Prolog

30 4 2
                                    

Tangis bayi berhasil memecah keheningan ruangan persalinan yang serba putih. Senyum mengembang di wajah cantiknya ketika melihat sang buah hati untuk pertama kalinya. Ia memperhatikan wajah mungil buah hatinya yang masih terlelap."Hidung dan mulutmu mirip sekali dengan ayahmu nak".

Pintu ruang persalinan terbuka dengan lebar, menampilkan sepasang suami istri yang tersenyum hangat dan mendekat ke ranjang."Selamat ya Mar, bayi kamu cantik banget". Ucap Ratna sambil memeluk Marina

"Makasih banyak kak ipar, semoga kakak cepet nyusul ya! kakak mau gendong ponakan kakak ngga?" Tawar Marina sambil menyodorkan bayi mumgil itu. Dengan sigap Ratna memasang kedua tangannya menerima bayi mungil itu."Kamu udah kasi nama belum bayinya Mar?".

Marina menggelengkan kepalanya dan fokus pada layar ponsel yang ia pegang. Marina bimbang untuk memeberitahu kabar bahagia ini kepada sang suaminya.

"Keponakan aku tadi udah di Adzanin belum dek?" Tanya Adnan suami Ratna dengan tiba-tiba

"Astagfirullah, Marina lupa mas." Ucap Marina sambil menepuk jidatnya

Mas Adnan mendekat ke arah Ratna dan mengumandangkan Adzan di telinga bayi itu dan kemudian mengecup kening dan kedua pipinya. "Semoga kamu dikelilingi orang-orang baik sayang"

"Suami kamu sudah dikabarin belum Mar?" Tanya Mas Adnan

"Belum mas, Marina takut kalau suami Marina marah"

Ratna mendekat mencoba menenangkan Marina yang sangat gelisah sambil menatap layar ponselnya."Udah kasi tau aja kabar gembira ini ke suamimu, apapun jenis kelaminnya dia pasti akan nerima kok Mar".

Setelah satu satu minggu kelahiran Amayra Shuka, bayi mungil dengan mata berwarna coklat dan bulu mata yang lentik. Suami Marina tiba di rumah dengan perasaan yang sanagt bahagis setelah beberapa bulan menunggu buah hatinya. perjalanan bisnis ke luar kota yang biasanya melelahkan terobati dengan kehadiran sang buah hati.

"Sayang!" Teriak lelaki yang suaranya menggema di ruangan. Satu persatu tangga ia naiki untuk menemui istri dan sang buah hati, hingga akhirnya berhentilah dia sebuah kamar yang telah ia siapkan untuk anaknya."Mas Irfan!" Panggil Marina dengan sangat lirih.sambil meneteskan air mata. Paham dengan perasaan sang istri Irfan kemudian mendekat dan menarik Marina ke dalam pelukannya.

"Maaf sayang aku enggak bisa nemenin kamu ketika persalinan, terimakasih telah melahirkan sang buah hati kita yang sangat ganteng"

Deg

Mendengar perkataan suaminya Marina merasa aliran darahnya terhenti dan badannya mematung. "Maafin aku mas, aku udah bohongin kamu" batin Marina. Melihat sang istri semakin keras menangis, Irfan mencium puncak kepalanya beberapa kali mencoba menenangkan."Udah dong sayang jangan nangis lagi! oh iya btw kamu udah kasi anak kita belum? aku udah siapin nama nih buat dia"

"Haa? beneran mas? kamu udah siapain nama buat anak kita?" tanya Marina dengan terkejut.

"Iya sayang, aku udah nyari dari jauh-jauh hari. Jadi nama anak kita Leonardo Edwin, gimana keren kan?"

"Leonardo Edwin? anak kita cewek mas bukan cowok. Pasti mas Irfan kecewa banget kalau tau aku udah bohongin dia" batin Marina

"Sayang! kamu kenapa sih aku perhatiin banyak ngelamun? Oh iya baby kita mana? aku pingin gendong dia"

"Hmm...enggak papa kok mas, baby kita masih tidur mas, itu di keranjang bayi" jawab Marina dengan jantung yang berdebar. Tanpa pikir panjang Irfan segera mengambil bayinya dari dalam keranjang dan menggendongnya."Sayang, tangan aku gemeter banget nih aku takut!". Marina mendekati Irfan yang sedang menggendong bayi mungil tersebut. "Pelan-pelan aja mas, enggak usah takut lagian bayi kita enggak bakal loncat kok".

"Halo anak ganteng! ini papa" ucap Irfan sambil tersenyum

"Mas! aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi janji kamu jangan marah ya"

"Ngomong apaan sih sayang? serius banget. Emang aku pernah ya marahin kamu? ngomong aja mau ngomong apa?"

"Sebenernya anak kita itu_______" Belum sempat Marina melanjutkan kalimatnya sang suami memotong kalimat itu dengan berkata."Sayang, liat anak kita bangun! aku perhatiin dia mirip kamu kalau senyum. Tapi, mata, bibir sama hidungnya gen aku semua"

"Iya mas, aku juga mikir gitu dia mirip banget sama kamu"

"Aku lepas ya topinya Edwin! kasian tau dia kegerahan kamu pakaiin topi terus" ucap Irfan melepas topi yang dikenakan snag buah hati. Irfan terkejut setelah memperhatikan kedua telinga sang buah hati yang telah memakai anting permata yang sangat kecil."Maksud kamu apa? kok bayi kita pakai anting?" tanya Irfan pada Marina yang diam tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jawab Mar! anak kita cowok kan? lalu ngapain kamu pakaiin anting?"

"Maaf mas, maaf" jawab Marina sambil menangis

"jadi bayi kita cewek Mar? kamu tega udah bohongin aku selama ini Mar" ucap Irfan sambil memberikan bayi itu ke pada Marina

"Maaf mas, aku bisa jelasin! menurut ku apapun jenis kelaminnya yang penting anak kita sehat"

"Tapi buat aku penting Mar, aku pernah bilang kan ke kamu kalau aku enggak mau anak kita cewek. Kalau anak kita cewek gugurin aja!" teriak Irfan

"Astogfirllah mas, jangan ngomong gitu dong, kasian bayi kita nangis kaget sama teriakan kamu"

"Aku enggak mau tau ya Mar, aku enggak mau liat muka dia lagi di rumah ini. Buang aja dia ke panti asuhan!!"

"Mas! ini darah daging kita, enggak pantes kamu ngomong kayak gitu" teriak Marina diiringi isakan tangis

"Gue enggak mau tau ya Mar, gimana cara lu buat buang anak pembawa sial itu dari rumah ini"

"Mass anak kita punya nama, namanya Amayra Sukha yang artinya pembawa kebagiaan. Jadi kamu jangan khawatir anak kita enggak akan jadi pembawa sial mas". Mendengar arti nama itu wajah Irfan seketika memerah terlihat siap menyantap mangsa didepannya" Kalau kamu tetep kekeh ngerawat bayi pembawa sial ini, aku yang akan keluar dari sini!!".

Mendengar itu seketika badan Marina jatuh di lantai dan menangis dengan sesenggukan. Bagaimana mungkin ia disuruh memilih suami dan anaknya, itu hal yang mustahil karena keduanya sangat berarti bagi Marina. Melihat Marina tak memberi jawaban apapun, Irfan kemudian melangkah kan kakinya keluar dari kamar tersebut dan membanting pintu dengan sangat keras. "Kalau itu mau kamu, oke aku yang keluar!"

"Mass, mas Irfan! Jangan gitu dong mas. Kita bisa omongin ini baik-baik" ucap Marina menuruni tangga satu persatu mengejar sang suami. Namun nihil suaminya pergi meninggalkan pekarangan rumah dan melajukan mobilnya dengan sangat kencang.

"Apakah ini akhir dari rumah tanggaku" batin Marina sambil memegang dadanya yang terasa sakit.

"Mar! Ada apa? Kenapa kamu nangis kayak gini?" Tanya kakak ipar
"Rumah tangga yang telah aku pertahanin selama ini hancur mbak. Hancur!!!" Ucap Marina kemudian memeluk sang kakak ipar

"Jangan ngomong kayak gitu Mar, masuk dulu aja yuk! Pasti nanti Irfan pulang kok"

"Iyaa kalau pulang kalau enggak gimana mbak? Mas Irfan udah marah banget sama aku"

"Pasti ada jalan keluarnya kok Mar, sabar yaa"

"Tapi aku enggak bisa kehilangan lelaki yang aku cintai mbak! Aku juga enggak tau kenapa mas Irfan benci banget sama bayi perempuan. Apa mungkin pernikahan ku emang hancur sampai sini mbak? Tanya Marina yang masih menangis sesenggukan



DI BALIK DINDING KAMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang