Di dalam ruangan itu, keheningan terasa begitu nyata. Canny duduk di tempat tidurnya, memandang ke luar jendela tanpa sepatah kata. Sementara itu, Niki bersandar di kursi dekatnya, menatap gadis itu dengan wajah penuh pertimbangan. Akhirnya, ia menghela napas panjang dan memberanikan diri untuk memecah sunyi.
"Hei," katanya pelan. "Aku memang tidak tahu masalah antara kau dan saudara-saudaramu. Tapi, apa tidak keterlaluan tadi kau meminta mereka pergi? Aku lihat mereka benar-benar tulus perduli padamu. Bahkan waktu kau belum sadar, mereka semua terlihat sangat khawatir."
Canny menoleh dengan tatapan tajam. "Kau tidak tahu apa-apa, jadi lebih baik diam saja."
"Baiklah, aku diam," balas Niki cepat, mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. Namun dalam hati, ia bergumam, galak sekali. Persis seperti saudaranya.
Canny merasakan tatapan Niki yang terus tertuju padanya. Dengan nada kesal, ia berkata, "kenapa menatapku seperti itu? Tidak suka dengan perkataanku tadi?"
Niki tersentak. Ia cepat-cepat menggeleng, "Tidak, tidak! Aku hanya... ingin menatapmu saja memangnya tidak boleh?"
"Aku tidak suka ditatap seperti itu," gerutu Canny sambil mengalihkan pandangan. "Lebih baik kau keluar saja."
"Tidak," sahut Niki santai. "Kan kau sendiri yang memintaku untuk menjagamu tadi. Jadi aku akan tetap di sini."
Canny mendengus frustasi. "Terserah kau saja. Tapi jangan tatap aku seperti itu.
Niki mengangkat bahu dengan senyum jahilnya. "Aku kan punya mata, jadi terserah ku saja mau menatapmu atau tidak." Ia bahkan menaik turunkan alisnya, membuat Canny semakin kesal.
"Kau--" Canny menunjuknya dengan wajah berapi-api. "Lebih baik keluar saja!"
"Baiklah, baiklah," jawab Niki sambil terkekeh. Ia berdiri dan melangkah menuju pintu. "Tapi aku akan memanggil ketiga kakakmu lagi masuk kesini bagaimana?"
Canny mendengus kesal, memalingkan wajahnya ke arah lain. Niki hanya tertawa pelan melihat reaksi itu, lalu keluar dengan senyum kecil di wajahnya.
.
.
.
.Niki benar-benar keluar dari ruangan Canny, langkahnya terhenti di depan pintu di mana Ruka, Pharita, dan Asa duduk dalam diam. Ketiganya terlihat lelah, tetapi jelas masih menunggu dengan penuh harap. Asa, yang melihat Niki keluar, langsung membuka mulut.
"Kenapa?" tanyanya singkat, nadanya datar tetapi penuh rasa ingin tahu.
Niki menggaruk belakang kepalanya, tersenyum canggung pada mereka. "Lebih baik kalian masuk saja," katanya
Ruka langsung berdiri dengan cepat, matanya berbinar seolah mendapat harapan baru. "Apa Canny sudah mau menerima kami?" tanya Ruka
Niki menggeleng pelan. "Tidak," jawabnya jujur, membuat semangat di wajah Ruka sedikit meredup.
"Lalu kenapa menyuruh kami masuk?" sela pharita dengan nada lembut tetapi penasaran.
Niki menghela napas sebelum menjawab. "Hanya ingin saja. Aku kasihan melihat kalian bertiga duduk di sini terus. Lebih baik kalian masuk saja. Coba bicara padanya pelan-pelan."
Ia berhenti sejenak, menatap mereka bergantian. Lalu melanjutkan dengan nada serius, "Aku memang tidak tahu apa masalah kalian dengan Canny. Tapi, menurutku, tidak ada salahnya mencoba lagi. Dia mungkin terlihat keras kepala, tapi siapa tahu hatinya sedikit melunak kalau kalian tetap bertahan."
Ruka dan Pharita saling bertukar pandang, sementara Asa hanya memandang Niki tanpa ekspresi, seolah mempertimbangkan ucapannya.
"Bagaimana?" Niki bertanya, mencoba mendorong mereka untuk segera bertindak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu (End)
DiversosCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...