku. Di luar sangat dingin, so, aku akan berencana membolos sekolah.
"VELLA!! wake up! Apa kau tidak kesekolah?!"
Teriakan Morone terdengar, mengganggu kenyamananku. Dia kakakku satu-satunya, laki-laki berusia dua puluh dua tahun, sementara aku berusia delapan belas tahun yang artinya jarak umur kami empat tahun.
"Vella! Kau mendengarku tidak?!"
Seruan Morone terdengar lagi, membuatku mengumpat pelan. Entah apa yang membuat pria sinting itu bangun cepat, biasanya Morone masih belum bangun karena pria itu tidur seperti orang mati, jika aku pulang sekolah, barulah aku sendiri yang membangunkannya.
"Ya-ya, aku mendengarmu!"
"Cepat mandi dan bersiap, atau aku akan merobohkan pintu ini!"
Aku memutar bola mataku malas. "Ya, aku mandi sekarang." Aku tidak berani melawan pada Morone, karena jika pria bodoh itu sudah marah, dia akan berubah seperti banteng jantan mengamuk dan itu terlihat sangat menyeramkan.
Namun meskipun begitu, Morone sangat perhatian padaku. Dia selalu memastikan aku tidak berkencan dengan pria yang salah, Morone selalu berubah menjadi kakak protektif jika dia mendengarku berpacaran.
Di rumah sederhana bernuansa klasik eropa ini hanya aku dan Morone. Kami masih memiliki Ayah dan Ibu, tapi mereka tinggal di desa bersama kakek dan nenek, sementara aku memilih menyusul Morone tinggal di kota.
Setelah mandi dan menyiapkan keperluan sekolah, aku pun keluar dari kamar, sambil memasukkan ponselku kedalam tas. Sekarang pukul 7 pagi, well.. ternyata aku menghabiskan waktu selama satu jam, dan hanya tiga puluh menit lagi waktu untuk sarapan dan berangkat sekolah. Beruntungnya gedung sekolahku dekat, aku hanya berjalan kaki melewati sepuluh rumah, dan aku pun langsung sampai di sekolahku tanpa kelelahan.
Saat melangkah menuju ruang tamu, aku mendengar Morone sedang berbicara dengan seorang pria. Apa karena pria itu yang membuatnya bangun cepat?
Itu tidak penting, karena saat ini aku langsung merasa jantungku berdebar ketika mengenal pemilik suara rendah itu. Drake, dia merupakan teman dekat Kakakku, bisa di katakan mereka sahabat. Dia memiliki wajah yang tampan, garis rahang yang tegas, tubuhnya tinggi berotot, rambutnya ikal brunette, dan berkulit tan eksotis. Dia sempurna di mataku, dan dia juga benar-benar pria tipeku. Aku tidak menyukai pria berkulit putih, karena menurutku yang esksotis lebih hot dan matang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.