SATU | Jangan!

3 1 0
                                    


Seperti pulang sekolah sebelum-sebelumnya, Gantari mengintip dulu ibu dan adik-adiknya yang tengah bercengkrama di halaman depan rumah mereka yang terlihat asri. Setelah merekam wajah ibunya yang tersenyum dalam otaknya, dia turun dari tangga kayu di rumah kosong itu.

Motor bebek milik Gantari sudah menunggu di pinggir jalan dimana ia memarkirkannya dengan sembarang. Dengan kecepatan sedang, gadis itu mengendari motornya menuju rumah keluarga Nalin, sahabat sekaligus anak majikan ayahnya.

"Ayah!" seru Gantari dari kejauhan seraya meletakan helm di stang motornya. Ia melambai-lambai, menyapa sang Ayah yang sedang membersihkan mobil.

"Kok, nggak langsung pulang?" tanya ayahnya. Sejenak meninggalkan aktivitasnya.

"Aku mau ketemu Nalin." Gantari memanjangkan lehernya, mencari keberadaan Nalin yang biasanya sedang bermain dengan kucing.

Ayah menghembuskan napas. "Non Nalin lagi istirahat di kamarnya. Dia baru aja diantar guru karena pingsan. Kamu jangan berisik kalau mau lihat dia, ya?"

Lagi? Gantari menggigit bibirnya, resah. Sudah kesekian kali Nalin terpaksa pulang dari sekolah karena tak sadarkan diri. Akhir-akhir ini gadis itu begitu lemah. Mudah sekali terserang sakit. Bahkan bisa sampai satu minggu Nalin tidak sekolah.

"Aku janji nggak akan ganggu, Yah. Cuma pengin lihat keadaannya."

Kediaman Nalin selalu terlihat sepi sebab kedua orang tuanya sering melakukan perjalan bisnis ke luar kota atau keluar negeri. Hari-harinya Nalin hanya ditemani pekerja di rumahnya dan kucing kesayangannya. Briar, kakaknya, jarang sekali pulang karena dia atlet yang sedang naik daun dan sedang sibuk melakukan persiapan olimpiade dalam bidang taekwondo.

Perlahan, Gantari menguak pintu kamar Nalin yang tidak dikunci. Dia menemukan gadis itu sedang bersandar sambil menatap gorden yang tertiup angin. Suara televisi terdengar memenuhi ruangan, tapi sepertinya Nalin tidak tertarik.

"Nalin, lo nggak tidur?"

Nalin menoleh. Matanya menyipit dan sudut-sudut bibirnya yang pucat terangkat. Membentuk lengkung lembut. "Lo udah pulang? Sini, kita bikin manik-manik lagi."

Gantari meletakan tasnya di atas karpet berbulu dan bergabung dengan Nalin yang mengambil manik-manik untuk membuat gelang. "Lo udah makan?"

"Udah, kok." jawab Nalin seolah tahu apa yang Gantari khawatirkan. "Nanti malam lo nginap di sini, ya, please?"

Gantari membiarkan Nalin menyelesaikan gelangnya, sementara dirinya merebahkan diri di atas karpet. Kalau soal kreatifitas, Nalin lebih unggul darinya. "Nanti gue bilang Ayah dulu, deh."

"Oke." Nalin mulai menyelam dengan keseriusannya.

"Lo sakit apa kata dokter? akhir-akhir ini lo makin sering pingsan tahu." Gantari memiringkan kepalanya.

Nalin menggunting karet gelangnya. "Gue kecapekan doang. Akhir-akhir ini, kegiatan gue di sekolah makin banyak."

Gantari membenamkan wajahnya pada bantal. "Sama," dia menyibak rambutnya yang menutup wajah dengan kesal. "Badan gue rasanya sakit semua." dia meraba lengannya.

"Itu kan kemauan lo, taekwondo. Lo kan mau jadi atlet profesionl." Nalin tertawa.

'Jessica Briar kembali mencetak prestasi! Atlet taekwondo tersebut berhasil mengalahkan rival terkuatnya Audrey-'

Don't Be FamousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang