Suasana Selasa pagi hari ini ramai seperti biasa. Jeno turun dari sepeda miliknya ketika sampai di simpang empat, menunggu lampu penyebrangan berubah menjadi hijau.
Pandangannya beralih memperhatikan sekitarnya di kanan dan kirinya ada anak muda berseraga SMA seperti dirinya, mungkin kelas satu. Lalu di depannya ada sepasang orang dewasa yang sepertinya akan berangkat kerja, di kanan orang dewasa tadi ada nenek-nenek yang sudah berusia mungkin lebih dari lima puluh lima tahun membawa tentengan yang terlihat berat di kedua tanganya.
Ketika lampu berubah berwarna hijau, Jeno segera menepuk nenek tadi, menawarkan bantuan.
"Saya bantu bawa, Bu." Ucap Jeno pelan ketika ibu itu berbalik.
"Oh, iya boleh nak. Terima kasih."
Jeno menaikan kedua tentengan nenek tadi di stang sepedanya. Ketika si nenek akan mengambil kembali barangnya Jeno bertanya kemana si nenek akan pergi.
"Itu mau ke halte itu." Tunjuk sang nenek pada halte yang berada di depan sekolah Jeno. Karna searah dengan tujuan Jeno menawarkan kembali bantuannya untuk membawakan barang sang nenek. Yang tentu saja tidak ditolak.
Menatap ibu berumur yang berjalan di hadapannya ini membuat Jeno teringat dengan neneknya yang berada di desa, membuatnya rindu.
"Nah sudah sampai. Terima kasih ya, nak-"
Jeno menunjukan bet namanya, yang dilihat sang nenek dengan sedikit menyipitkan mata karna sedang tidak membawa kacamata bacanya. "-oiya nak Jeno."
"Ini ada sedikit sedikit hadiah buat kamu." Dikiranya si nenek akan memberikan permen atau beberapa makanan kecil snack, tapi tidak. Jeno mendapatkan hadiah usapan kecil ke kepalanya.
Jeno tidak kecewa, tapi ketika usapan si nenek mencapai yang ketiga kalinya ia merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya. Dibarengi dengan hembusan angin kecil yang menggerakan rambutnya, Jeno tersadar si nenek menghilang dari hadapannya.
"Loh?? Kemana??" Padangannya ia edarkan ke seluruh penjuru, tapi masih tidak menemukan si nenek. Kalau saja ia tidak mendegar bel masuk sekolah, mungkin Jeno akan mencarinya tapi untuk saat ini ia merasa ia harus masuk dulu karena gebang akan segera ditutup.
"Mau masuk tidak itu yang di dekat jalan!?!?"
"IYA PAK, TUNGGU!!"
ⓡⓐⓓⓐⓡ
Jeno tidak pernah merasa seaneh ini dalam hidupnya. Dirinya akan berencana ke psikolog minggu depan jika hal aneh ini masih terus terjadi. Bagaimana bisa dirinya selalu melihat gambaran orang lain ketika sedang memegang tangan seseorang.
Awalnya ketika kelas olahraga, mereka diharuskan berpasang-pasangan untuk melakukan permainan adu panco. Guru olahraga tiba-tiba dipanggil kepala sekolah membuat kelas Jeno memilih untuk membuka turnamen adu panco dari pada disuruh memutari lapangan sepak bola sebanyak tiga kali.
"Lee Jeno vs Lee Haechan." Ucap seseorang yang tiba-tiba menjadi mc. Jeno jadi pembuka lomba adu panco hari ini. Hadiah yang diperebutkan hari ini adalah voucher makan siang sepuasnya di kantin sebagai Lee Minhyung (mantan pak ketua yang dipalak) donatur utamanya (dan hanya ia-iya saja).
"Udah siap belom?" Tanya Haechan tengil sambil menyingsingkan kedua lengan bajunya. Hari ini dia berfirasat akan menang karena, sudah bertemu dengan pujaan hati tadi saat memalak sepupu Jeno(Lee Minhyung).
"Ayok dah." Jeno mulai menggenggam tangan Haechan. Ada segatan kecil sebelum tiba-tiba Wajah Kak Minhyung melintas di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADAR
Teen FictionJeno terkenal sebagai dukun cintanya SMA Pramula, ia selalu menebak benar jodoh orang orang. Lalu crushnya (Renjun) datang untuk mencoba kemampuan Jeno yang terkenal itu. "Gimana?" Jeno mengerutkan dahi bingung, ia tidak melihat apapun. "Aku tidak...