Bab One.

0 0 0
                                    

****

"Tuan, tolonglah diriku.. kumohon," Seorang paruhbaya memohon hingga bersujud di depan lelaki tampan.

"Apa yang harus aku tolong?" ucap lelaki itu seraya menghisap rokok di tangannya.

"Tolong istriku, dia sedang berjuang di dalam sana untuk melahirkan anak pertamaku." dengan air mata yang berlinang, paruhbaya itu bahkan mencium sepatu mahal milik lelaki di depannya.

Lelaki itu tertawa, melihat penderitaan orang di depannya. Dengan sombong, ia membuang batang rokoknya dan melangkah mundur.

"Huh.. Dasar sialan,"

"Kumohon! tolong aku dan istriku! aku akan melakukan apa yang kau perintahkan kepadaku," Paruhbaya itu bersujud.

Lelaki itu mendesah kesal. Waktunya yang terbuang sia-sia ternyata begitu membosankan.

"Kau akan melakukan apa yang ku minta kan?"

Paruhbaya itu mengangguk dengan bergetar.

Lelaki itu berjongkok, menatap wajah paruhbaya itu lalu berkata, "Aku akan menolong istrimu,"

Paruhbaya itu berterima kasih dengan antusias. "Terimakasih tuan! terimakasih!"

"Tapi dengan satu syarat, jika anakmu sudah berumur tujuh belas tahun, serahkan kepada diriku."

Paruhbaya itu mematung. Lalu berkata, "A-apa maksudmu tuan?"

"Atau istrimu mati?"

Karna terlanjur mencintai istrinya, ia mengangguk. "Baik, Suatu hari nanti, aku akan memberikan anakku."

Tangan kanan lelaki itu mendekat, "Apa tuan akan menjadikan anak itu boneka di suatu hari nanti?" bisiknya.

"Tentu saja." ucapnya seraya terkekeh.

...

18 Tahun kemudian.

Seorang gadis cantik yang berumur 17 tahun tersenyum bahagia saat melihat lukisan yang dia buat.

Anak itu bernama Hazel Purnama. Nama Hazel diambil dari matanya yang indah seperti hazel. Anak itu tumbuh dengan sempurna dan sederhana, rambut perak dengan bulu mata melentik. Tak hanya itu Hazel juga memiliki hobi melukis dan bermain biola. Namun bukan hanya itu, Hazel memiliki suara yang lembut, tetapi ia belum memperlihatkan bakat bernyanyinya seorang pun.

Seorang wanita paruhbaya menghampiri gadis itu.

"Sayang, ibu baru saja selesai membuat pancake. Mau mencobanya?"

Hazel mendongak menatap sang ibu. "Tentu saja. Buatan ibu selalu enak," Ucapnya, setelahnya ia mengambil satu buah pancake.

Ibunya mengusap rambut halus milik Hazel. Matanya melirik kearah lukisan indah yang dibuat oleh Hazel.

"Kenapa kamu tidak ikut kedalam acara festival seni perayaan setiap tahun sekali? lukisanmu indah."

Hazel menggeleng, "Aku hanya membuat lukisan saja. Itu tidak lebih bukan? lagipula ini hobiku, bu."

"Kenapa tidak mencoba? hadiah dari perayaan itu juga adalah permata yang jarang ditemukan di benua ini. Bukannya kau sangat suka dengan permata?" Ibunya menasehati.

Hazel terdiam. Ia memikirkan apakah ia akan ikut atau tidak. Ia ragu, belum terbiasa memperlihatkan bakatnya di depan umum.

"Aku takut."

"Kenapa, sayang?"

Hazel melihat lukisannya, "Aku takut orang-orang berpendapat lain,"

Ibunya memegang pundak Hazel, "Liat ibu sayang. Lihat. Kau melihat ibu dengan terbiasa, coba lakukan ini terhadap orang lain juga."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When you 0.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang