20 Juli 2005. Pada pukul 5 pagi di sebuah Rumah sakit si cantik yang kelak bernama Haruna Asami menyerukan tangisnya dengan begitu nyaring, hiasi ruang bersalin dengan senyum bahagia dan rasa haru. Sang putri yang dinantikan akhirnya hadir.
Setelah bayi itu selesai dibersihkan, perawat dengan hati-hati menyerahkan nya. Ringan dekapan sang ibu menerima mahluk mungil yang nampak rentan dengan kulit kemerahan dan mata terpejam damai tersebut, kecupan sayang didaratkan pada kening bayinya.
"Anak bunda sayang," lirih Asha.
"Tumbuh menjadi anak yang baik ya nak. Ayah dan bunda akan selalu menyayangi kamu Haruna."
Hari itu dimana semua kebahagiaan seakan milik Haruna, tiada tangis atau kemurungan karena semua orang menyambut kelahiran seorang Haruna Asami, apapun buat Haruna bahkan tak ragu berlimpah curahan kasih sayang untuknya. Tuhan seolah membiarkan Haruna menikmati bahagia sebelum kesakitan menghantam anak manis itu.
Menginjak usia satu tahun semua lantas berubah.
"Tunawicara? Maksud anda Haruna bisu?"
"Dari gejala yang bisa kami diagnosis kami dengan ragu mengatakan iya. Ada masalah di pita suaranya yang membuat Haruna mengalami masalah dengan kemampuan berbicaranya."
Sejak pemeriksaan itu, Haruna bagaikan boneka rusak yang tak diperlukan lagi. Haruna terabaikan. Dulu saat menangis, belum sedetik pun semua akan berebut untuk menenangkan tetapi semua tidak lagi. Ibu, ayah dan semua seolah bisu. Bentak dan caci menjadi makanan sehari-hari Haruna sejak ia menghirup udara di dunia yang sulit untuk dipahami ini.
Usia enam tahun Haruna pernah tak sengaja menumpahkan segelas susu pada berkas Narendra, niat Haruna baik hanya ingin membawakan susu ke ayahnya tetapi siapa sangka akan kejadian seperti itu. Niat baik Haruna malah berbalik membuat anak itu dipukul karena dianggap merusak pekerjaan Narendra.
"Dasar pembawa sial! Gara-gara kamu pekerjaan saya berantakan! Mati saja kamu!"
"Dosa apa saya punya anak seperti kamu Haruna!" Tubuh kurus itu terus dihajar tanpa ampun oleh tangan kekar sang ayah.
Asha, ibu penyayang yang dulu berjanji memberinya kasih sayang hanya diam layaknya batu di depan pintu kamar mandi, tidak ada niat menyelamatkan Haruna dari kejamnya pukulan Narendra. Matanya seolah mengatakan Haruna pantas mendapatkan semua itu.
Berjalan waktunya sampai Haruna tak menyadari jika ia telah hidup selama enam belas tahun. Haruna semakin merasakan bagaimana orang-orang penuh kekurangan sepertinya tak mendapatkan tempat disisi mereka yang merasa sempurna. Tapi apa yang Haruna lakukan? Haruna terlalu lemah, dari kebisuan itu pun membuatnya tak bisa memgutarakan semua rasa sakit yang selama ini dirasakan.
"Orang cacat kayak lo tuh masih punya muka ya buat sekolah disini? Mentang-mentang bapak lo direktur lo nyogok buat masuk sini, iyakan?"
"Dengar gue Haruna! Lo tuh nggak pantas hidup. Orang kayak lo cuma buat polusi di dunia, hidup lo nggak ada gunanya buat sekitar!"
"Apa sih yang ngebut orang tua lo masih mau nampung orang cacat kayak lo? Kenapa mereka nggak kepikiran buang lo di sungai atau panti asuhan?"
Menyakitkan untuk di dengar? Tapi Haruna bisa apa selain berpasrah? Jika ia sudah bisu mlengapa tidak sekalian di tulikan? Bukankah itu lebih baik, Haruna tak bisa mendengar semua cemoohan orang-orang tentang kekurangannya. Haruna hidup dalam kesunyian dan keterdiaman.
Mengapa mereka selalu menyalahkan Haruna dan kondisinya? Bukankah ia tak pernah meminta dilahirkan bagaimana dan seperti apa? Jika ia bisa tentu tak mau berada dalam kondisinya sekarang.
Semburat kejingaan pada langit menjadi saksi bagaimana Haruna merenungkan diri di teras rumah dengan kucing putih yang senantiasa ia elus lembut di pangkuannya.
"Aku tidak berharap banyak. Asalkan aku dikuatkan dalam menghadapi orang-orang yang selalu menganggap kekurangan ku sebagai aib, keinginan bertahan ini akan tetap ada."
Terimakasih
Semoga suka ya, maaf jika masih banyak kesalahan kata atau penulisan. Mari bertemu sampai di akhir cerita💓🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Haruna
Teen FictionTerkadang Haruna berpikir, apakah karena ia memiliki sebuah kekurangan ia tak pantas mendapat sebuah cinta dan kehangatan?