Pagi itu, udara segar terasa ringan dan menyenangkan. Aira tertawa terbahak-bahak di punggung Alaric ketika mereka melangkah masuk ke rumah setelah lari pagi di Minggu pagi yang cerah. Alaric tampak santai menggendong Aira, seolah-olah bobotnya tak lebih berat dari sehelai bulu, sementara Aira masih tertawa geli setelah obrolan mereka di sepanjang jalan.
Namun, ketika mereka tiba di ruang tamu, tawa keduanya mereda saat melihat tiga sosok duduk di sofa— Berlian, Perempuan Sebaya Alisha, dan Alisha. Berlian duduk di sofa dengan senyum manis yang langsung membuat mata Aira menyipit. Dia selalu tahu ada sesuatu dalam cara Berlian memandang Alaric, dan Aira tak pernah menyukai gadis itu.
Aira masih berada di punggung Alaric, berbisik sambil memandang Berlian dengan ekspresi datar "Aku rasa kita harus latihan lari lebih jauh deh, Bang. Supaya nggak ketemu tamu nggak diundang."
Alaric tertawa kecil, lalu menurunkan Aira perlahan "Duh, Sayangnya Abang, cemburu? Adek, lucu banget sih."
Aira merapikan rambutnya sambil melirik sinis ke arah Berlian "Siapa yang cemburu? Aku cuma heran aja... bisa-bisanya dia datang pagi-pagi begini."
Alisha berdiri dari sofa dengan senyum ramah, menyambut kedatangan kedua anaknya "Abang, Adek! Udah selesai lari paginya?" Pertantaan Alisha dijawab dengan anggukan ramah oleh Aira dan Alaric.
Berlian ikut tersenyum dengan nada ramah tapi lirikan matanya penuh arti pada Alaric
"Aira, Alaric. Abis menikmati waktu weekend ya?lAira tersenyum balik dengan manis tapi penuh arti "Oh, tentu. Kita punya kebiasaan ini setiap minggu. Rasanya selalu spesial, kan,Abang?" Aira meraih tangan Alaric, menggenggam erat.
Alaric tersenyum melihat sikap posesif Aira dan meremas lembut tangannya "Bener, Aira yang selalu ngajak dan ngajarin aku buat rajin olahraga pagi. Jadi, sekarang aku ketagihan, dan sudah menjadi rutinitas aku sama Aira, tentunya."
Berlian tertawa kecil, tampak sedikit tersipu tapi masih mencoba bersikap tenang "Itu bagus! Menjaga kesehatan itu penting, kan? Kebetulan, aku juga suka olahraga. Siapa tahu kita bertiga bisa latihan bareng suatu waktu?"
Aira tertawa kecil dengan nada menyentil
"Kalau soal olahraga, Abang nggak pernah keberatan sama sekali kalau berlatihnya cuma sama aku aja, kan, Bang?"Alaric tertawa sambil mengangguk, menatap Berlian dengan ramah namun tegas "Iya, Adek. Lagipula, aku lebih fokus kalau olahraga sama Aira." Alaric mengedipkan satu matanya pada Aira.
Berlian jadi sedikit canggung tapi mencoba tersenyum manis "Oh... ya, aku ngerti. Seru ya punya partner yang selalu bisa di ajak ngapain aja."
Aira berkata lirih namun terdengar tajam sambil tersenyum "Bener, banget. Partner yang selalu ada. Harus dijaga banget tau, partner kita. Soalnya ada yang selalu siap ngambil posisi kalau aku lagi nggak ada."
Alisha yang merasa arah pembicaraan Aira sedikit sarkas. Aira anaknya, Alisha tau bagaimana watak anaknya ini. Alisha tertawa kecil untuk mencairkan suasana "Abang ayo bawa adek nya ke atas, bersih bersih dulu nak, gaenak ada tamu tapi kalian masih keringetan kaya gitu."
Alaric menurut. Merangkul Aira, lalu membawanya naik ke lantai 2. Aira dan alaric meninggalkan ruang tamu, dengan Aira yang menatap sinis ke atah Berlian.
Alaric berbisik sambil tertawa kecil "Adek Cemburu ya? Adek nggak usah cemburu. Berlian itu tamu Mama, bukan tamu Abang."
Aira menyipitkan mata dan menatap Alaric dengan penuh arti "Aku bukannya cemburu. Aku cuma nggak suka ada cewe yang berusaha deketin Abang... apalagi dengan cara seperti itu. Pasti dia sekarang berasa gampang buat deketin abang, karna mamanya kenal sama mama kita."