Sore ini hujan deras mengguyur kota Jakarta dan sekitarnya. Aku menyetel music kesukaanku di mobil sembari menerjang macetnya Jakarta di sore hari saat hujan melanda. Saat aku sedang asik melamun menatap kedepan, tiba-tiba aku tersadarkan oleh salah satu lagu favorit kesukaan sahabatku yang sudah berteman denganku sejak kami memasuki Sekolah Dasar. Aku menikmatinya sambil bersenandung kecil, dan mendadak teringat tentangnya yang sekarang sudah jauh berada di Negeri bunga sakura itu. Bagaimana ya kabarnya disana? Apakah suatu saat dia akan kembali ke hiruk pikuknya Jakarta? Membicarakan tentangnya aku teringat pada sebuah buku harian yang sengaja dia titipkan padaku untuk diberikan kepada seseorang yang berperan besar dalam kehidupannya. Aku berfikir untuk menghubunginya saat aku sudah sampai dirumah. Tapi apakah mungkin dia mau jika ku pinta untuk kembali sebentar ke tanah kelahirannya? Sepanjang perjalanan pulang kerumah, aku berperang dengan isi kepalaku sendiri.
Sesampainya dirumah aku mengistirahatkan tubuhku diatas kasur, aku memejamkan mataku sebentar. Lalu membuka kembali ponselku dan mencari nama yang sedari tadi terus mengganggu pikiranku sepanjang perjalanan pulang kerumah. Aku men-scroll dan terus mencari namanya di kontak dan gotcha, aku menemukan kontaknya, "Hilary" nama itu masih terus membuat ku berfikir keras. Kubuka room chat ku dengannya. Terakhir kali dia menghubungiku ternyata sudah 5 tahun yang lalu. Aku melihat profile picture nya yang menampilkan foto dia yang sedang tersenyum manis menggunakan kebaya biru muda dan toganya. Aku ingat sekali itu foto wisuda dia saat telah menyelesaikan S3 nya di Negeri bunga sakura. Cukup lama aku melihat room chat ku denganya, bagaimana jika ternyata aku malah membuka luka lama dia lagi? Apakah dia akan marah jika sampai saat ini buku itu belum juga aku buang atau bakar? Aku mengurungkan niatku untuk menghubunginya, karena aku berpikir bahwa sekarang dia sudah baik-baik saja dengan kehidupannya yang sekarang.
Aku mengambil buku yang sudah ada padaku sejak 5 tahun yang lalu. Ya benar, terakhir kali Hilary menghubungiku karena perihal buku ini. Ku pandang buku harian itu cukup lama, mengingatnya membuatku seakan ikut merasakan ada dalam tulisan itu bersama Hilary. Haruskah aku kembalikan buku ini kepada sang tuannya? Atau aku berikan kepada seseorang yang dituju oleh Hilary dalam buku ini? Aku tahu siapa orang yang dimaksud dengan Hilary dalam buku ini, tapi apakah harus aku kasih buku ini padanya? Bagaimana jika nanti akan mempersulit keadaan? Sedangkan Hilary sekarang terlihat sudah baik-baik saja dengan kehidupannya. Tapi aku ingin orang ini tahu bahwa cinta Hilary untuknya begitu besar. Aku membuka salah satu social mediaku, mencari satu nama yang rasanya ingin aku datangi saat itu juga. Saat menemukan akunnya, aku melihatnya dan mulai mencari informasi tentangnya. Setelah mendapatkan informasi yang kubutuhkan, aku memesan tiket pesawat yang bertujuan ke Bali. Aku akan ke Bali pada akhir pekan minggu ini, menyelesaikan sesuatu yang seharusnya sudah selesai dari 8 tahun yang lalu. Aku mem bulatkan tekadku bahwa buku ini harus sampai kepada yang bersangkutan. Aku tidak peduli jika Hilary mengutukku karena tahu memberikannya kepada seseorang yang sangat dia cintai beberapa tahun yang lalu itu atau entah sampai sekarang.
🌸🌸🌸🌸
Saat ini aku sudah berada di Bali, aku langsung menuju ke hotel tempat yang akan diinapi selama seminggu aku berada disini. Setelah aku menaruh semua barang-barangku di kamar hotel, aku segera bergegas ke tempat yang kutuju. Panasnya Bali tidak menghentikan niatku untuk mencari seseorang yang sangat melegenda dalam hidup sahabatku itu. Aku mendatangi toko buku yang biasa dia kunjungi dan ternyata sudah seminggu dia tidak datang ke toko itu, aku menanyakan beberapa banyak hal kepada pemilik toko buku kecil itu. Aku bilang bahwa aku teman lamanya yang kehilangan kontak dia dari beberapa tahun yang lalu. Aku mendapatkan sedikit informasi tentang pantai yang biasa dia datangi. Tadinya aku mau langsung mendatangi tempat dimana ia bekerja, tapi aku berfikir itu adalah pilihan terakhir jikalau aku tidak bisa menemukannya di setiap sudut Bali. Keesokannya aku mendatangi salah satu pantai favoritnya yang biasa ia datangi setelah selesai bekerja. Katakan aku gila karena memperhatikan setiap pengunjung yang ada di pantai itu dan memastikan bahwa itu dia atau bukan. Sampai sunset pun tiba dan berganti malam, hasilnya nihil. Aku tidak berhasil menemukannya di pantai itu. Hari ketiga pun aku memutuskan untuk mencari dia ke tempat yang dia pernah kunjungi melalui foto-foto yang pernah diunggah ke akun media sosialnya itu, berharap aku mendapatkan sedikit informasi tentangnya. Tapi ternyata cuaca Bali di hari ini tidak merestuiku untuk pergi keluar, karena sedari pagi Bali diguyur hujan yang sangat deras, membuatku agak susah untuk berjalan menyusuri tempat ini. Di sore hari aku mengunjungi salah satu coffee shop yang ada dekat hotel tempatku menginap. Disaat aku terduduk dengan sebuah cangkir kopi yang hangat dan membaca kembali buku harian itu, lonceng pintu café terdengar ditelingaku. Sore itu café cukup sepi, hanya ada aku sendiri sebagai pengunjung, aku menoleh kepada arah suara itu dan ternyata aku menemukan seseorang yang sudah kucari sejak 2 hari terakhirku di Bali. Aku memperhatikannya dengan seksama, seolah tidak percaya. Kebetulan macam apa ini? Atau memang takdir yang sudah mengaturnya? Aku melihatnya berjalan melewatiku dan ia duduk di seberang mejaku, dekat jendela yang menghadap ke jalanan. Aku menutup buku harian itu, masih seolah tak percaya atas apa yang kulihat dengan mataku sendiri. Aku memastikan berulang kali dan benar bahwa itu dia. Aku mengumpulkan keberanianku untuk mendatanginya, aku berdiri di hadapannya dan mengulurkan tangan untuk mengajaknya berjabat tangan "Halo mas, salam kenal saya Septian" dia menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan, alisnya seolah membentuk tanda Tanya, tapi tak lama dia menerima jabatan tanganku juga "Halo saya Juan" balasnya sembari tersenyum canggung. Gotcha, ternyata benar aku tidak salah orang, memang dia orangnya. Keheningan café sore itu menjadi saksi bisu bagaimana akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang sangat melegenda dalam kehidupan sahabatku. Cukup lama aku berbicara dengannya, membahas tentang suasana Bali akhir-akhir ini bagaimana. Dan sampai pada puncaknya aku mengatakan pada Juan bahwa aku adalah sahabat Hilary, wanita yang pernah singgah dalam kehidupannya sebelum dia memutuskan untuk meninggalkan wanita itu. Dia cukup kaget dan hanya bisa diam saja, menatapku seolah tak percaya "kedatangan saya ke Bali bukan semata-mata untuk mengganggu anda, tapi saya hanya membantu kalian berdua untuk menyelesaikan perasaan yang telah sudah bertahun-tahun lalu tanpa kata sudah. Jika anda berkenan untuk mengetahui maksud kedatangan saya mencari anda, tolong hubungi saya ini nomornya" ucapku sembari memberikan sepotong kertas kecil yang berisikan nomor teleponku, setelah mengucapkan itu padanya aku bergegas meninggalkan café itu, menembus dinginnya Bali sore hari yang kala itu masih diguyur hujan deras. Sepanjang perjalanan pulang, aku berkecamuk dengan pikiranku sendiri, tapi aku merasa memang ini salah satunya cara agar menyelesaikan perasaan yang terus mengganggu Hilary. Aku membuka ponselku, mencari kontak Hilary disana, saat aku ingin memencet tombol telepon, ada pesan masuk yang membuatku mengurungkan niat untuk menelpon Hilary. Pesan itu dari Juan, dia menyetujui untuk menemuiku besok di café tempat kita bertemu tadi. Aku mengistirahatkan tubuhku, aku lelah dan senang disaat yang bersamaan. Mungkinkah jawaban yang Hilary tunggu bisa ku dapatkan besok dari sang pujaan hatinya? Atau malah berakhir sebaliknya. Entah bagaimanapun itu, setidaknya aku sudah berusaha sejauh ini untuk sahabatku.
YOU ARE READING
Erste Liebe
General FictionMungkin bagi segelintir orang, menjadi cinta pertama dalam hidup seseorang adalah hal yang mereka syukuri. Tapi bagiku menjadi cinta terakhir dalam hidup seseorang adalah hal yang sangat aku syukuri sampai saat ini.