Ketukan suara sepatu yang melangkah menuruni tangga, di tengah rumah yang sederhana. Lengan kanannya berpegangan pada pegangan tangga berbahan kayu, yang mengarah ke lantai bawah. Kepala masih menunduk mengawasi keadaan di setiap pijakan— takut jika ada sesuatu yang mengganggu jalannya.
Seorang gadis telah sampai pada lantai dasar, ia berdiri menghampiri cermin untuk melihat seragam putih-abunya. "Hm, sudah rapih" wajahnya berseri-seri, hari pertamanya memasuki Sekolah Menengah Atas—SMA. Ia mempersiapkan hari ini, hari yang sudah ditunggunya dengan begitu antusias, merasa harus tampil dengan sempurna untuk awal perjalanan rumit menuju dewasa.
Ruang tamu, ruang tengah, bahkan di dapur begitu sunyi. Dia satu-satunya penghuni yang bertinggal dirumah sederhana ini, orang tuanya sangat sibuk untuk sekedar menemani. Ia tidak keberatan akan hal itu, sudah santapan setiap hari jika dirinya harus menjadi sosok mandiri dalam segala sesuatu dilakukannya; di dalam rumah, maupun diluar.
Dia Aurora—rora. Tengah berjalan menuju dapur, disana ia menatap makanan yang tersisa untuknya sampai akhir bulan mendatang. Sepasang roti ia letakkan pada piring kecil yang sudah diambilnya dari rak, mengoles helaian roti dengan selai cokelat favoritnya.
Satu suapan roti memasuki area dalam mulutnya, mengunyah perlahan dan menikmati sensasi rasa cokelat yang sedikit pahit di setiap gigitannya. "Wah... chocolate taste never disappoints" Kedua matanya mulai tenggelam menutup pandangan, tepukan kecil pada pahanya terdengar sebagai sebuah reaksi atas kelezatan, yang berasal dari rasa selai cokelat yang dimakan bersama dua helai roti.
Jam terus berputar, jarum jam kini berhenti pada pukul 06:10 pagi hari, akhirnya ia pun merapihkan segala kebutuhannya untuk belajar di sekolah.
Kali ini keheningan di berbagai ruangan dalam rumahnya begitu menusuk, udara dingin menyebar luas ditempatnya. Suasana sepi dan sunyi seakan semakin terasa di setiap ruangan dalam rumahnya.
Hal akhir yang harus dilakukannya disini sekarang adalah mengunci pintu rumah. ini adalah perpisahan sementara, dia harus meninggalkan tempat beristirahat sebentar. Untuk memperoleh ilmu di tempat yang seharusnya.
Kunci pintu depan sudah dimasukan kedalam tas ransel. Sero— Sepeda, Alat berkendara yang sesuai dengan ukuran tubuhnya tersimpan dengan rapih di halaman rumahnya, salah satu benda kesayangannya yang dirawat dengan sangat-sangat baik olehnya. Seperti teman yang selalu menemani di kesepian, ia akan berkeliling komplek rumah menggunakan sepedanya jika sedang dilanda perasaan senang, maupun sedih. Namun untuk sekarang ini, sero hanyalah tumpangan untuknya berkendara menuju sekolah.
Matanya tak henti melihat berbagai bentuk bangunan yang dilewatinya bersama sero di perjalanan menuju sekolah. "Sero.. liat deh disana, warna gedungnya bagus banget.. " bibirnya tak henti-hentinya mengoceh. Mengumumkan segala sesuatu yang rora lihat, di setiap menitnya sero akan dibekali segudang cerita tentang; tempat, bentuk bangunan, dan segalanya yang menarik perhatian rora si gadis mandiri.
Setelah mengayuh pedal sepeda dengan sekuat tenaga. Akhirnya ia sampai di tempatnya sekarang— parkiran sekolah, rora menaruh sero disela-sela kosong antara sepeda lainnya. Perlahan dan hati-hati kedua lengan rora mendorong sepedanya agar masuk dengan rapih, enggan meninggalkan goresan pada sepeda kesayangannya. Ia akan mengamuk jika ada orang yang berani menyentuh barangnya, memakainya. Apalagi yang dipakainya adalah sero, bisa rora pastikan seseorang itu tidak akan aman lagi di dunia.
Pertama kali rora menginjakan kakinya di sekolah, lengannya memegang tas ransel dengan erat, pelampiasannya atas kegelisahan yang mulai merayap pada seluruh tubuh. Perasaan mulai bercampur didalam. Ia takut, namun di satu sisi ia harus berani. Ini adalah sekolah barunya. Tinggal sendiri saja, dirinya mampu. Ia harus menyingkirkan perasaan takut tentang sekolahnya itu, mau ataupun tidak. Rora memang harus menjalani perannya didunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
RomanceSeorang gadis telah menyimpan sebuah rasa sukanya terlalu lama, menolak untuk mengungkapkan seluruh perasaan pada gadis yang lebih tua darinya itu. Satu alasan cukup untuk membuatnya bungkam, yaitu karena rasa takut tentang cinta terlarang yang teng...