Tentang Shanaya, Anjani tak ketahui banyak hal selain nama. Rupanya pun baru pertama kali Anjani melihatnya. Anjani sengaja tak cari tahu demi jaga kewarasan diri. Agar hatinya sekadar patah dan tak sampai porak poranda. Tahu Danu confess duluan saja sudah membuat Anjani merasa kalah, bakal hancur lebur Anjani seandainya tahu seberapa sempurna Shanaya. Jadi ia pun membiarkan dirinya clueless atas segala hal mengenai perempuan itu. Sebab jatuh cintanya Danu waktu itu tak biasa. Kentara lagi kasmarannya meski tak bercerita. Danu menyimpan kisah cintanya rapat-rapat. Tak curhat sebagaimana Anjani yang sering kali berlagak antuasis pamerkan keseruan hubungan pura-puranya. Danu cuma memberitahu sudah tidak single lagi, resmi jalin hubungan dengan wanita bernama Shanaya, dan sudah. Tidak ada informasi lain-lain. Namun, ada baiknya bagi Anjani, sebab cemburu jadi tidak sering-sering menyapanya.
Sekarang, selagi menyaksikan Danu dan Shanaya bertukar kata sembari saling lempar sedikit tawa, Anjani merasa hampa. Kendati Danu telah dimenangkannya, tapi Anjani tidak merasa menang. Tidak senang. Itu adalah Shanaya, perempuan yang menolak lamaran Danu. Perempuan yang semisalnya menerima tawaran Danu untuk hidup bersama, berarti posisi Anjani kini pasti jadi miliknya. Lalu Anjani menyadari jika Shanaya tetap pemenangnya. Sejak awal nihil kesempatan untuk Anjani menyaingi Shanaya. Danu menikahi Anjani atas dasar rasa putus asa akibat penolakan Shanaya, bukankah inilah kekalahan sesungguhnya? Anjani hanya pilihan kedua ketika pilihan pertama tidak sesuai rencana. Anjani cuma plan B.
"Sorry waktu itu saya enggak datang ke wedding kamu, Nu. Padahal saya udah cancel jadwal show sampai kena omel agensi, tapi something yang gak terduga tiba-tiba terjadi dan yeah ... sorry for missing your happy moment."
"Gapapa, aku tau kamu sibuk."
"So ...." Shanaya menggeser sekilas tatapannya ke samping Danu, lantas kembali memandang Danu dengan sorot hangat. Shanaya menyungging senyum kecil, berkata " ... I think you managed to win that silent battle, Nu."
"Berkat kamu, Shanaya."
"Iya, berkat saya." Shanaya tergelak kecil. Matanya memendarkan binar jenaka. "Kalau kamu enggak ketemu saya mungkin kamu gak akan sampai ke titik ini. Enggak bakalan sebahagia sekarang," kelakarnya yang diangguki oleh Danu. Tangan Shanaya kemudian terulur ke hadapan Anjani, mengajak berkenalan. Ia sebutkan namanya dan Anjani pun melakukan hal yang sama. Dengan itu kini Shanaya dan Anjani resmi saling mengenal. Tidak banyak obrolan tercipta sebab Shanaya miliki janji temu dalam dua puluh menit. Ia pun pamitan, tapi sebelum hengkang sempat berbasa-basi mengajak Anjani ngopi lain kali, diiyakan Anjani pakai anggukan dan senyuman canggung.
Selepas kepergian Shanaya, Anjani langsung pergi ke lantai dua. Tidak menyahut ketika Danu menanyakan mau ke mana. Mau ngambek. Anjani pokoknya mau mogok ngomong sama Danu untuk sebulan ke depan. Anjani keki banget mendengar Danu bicara selembut itu kepada perempuan lain. Aku-kamu? Apa-apaan! Ke Anjani aja lo-gue padahal sudah jadi pasangan.
Anjani meringkuk di sofa panjang. Tutupi wajahnya dengan bantal. Ia biarkan air meleleh di sudut mata. Menangis tanpa suara. Sesak sekali dadanya. Anjani benci ketika Danu mengingat kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan perempuan lain. Benci saat Danu ingat tanggal lahir perempuan lain. Anjani tidak suka atas kenyataan bahwa dunia Danu tidak diisi Anjani sepenuhnya. Anjani cemburu banget!
"Ayang?" Danu memanggil begitu kaki melangkahi ambang pintu ruangan.
Anjani bergerak perlahan membawa miring badan ke arah punggung sofa demi menghindari si lelaki yang kini bersimpuh di dekat kepalanya. Dapat Anjani rasakan elusan lembut jemari Danu di antara helai rambutnya, tapi buru-buru ia tepis kuat, didorongnya dada Danu sambil memintanya pergi.
"Anja—"
"Lo jahat!"
"Hei—"
"Cowok jahat!"
![](https://img.wattpad.com/cover/376734015-288-k540440.jpg)