"Mereka bahkan lebih menakutkan dari api. Mereka benci api, tapi mereka tidak takut dengan sang anala. Disaat orang-orang menjauh, mereka berlari mendekat. Mereka dekat dengan api, tapi mereka tidak bersahabat."
Petugas pemadam kebakaran mugkin seri...
Dua pria yang memakai helm jenis dan warna berbeda turun dari motor yang sama. Keduanya terlihat berburu-buru melepas helm lalu berjalan mendekati rumah sederhana bercat putih. Dua pria yang memiliki hubungan darah itu terlihat melepas sepatunya sembarang lalu menapakkan kaki di teras berubin hitam. Zaenal yang berjalan lebih dulu menarik knop pintu lalu mendorongnya. "Assalamualaikum," ucapnya bersamaan dengan adiknya, yaitu Jenin.
Kakak beradik itu bersamaan masuk ke dalam rumah. Rumah sederhana yang tidak memiliki ruang tamu yang tidak terlalu luas, tapi melihat beberapa foto yang terpajang di dinding, bisa membuktikan kalau rumah itu sangat hangat meski sederhana. Keduanya berjalan beriringan menuju ruangan yang sama.
"Ibu." Lagi-lagi keduanya bersuara bersamaan setelah pintu ruangan yang dituju keduanya terbuka. Keduanya berjalan cepat menuju seorang wanita berhijab besar yang sedang terbaring di atas tempat tidur.
Lita, wanita cantik berkulit putih itu membuka matanya perlahan lalu tersenyum sangat manis melihat kedua putranya yang sudah lama tidak terlihat bersama. "Zaenal, Jenin, kalian pulang?" lirihnya seraya mencoba untuk duduk.
"Ibu tiduran saja." Zaenal yang sudah duduk di pinggiran ranjang mencoba menahan wanita yang sudah melahirkannya agar tetap berbaring.
"Ibu sudah dari tadi tiduran." Lita tetap mencoba untuk duduk. "Oh iya, kenapa kalian pulang?" Wanita cantik menyamankan duduknya setelah berhasil duduk dibantu kedua putranya. Mata kecilnya menatap kedua anaknya bergantian. "Jangan bilang—"
"Zyan kasih tau Bang Enal sama Bang Enin kalau ibu habis ditabrak orang." Suara berat pemuda membuat tiga orang di dalam kamar menoleh bersama ke arah pintu.
Zyan Chandrakanta, adik dari Zaenal dan Jenin. Pemuda tampan yang kini sudah berusia 16 tahun, menggaruk tengkuknya setelah mendapat tatapan tajam ibunya, tapi bibirnya tersenyum puas karena berhasil membuat kedua kakaknya pulang bersama.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Zyan Chandrakanta)
"Ibu sudah bilang, jangan kasih tahu abang-abang kamu. Lagian ibu cuma keserempet." Wanita paruh baya itu mencoba menjelaskan keadaannya kalau yang diucapkan putra bungsunya tidak sepenuhnya benar. Dia hanya diserempet saat berada di pasar.
"Ya emang kenapa, Bu? Kita berdua juga berhak tahu kondisi ibu," ujar Zaenal seraya mengelus punggung tangan ibunya yang mulai mengeriput.
"Benar, Bu. Kita berdua nggak mau jadi durhaka karena nggak tahu kabar dan kondisi ibu," sambung Jenin.
Wanita berhidung mancung itu menoleh kedua putranya bergantian. Bibirnya tersenyum tipis melihat sedikit kekompakan dua putranya yang mengkhawatirkannya. Melihat keduanya sudah lama tidak akur, membuat hatinya menghangat.
"Mana yang sakit, Bu?"
"Sudah ke dokter belum?"
Kakak beradik itu berebut mencari perhatian terhadap ibunya. Keduanya sampai lupa kalau ada adik bungsu mereka yang kini sedang tersenyum lebar diambang pintu. Zyan harap, ini bukan sementara, ia harap ini akhir dari perseteruan dua kakaknya. Lama-lama muak juga memiliki dua kakak yang tidak akur.