01. Tidak mampu melawan

59 13 5
                                    


Mark berjalan menelusuri lorong sekolah untuk menuju kelasnya. Ia berjalan sendirian sebab sang lelaki yang tadi berangkat bersamanya sudah melipir ke toilet, katanya sih ada panggilan alam.

Semua mata tertuju memandang ke arah Mark. Cibiran rasa tak suka mereka terlihat sangat jelas. Mark tak akan ambil pusing jika masih ada dia yang selalu berada disampingnya. Mark akan merasa aman.

"Udah tau bodoh tapi masih sekolah disini"

"Lihat aja, bentar lagi juga si Heza akan ninggalin dia"

"Heza tuh harusnya sadar. Kenapasih selalu lindungin dia? Gak bisa apa-apa masih sok bergaya"

"Cihhh najis banget"

Seperti itulah cibiran yang akan selalu Mark dengar disaat setiap dirinya sedang sendirian. Kedua tangannya meremas tali tas, menahan rasa ketakutan. Ia terus menundukkan kepalanya berusaha menahan degup jantung semakin berdetak. Bahkan jika bisa dilihat dengan teliti, keningnya sudah berkeringat.

Brukk...

"Heh! Kalau jalan tuh pakai mata dan kepala jangan nunduk. Lo gak lihat nih baju gue kena es. Dasar anak gak tau diri. Habis ini pasti ngadu ke pahlawan lo itu. Sana aduin, gue gak takut. Yang salah lo bukan gue."

Setelah mengucapkan kalimat menohok seperti itu, lelaki berwajah ke bule-an itu pergi begitu saja membiarkan Mark yang masih senantiasa duduk di lantai.

Tak lama ...

"Mark!"

Mark hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Berusaha memberikan jawaban tidak apa-apa.

"Kalau lo dijahatin lawan jangan diem aja. Ayok sini gue bantu berdiri."

Mark menerima uluran tangan dari sahabatnya itu. "Gapapa. Aku gapapa kok. Selagi mereka gak hina keluargaku, aku anggap itu hanya pujian saja. Kamu jangan terlalu khawatir. Jangan kasih tau Heza, ya. Nanti Heza bakal marah banget. Aku gak mau lihat Heza masuk BK lagi," ujarnya dengan intonasi setenang mungkin.

"Ya udah yuk masuk. Sebentar lagi bel masuk."

Mark menganggukkan kepalanya sebagai jawaban iya.

Tak lama, seorang guru datang ke kelas 11 IPS 2. Jam pelajaran pun di mulai. Semuanya memperhatikan guru yang sedang memberikan materi pelajaran.

"Gak sabar mau jalan lagi sama Heza. Semoga aja, hari ini gak hujan," batin Mark.

"Mau ke kantin bareng gak? Sekalian kita lihat Heza latihan basket. Kan Lo seneng banget tuh lihat Heza main basket. Lagipula setelah jam istirahat nanti jamkos. Jadi ayok!"

Mark menganggukkan kepalanya. "Nanti malam Heza mau ngajakin aku jalan. Aku seneng deh, semoga aja hari ini gak hujan. Soalnya tadi pagi aku sempet lihat berita di tv yang katanya nanti akan ada pemadaman listrik di komplekku karena cuaca yang tidak mendukung."

"Lo masih tetap sama pendirian lo itu?"

Mark lagi-lagi hanya mampu menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum sangat manis. Namun kenapa banyak yang tidak suka dengannya?

Jawabannya cukup simpel saja.
Karena Mark sangat dekat sekali dengan Heza.

"Tapi kan, Mark. Lo gak bisa kalau cuma harus diem aja. Maksud gue, lo gak mau coba buat ngasih tau ke Heza kalau lo suka dia?" tanya salah satu temannya yang berambut hitam pekat.

Mark menggelengkan kepalanya. "Aku taku nanti Heza malah jauhin aku. Aku gak mau kalau nanti aku sama Heza jadi jauhan."

"Tapi Mark ... Lo juga tau kan, kalau desas-desusnya itu si Heza lagi ngejar anak kelas sebelah. Lo gak takut kalau perhatiannya Heza nanti akan pindah ke orang lain? Lo akan sakit hati nantinya."

Betul juga apa yang dibilang sahabatnya. Tidak selamanya Heza akan berfokus pada hidupnya. Ada waktunya dimana Heza akan hidup bahagia dengan jalan yang diinginkannya.

Baru membayangkan saja Mark merasa sudah sakit hati, apalagi jika tau kalau nanti Heza punya pacar dan Heza akan menjauh darinya. Entahlah, bagi Mark belum saatnya Heza tau tentang perasaannya. Nanti jika sudah siap, Mark akan memberitahunya.

Iya nanti kalau sudah siap.

Mark dan kedua sahabatnya sudah sampai di kantin. Mereka bertiga makan dengan tenang mengisi kekosongan di dalam perut.  Bahkan disaat seperti ini pun masih aja mendapatkan lirikan tajam dari beberapa murid yang tidak menyukainya.

Rasa ingin melawan itu tentu pasti ada dalam dirinya. Namun kenyataannya, ia tak seberani itu untuk melawan. Hatinya terlalu lembut sehingga hanya mampu membalas dengan senyuman.

"Jangan dilihatin terus, angep aja mereka setan. Mereka hanya merasa iri saja sama apa yang lo punya. Sekali-kali lawan jangan diem aja. Apalagi gue tadi denger kalau lo habis dicaci maki sama si brandal. Lo gak ada niat buat kasih tau Heza? Mereka tuh kalau lihat lo sendiri berasa udah dapet hadiah istimewa mangkanya mereka berani lawan kalau gak ada Heza di dekat lo."

"Aku gak bisa, Na. Aku terlaku takut. Apalagi kalau aku pulang sendirian, pasti mereka akan cegat aku di jalan gang depan sekolah," jawab Mark yang matanya terus menatap seisi kantin sekolah.

"Yang dibilang Nava juga ada benernya, Mark. Lo gak bisa kalau harus diem terus. Jadi cowok jangan lembek gitu lho. Untung lo jadi teman kita berdua, coba kalau lo temenan sama yang lain? Apa gak di manfaatin terus?"

Mark hanya diam. Lagi dan lagi, kedua sahabatnya akan selalu memberikan ucapan menohok untuknya. Ia tau ucapan seperti itu agar dirinya bisa menjadi pemberani, namun memang dasarnya saja mempunyai hati yang lembut.

"Makasih ya. Makasih karena kalian berdua udah mau bersahabat sama aku." Mark sungguh berterimakasih karena sudah memiliki 2 sahabat yang baik seperti Nava dan Resal.



Komen dan Vote buat lanjutin cerita ini agar aku tambah semangat. Terimakasih 😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tired of Waiting (dongmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang