Bab 1. indahnya hari

3 3 2
                                    

Mentari menghangatkan suasana pagi, dengan semangat baru dan lembaran baru yang belum terisi.
Angin sepoi sepoi menerbangkan topi putih milik Vilya yang tengah berjalan dikoridor sekolah. Hal itu membuatnya menolehkan kepala menatap kejut topinya yang terbang.

"Topi gue!," seru Vilya terkejut.

"Tap!."

Topi putih tertangkap oleh sebuah tangan besar yang jaraknya tidak jauh dari keberadaan Vilya.

"Devan!," Vilya bergumam kala melihat penampilan kekasihnya yang baru saja datang dengan ketampanan yang selalu membuat hati Vilya terpukau.

Devan hendak berjalan menghampiri Gadis tercantik itu, dengan tangan yang terjulur memberikan topi.

"Nih topi lo. Kenapa gue tambah ganteng ya," Devan menebak sembari menampakkan senyum manisnya.

"Pede lo!," seru Vilya mencubit perut keras Devan disebabkan tingkah laku Devan yang membuatnya geram.

"Au!, sakit yank!, kamu pagi pagi cara nyambutnya gini si," Devan berkeluh.

Menerima cubitan dari Vilya adalah hal yang paling menyakitkan baginya dari pada mendapatkan pukulan pukulan dari musuh Devan. Pantas saja hal itu terjadi pada diri Devan, kerena Devan selalu luluh dan berubah menjadi kucing yang penurut saat bertemu dengan Vilya.

"Yaudah yuk masuk ke kelas, awas lo bolos lagi!," Vilya mengancam sembari menunjuk wajah Devan penuh peringatan. Karena kebiasaan Devan yang selalu membolos di pelajaran nya hanya untuk melihat Vilya yang sedang belajar.

"Liatin pacarnya doang emang gak boleh ya," Devan memasang wajah sok kasihan.

"Istirahat juga ketemu Devan, lagian nanti kamu dijemur lagi." Vilya memperingati penuh ke khawatirkan kepada pacarnya yang selalu mengisi presensi dibuku BK.

"Siap ibu negara!," ucapnya Devan memberi hormat.

"Pasti takut pacarnya kecapekan ya.., perhatian banget sii ayankku..," Devan bersenang hati sembari mencubit hidung kecil Vilya karena, melihat kekasihnya yang selalu menghadirkan perhatian untuknya.

"Bukan biar gak kecapekan, tapi biar kamu gak tambah item. tuh liat, kulitnya tambah item gara gara dari kemarin kamu dijemur terus," gerutu Vilya.

"Item manis kayak gini juga ada yang suka kok, orang nya sayang banget malah sama gue, sering ngasih perhatian sering ngasih..," terpotong.

"Iih, iya iya iya..., udah ah sana masuk," Vilya berseru dengan geram memendam malu tersipu. Lantas memalingkan wajahnya yang mulai memerah. Melihat hal itu, Devan terkekeh.

"Yaudah aku mau Masuk dulu ya," Devan bertutur lembut sembari melambaikan tangan pada orang yang ia sayangi.

"Ya, sana masuk masuk!," seru Vilya.

Kedua pasang kekasih itu pun berpisah dan masuk ke kelas masing-masing. Bukan karena kelas mereka yang berbeda, hanya saja yang berbeda adalah ruangannya. Devan berada di kelas 12 B, dan Vilya berada di kelas 12 A.

                      *************

Saat matahari tepat berposisi tengah langit. Cahayanya yang segar dan hangat kini terasa panas menyengat. Suasana itulah semua siswa SMA Merpati keluar dari tempat pendidikannya kembali ke rumah mereka masing masing.

Namun tidak dengan Devan dan Vilya, keduanya pergi ke sebuah taman kota. Yang kondisinya telah nyenyat dan hanya ada beberapa orang saja, namun canda tawa mereka mengisi keheningan yang membisu itu ditempat tersebut.

Keduanya duduk diatas rerumputan hijau dengan bunga bunga yang mengelilingi mereka sembari menatap tenang nya air danau yang berada didepan mereka.

"Yank sebentar lagi kan kita lulus, gue kurang suka sama ayah. Dia bilang mau nerusin perusahaan itu secepatnya ke gue, padahal kan gue belum siap nerimanya," Vilya mengeluhkan permasalahannya kepada pacarnya.

"Itu artinya, kamu bisa lakuin ini semua, berarti ayah kamu percaya 100% sama anak tunggalnya," Devan menasehati.

"Hm, iya juga si," jawab Vilya saat dipikir pikir apa yang dikatakan oleh Devan ada benarnya.

"Iya makanya kamu harus rajin belajar biar tuh perusahaan bisa melecit gara gara bos Vilya!," Devan berseru guna menghibur kesedihan Vilya.

"Emang kurang rajin ya?," Vilya bertanya beo karena ia adalah peringkat satu kelas berturut-turut dari kecil.

"Ya enggak si, kamu kan pinter, maksudnya tambah semangat gitu," jelas Devan.

"Eh, bay the way..., cita cita lo apaan?," tanya Vilya.

"Masa cita cita ayank nya sendiri gak tau si!," Devan ber gerutu atas pertanyaan yang dilontarkan Vilya.

"Lagian kamu sukanya menggombal terus si!," Vilya kesal.

"Hehe..., cita cita gue..., Buat nikahin lo," fikir Devan.

"Iiih yang benerr!, impian lo apa buat masa depan?," mulai kesal.

"Em... Jadi kepala keluarga dari ibu Vilya," jawab lagi Devan, membuat Vilya benar benar kesal.

"Tau ah!," cemberut Vilya sebal sembari memalingkan wajahnya dengan tangan yang terlipat di dadanya.

"Iya iya, gue itu pengin jadi..," jelas Devan guna membuat Vilya tidak cemberut lagi padanya, walaupun sebenarnya Devan sangat senang dengan wajah cemberut Vilya yang menggemaskan.

Namun ucapannya tiba tiba terpotong. Saat datang seorang lelaki yang menggunakan pakaian serba hitam dan mengenakan cidungnya.

Seorang itu seketika menarik Vilya dengan kasar hingga wanita itu terseret seret dengan menangis.

"Aa! Devan! Devan tolong gue!," seru Vilya menangis.

"Lepasin gue! Lepasin!," Vilya berseru meronta ronta.

Devan tak bisa tinggal diam, ia segera menolong Vilya. Kepalannya tangannya segera meluncur ke wajah yang tertutup cidung itu.

"Lepasin dia!," seru Devan berubah mengganas seolah singa yang kelaparan.

Pukulan yang diberikan Devan berhasil membuat orang tersebut melepaskan tangannya yang mengikat tubuh Vilya.

Vilya segera menjauh dari orang tersebut dan berlindung dibalik badan kekar Devan.

"Devan, gue takut!," Vilya ketakutan.

"Lo tenang aja Vi, ada gue disini! Sebaiknya lo pergi dari sini," perintah Devan.

"Gak gue gak mau lo kenapa napa?," Vilya mengelak ajakan Devan dengan mengeluarkan air mata membasahi pipinya.

"Kalo lo gak mau gue kenapa napa, lo harus pergi. Karena rasa sakit terbesar gue adalah saat liat lo sedih Vi," Devan berkata pada wanita yang menatapnya dengan penuh air mata.

Vilya menyerjap matanya membuat air matanya jatuh, dan menunduk penuh tangis sembari kedua tangan yang mengepal.

"Ok. Tapi lo harus jaga diri baik baik!," ucap Vilya sebelum ia berlari pergi meninggalkan Devan yang sedang menghadapi orang misterius itu.

Saat tidak terlalu jauh Vilya berlari, namun pandangan Devan telah menghilang dimata Vilya.

Tiba tiba...

"Aaa!," teriakan Devan terdengar jelas ditelinga Vilya, membekukan langkahnya, Vilya membalikkan badan seakan matanya mencari cari keberadaan Devan.

Hampir saja ia akan melangkah kembali mendekati lokasi kejadian itu, namun tangannya seketika tertarik oleh Ayahnya yang tiba tiba datang.

"Ikut Ayah!," seru Ayahnya.

"Tapi Yah! Devan butuh pertolongan!," Vilya berseru guna mengelak ajakan Ayahnya, sembari berusaha melepaskan tangan besar yang melilit pergelangannya.

"Kamu harus pergi dari sini!," seru sang Ayah.

Lantas Vilya segera ditarik pergi dari taman itu meninggalkan Devan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhirnya berakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang