Peran

11 3 1
                                    

"Kenapa dia?" Tanya Ayah Selena, rupanya Marro keheranan dengan mood putrinya yang kadang naik turun itu

"Om tau, pertumbuhan anak bukan hanya tumbuh tinggi dan sehat saja. Tapi hormon pubertas juga akan muncul dan juga bisa memengaruhi kesehariannya. Om bisa lebih perhatian dengannya selagi bisa bertemu. Karena 10 tahun baginya itu sangat berat tanpa orang tua" Ucap Sania dengan telaten memberi tahu

"Oh, aku melupakan ini. Jika ibunya masih hidup, pastikan tidak lupa untuk memeluk anaknya" lanjutnya kemudian berlalu pergi

Meninggalkan Marro yang sedang terdiam menatap lurus tanpa bergerak sama sekali, rupanya ayah Selena itu diserang satu fakta yang bahkan sebelumnya tidak pernah terpikirkan sebelumnya

"Dia sangat berhasil menjadi suami yang baik, bisa menjaga istrinya dan juga mengidupi istrinya dengan layak. Namun dia gagal menjadi ayah yang baik

"Lain kali, kalau anak muda sedang berpendapat, kita dengarkan dulu. Siapa tahu pendapat mereka lebih rasional karena tidak berada dipihak manapun, berbeda dengan kita yang sudah menginjak usia tua ini" Rupanya, setelah Sania pergi Ayah Migel menghampiri ayah Selena

"Aku sempat menentang semua yang dikatakan Migel, namun setelah dipikir-pikir, dia ada benarnya juga. Keegoisan tidak akan ada ujungnya, termasuk rasa iri hati yang orang lain tidak bisa menghentikannya, kecuali kemauan diri sendiri" lanjutnya sambil menepuk pelan pundak Marro memberi tahu sedikit pengalaman

Kemudian kembali duduk kedalam, meninggalkan Marro yang sedang berada di balkon memandangi jalanan lewat atas. Orang-orang dibawah terlihat kecil, begitu juga cara orang-orang dibawah melihatnya. Karna memang pada dasarnya kita semua sama

———

Keadaan di pasar begitu memprihatinkan, ada satu lapak yang dirusak habis sampai tak tersisa satupun barang yang bisa diselamatkan. Lapak lain juga kurang lebih sama namun pemilik masih sempat menyelamatkan dagangannya

Kejadiannya terjadi begitu cepat, begitu cepat namun sangat membekas di pikiran para pedagang dan pengunjung yang sedang berbelanja

"Mereka pergi, tapi ini.." Roman tak bisa melanjutkan kata-katanya

"Sangat kacau" Ucap Sen

"Sial, kita kehilangan jejak" Ucap termuda setelah tadi sempat mengejar para pembuat ulah bersama Migel dan juga Sior

"Mereka tidak banyak, seharusnya kita bisa menghentikannya" Kata Migel yang masih dengan pikiran positifnya, Rigo mengangguk setuju "Pasti masih ada beberapa yang tertinggal disini, mau itu orang yang disuruh mengawasi atau barang bukti yang bisa kita jadikan petunjuk nanti" Kata Rigo

"Kalau begitu kita berpencar, cari sesuatu yang bisa membawa kita ke mereka" Sior yang tertua mengintruksikan. Dan tanpa babibu lagi, para pemuda itu sudah berada di berbagai titik. Matanya begitu fokus untuk mengamati area pasar. Juga mereka membantu beberapa pedagang untuk menata kembali dagangannya, menyingkirkan benda-benda yang menghalangi jalan akibat penyerangan

Deysan yang tadi datang terlambat pun langsung ikut beraksi. Tangannya begitu cekatan membantu kakek-kakek yang sayurnya berjatuhan. Untung saja jatuhnya masih di tanah yang beralas, jadi ada yang masih bisa diamankan

"Kakek tidak apa-apa? Apa mereka melukai kakek?" Tanyanya dengan tangan yang sibuk mengambil sayur ini dan itu lalu merapihkannya

Kakek yang dimaksud tersenyum lebar, entah kenapa senyumannya membuah Deysan merasa kasihan. Dengan kondisi yang saat ini, kakek itu masih bisa tersenyum seperti tidak terjadi sesuatu yang buruk dihidupnya

"Tidak apa-apa nak, kakek tidak terluka" Jawabnya. Membuat Deysan membalas senyum tulus dari kakek itu

"Kakek bisa kembali pulang setelah ini, Aku akan membeli sayurnya yang tersisa untuk ku masak nanti. Kebetulan, aku mempunyai keluarga yang banyak. Jadi harus memasak yang banyak juga" Kalimat Deysan baru saja membuat kakek itu tertegun dan terharu

Bloodline RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang