WAHSYI BIN HARB
“Wahsyi bin Harb membunuh orang yang terbaik sesudah nabi Muhammad namun juga membunuh orang yang terjelek. (Ahli sejarah)
Siapakah orang yang melukai hati Rasulullah Saw. ketika membunuh paman beliau, Hamzah bin Abdul Muthalib pada perang Uhud? Siapakah yang menyenangkan hati beliau dengan membunuh Musailamah al-Kadzdzab pada perang Yamamah.
Dia adalah Wahsyi bin Harb, atau yang mempunyai julukan Abi Dasamah. Wahsyi mempunyai kisah yang sangat menarik, menyedihkan dan menegangkan. Siapkanlah pendengaran anda untuk mendengarkan kisah yang akan diceritakan sendiri oleh Wahsyi bin Harb. Wahsyi bercerita,
Dulu aku adalah seorang budak muda milik Muth’im bin ‘Adi, salah seorang pemimpin suku Quraisy. Pamannya bernama Thu’aimah. Thuaimah terbunuh di tangan Hamzah bin Abdul Muthalib pada perang badar. Muth’im bin Adi sangat sedih sekali dengan kematiannya. Dia bersumpah demi Latta dan ‘Uzza untuk membalas dendam kematian pamannya, dia juga berjanji akan membunuh pembunuh pamannya.
Muth’im bin Adi menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk membunuh Hamzah.
Tidak berselang lama setelah perang Badar kaum Qurasiy mengadakan kesepakatan untuk keluar ke Uhud, melampiaskan pembalasan mereka kepada Muhammad bin Abdillah, dan membalas kematian saudara-saudara mereka yang terbunuh di perang Badar. Kaum Quraisy menyiapkan pasukan perang mereka. Mereka menyatukan persekutuan mereka, lalu menyerahkan kepemimpinan mereka kepada Abu Sufyan bin Harb.
Abu Sufyan mempunyai gagasan untuk mengikutsertakan para pemimpin Quraisy yang mempunyai anak, ayah, saudara atau kerabat mereka yang terbunuh di Badar. Hal itu agar menambah semangat pasukan mereka dalam berperang dan meminimalisir pasukan yang melarikan diri. Di antara perempuan yang ikut serta dalam peperangan tersebut adalah istri Abu Sufyan, Hindun binti ‘Utbah. Semua saudaranya, pamannya dan ayahnya terbunuh dalam perang Badar.
Ketika pasukan Quraisy hampir berangkat, Jubair bin Muth’im menoleh ke arahku dan berkata, “Wahai Abu Dasamah (Wahsyi), apakah engkau ingin membebaskan dirimu dari perbudakan?”
Aku bertanya, “Siapakah yang akan membebaskanku?”
Jubair berkata, “Aku yang akan membebaskanmu.”
Aku bertanya, “Apa syaratnya?”
Jubair menjawab, “Jika engkau berhasil membunuh Hamzah bin Abdil Muthalib, paman nabi Muhammad, demi pamanku Thu’aimah bin ‘Adi, aku akan membebaskanmu.”
Aku bertanya, “Siapakah yang akan memberikan jaminan padaku dengan janjimu?”
Jubair berkata, “Terserah kamu. Aku akan mempersaksikan janjiku ini kepada semua manusia.”
Aku menjawab, “Aku akan melakukannya. Dan aku akan merdeka.”
Wahsyi melanjutkan ceritanya,
Aku adalah orang Habasyi, aku adalah pelempar panah Habasyi yang tidak pernah meleset sama sekali.
Akhirnya aku mengambil tombakku dan aku berangkat dengan pasukan kaum musyrikin. Aku berjalan di barisan belakang di dekat perempuan. Aku tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam peperangan tersebut.
Setiap kali aku melewati Hindun, istri Abu Sufyan atau ketika dia melewatiku dan melihat tombak yang berkilauan di tanganku di bawah terik matahari, dia berkata, “Wahai Abu Dasamah! Sembuhkanlah luka hati kami (dengan membunuh muslimin), niscaya engkau akan merdeka.”
Ketika kami sampai di Uhud dan dua pasukan bertemu, aku mencari-cari keberadaan Hamzah bin Abdul Muthalib. Sebelumnya aku sudah mengenalnya. Hamzah tidak asing bagi siapapun, karena dia memakai bulu burung onta di kepalanya untuk menunjukkan kepahlawanannya. Sebagaimana yang biasa dilakukan orang-orang perkasa dari orang-orang Arab yang pemberani.