01.

365 74 3
                                    

"Mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mati ... mati ... mati!! Kamu harus mati! Mereka mati karena mu!"

Saat purnama merah menyala dengan taburan gemintang pada jumantara hitam kelabu— gadis itu kehilangan dua insan penting di setiap doa permohonan yang ia rintih kan kepada Tuhannya. Kalbunya disayat-sayat oleh tajamnya pisau kenyataan. Malam itu— kedua saudari bertengkar hebat sehabis sang orang tua meninggalkan mereka ke alam lain. Waktu demi waktu, asa berdampingan dengan lemah, kelabu menghujani semesta dua atma yang berseteru tanpa ada insan lain yang memisahkannya menyebabkan membara.

"Pembawa petaka! Karena kamu, ayah dan ibu mati!" ujar sang kakak membuat sang adik meringis kesakitan kalbunya. "Seharusnya kamu yang mati!" teriak perempuan berusia dua puluh dua tahun itu. Ia mengacak-acak semua barang yang ada di hadapannya. Sementara perempuan berusia sembilan belas tahun tersebut hanya bisa menunduk dengan kristal yang terus saja menghujani pipinya.

"Kak ..." isak sang adik berusaha menenangkan sang kakak namun sang kakak menepis pergelangan tangannya dan menampar pipi sang adik hingga lebam muncul. Malam benar-benar kacau. "Semua warisan milik ayah dan ibu, adalah milikku. KAMU PERGI dari sini!" teriak perempuan itu untuk yang ke sekian kalinya. Dia dibutakan oleh yang namanya harta. Bahkan adik sendiri pun di singkirkan dari hidupnya. "Kak Selin ..." sang adik terisak agar sang kakak tidak mengusirnya dari rumah.

Gadis itu terus memohon supaya tidak diusir. Ia tidak tahu akan ke mana perginya apa bila di depak dari rumah besar dan mewah ini. Ia tidak mahir dalam bertahan hidup karena selama ini kebutuhannya selalu di penuhi oleh kedua orang tuanya. Dia— sendirian. Sebatang kara di bumi yang dipenuhi kegelapan.

"Kamu udah dapat yang kamu inginkan Sel! Masuk Universitas Indonesia. Dan aku akan mendapatkan yangku inginkan pula. Warisan orang tua kita. Dengan begitu kita impas. Kamu udah membunuh mereka! Seharunya mereka tidak memenuhi egomu yang tolol itu! Dasar manusia enggak berguna. PERGI KAMU!" bentak Selin membuat sang adik meraung-raung jantungnya. Tangisan tidak dapat lagi di tahan.

Perempuan itu berjalan ke arah kamar sang adik— mengambil koper dan memasukkan semua baju milik si empu ke dalam sana lalu ia menarik sang adik keluar dan melempar kopernya ke pekarangan rumah. Di samping Selin— ada seorang pria tinggi dengan senyuman smirk terukir pada wajahnya. "Keluar dari sini! Ini rumahku, dan suamiku. Aku bukan kakakmu lagi!" teriak Selin lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan si pria dan Selat yang berusaha bangkit dari duduknya.

"Well ... saya yang menang, Selat." Pria itu tersenyum smirk seraya berjalan mendekat ke arah Selat. Pria itu terus saja mendekati gadis bersurai panjang yang langkahnya mulai mundur ke belakang hingga terbentur pada tembok. "Jangan main-main sama saya. Seharusnya kamu mau melakukan hubungan itu dengan saya, supaya nasibmu nggak seperti ini." Pria itu mengusap wajah Selat yang kala itu masih berusia sembilan belas tahun. Baru lulus SMA! Pria itu berusaha mencapai leher jenjang Selat namun kemaluannya langsung di tendang oleh Selat saat itu juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lautan Selat GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang