"Aku benci sama kamu! Aku kira kamu orang baik, tapi ternyata aku salah besar! Kamu jahat! Pergi dari rumahku sekarang juga!" teriak Alya dengan suara penuh amarah kepada Jeane.
"Al, aku cuma ikut geng motor. Lagipula, itu nggak membahayakan nyawaku, kan?" balas Jeane dengan nada lembut.
"Masalahnya, geng motor yang kamu ikuti itu musuh dari gang motor abangku. Jadi kalau kamu tetap di sini pakai jaket itu, kamu malah dalam bahaya," jawab Alya.
"Abang kamu?!" Jeane tertegun, suaranya bergetar.
"Ya, geng Babeleon!" Alya menatapnya dengan serius, penuh kekhawatiran.
Jeane terdiam sejenak, tercengang mendengar jawaban itu. Ia tak menyangka geng yang ia ikuti ternyata adalah musuh dari geng abang Alya. Ada rasa takut yang mulai merayap dalam dirinya, namun ia berusaha menahannya.
"Al, aku pergi dulu ya... Dadah!" pamit Jeane sambil melambaikan tangan, lalu berlari menjauh.
"Buset, cepet banget tuh anak larinya," gumam Alya sambil menggelengkan kepala, takjub melihat Jeane menghilang di kejauhan.
"Assalamualaikum, abang dah bal ... Eh, ada Jeane! Tumben pulang cepet? Biasanya ngebucin sama Alya lama banget," canda Bang Rasya, menyambut Jeane dengan senyum menggoda."Eh, iya nih, Bang. Gue ada urusan sama geng—" Jeane hampir keceplosan, buru-buru menutup mulutnya sebelum kata itu keluar sepenuhnya. Rasya menatapnya dengan curiga.
"Urusan apa, tuh?" tanya Rasya sambil mengangkat alis, tatapannya tajam seolah mencoba menebak apa yang disembunyikan Jeane.
Jeane tertawa gugup, mencoba mengalihkan perhatian. "Ah, nggak, Bang. Maksudnya, tugas kelompok gitu. Gue sama Alya lagi sibuk nyelesein tugas," jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan.
Rasya hanya mengangguk, meski matanya masih menyelidik. "Ya udah, jangan sampai bikin masalah, ya. Apalagi kalau udah berurusan sama adik gue," ucapnya sebelum pergi ke kamar.
Jeane mengangguk sambil memperhatikan sekeliling, memastikan Rasya benar-benar sudah pergi. Setelah yakin situasi aman, ia menghela napas lega. Hampir saja rahasianya terbongkar.
"Mulut nakal," gumam Jeane pada dirinya sendiri, menggelengkan kepala karena hampir keceplosan. Ia memantapkan langkah, bertekad lebih berhati-hati ke depannya. Bagaimanapun, ia tak ingin Alya terseret dalam masalah yang rumit ini.
Sesampainya di luar, Jeane berhenti sejenak, melihat ke arah rumah Alya. "Maaf, Al," bisiknya lirih. "Aku janji, aku bakal cari jalan keluar."