Prolog

426 10 0
                                    


Dia masih tetap berdiri disana. Menatap ke arah gundukan tanah merah yang masih menimbulkan wewangian dari kelopak - kelopak bunga yang ditaburi diatasnya.

Cintanya.

Kasihnya.

Berada di bawah sana. Berbaring tenang tanpa merasa kesakitan lagi. Pria itu berjongkok, mengusap nisan yang bertuliskan nama yang amat cantik baginya. Mengusap dengan jemarinya perlahan, seolah mengusap wajah gadisnya.

Ralat, almarhummah gadisnya.

Seharusnya dia tau, bahwa hari ini pasti akan datang. Hari dimana gadisnya tidak lagi kuat menghadapi penyakit mematikan yang dideritanya selama ini. Dan dia harus ikhlas. Meskipun harus kehilangan satu lagi orang yang dicintainya.

Dan akhirnya, air mata itu mengalir perlahan. Bersama dengan rasa sesak luar biasa yang memenuhi rongga dadanya.


*


Perempuan itu mengamati dalam diam.

Punggung tegap yang selama ini dilihatnya, sekarang begitu rapuh. Seolah sentuhan seringan kapas bisa menghancurkannya.

Dia kehilangan lagi, batinnya. Tangannya bergerak menutup mulutnya sendiri, menahan isakan yang pasti akan keluar saat melihat getaran di pundak pria itu. Tanpa ia sadari, kakinya melangkah mendekat. Membuat pria itu menoleh dengan tatapan mata tajamnya.

"Kenapa masih disini?" tanyanya dengan nada dingin.

"Tadi - " Tera berdehem pelan karena suaranya terdengar serak. "Tadinya aku mau pulang, tapi lihat kamu masih disini." jawabnya sambil memeluk tubuhnya sendiri karena tiba - tiba saja angin bertiup kencang. Suara gemuruh mulai terdengar, tanda kalau akan turun hujan.

Pria itu mengusap wajahnya. Beranjak dari posisi jongkoknya dan menarik napas panjang.

"Dia pasti bahagia kan?"

Tera yang mendengar itu sontak merasakan kedua bola matanya memanas. Kepalanya mengangguk berulang kali saat melihat pria itu menatapnya, menunggu jawaban.

"Pasti," bisiknya pelan. Sangat pelan, namun masih mampu terdengar oleh pria di sebelahnya.

Hening. Bersamaan dengan turunnya tetesan air dari langit. Tera sudah ingin mengajak pria itu untuk meninggalkan pemakaman, namun sebelum itu terjadi, sebuah jaket berwarna hitam menutupi kepalanya. Tera mendongak, mendapati tubuh yang sebelumnya memakai jaket itu, kini hanya terbalut kaus dengan warna serupa.

Tanpa berkata apapun, sang pria menarik tubuh Tera untuk mendekat padanya. Lalu berjalan bersisian meninggalkan pemakaman.




a.n

cerita baru. sip. hohooooo









Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lentera CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang