Can you feel me

6K 341 5
                                    

"Hm, bunga mawarnya satu." Kata seorang laki-laki berseragam sekolah menengah atas itu.

Sang penjual segera meraih sebuket bunga mawar yang tersusun di dekatnya lalu di serahkan kepada laki-laki tersebut dengan senyuman umum yang sering di lontarkan kepada pembeli lainnya.

"Terimakasih sudah berkunjung."

Awan kumolunimbus:)) sudah bergerak menyelimuti seluruh atap kota Jakarta, semilir angin juga ikut menanti turunnya hujan.

Tepat saat laki-laki itu-Iqbaal- keluar dari toko bunga, setitik air mulai berjatuhan, satu, dua, tiga dan sampai tak terhitung lagi. Dalam sekejap jalanan sudah basah karena air hujan, walaupun hanya gerimis tapi tetap saja kalau airnya jatuh secara bersamaan dan dalam jumlah yang banyak sekejap saja permukaan akan di selimut oleh percikan air-air hujan.

Iqbaal gelagapan, seharusnya dia membawa jaket atau semacam baju lainnya yang mampu melindungi dirinya dari hujan dadakkan seperti ini.

Pikirnya, hujan akan turun pada sore hari. Dan seharusnya lagi dia tidak membuat firasat tolol seperti itu.

Iqbaal menepi di teras toko, mengusap wajahnya yang sudah terkena air hujan.

Iqbaal mengedarkan pandangannya ke segala arah, dan berhenti tepat dimana motornya terparkir.

Lari kesana, menyalakann motor, lalu pergi menembus hujan. Itu sepertinya kalimat yang paling masuk akal yang berjejal di kepala Iqbaal sejak duapuluhempat jam yang lalu.

Detik berikutnya dia ingin melakukan hal tersebut, tapi saat seorang gadis berjalan ke arahnya di iringi dengan kabut yang seolah adalah bayangannya.

Iqbaal terpekik kaget saat menyadari siapa gadis itu.

Gadis yang membuatnya tidak tenang selama duapuluhempat jam ini.

"(Namakamu)!" Akh! Tanpa pikir panjang Iqbaal segera menerobos hujan untuk menghampiri gadis itu, dan berniat membawa gadis itu menepi-teras toko.

Tapi niatnya langsung tak terlaksanakan saat (namakamu) mencekal pegangan erat Iqbaal. "Kamu ngapain disini? Bukannya kamu sakit? Seharusnya kamu dirumah sakit, dan kamu disini sama siapa? Kenapa hujan-hujanan?..."

"Baal, pergi ketaman, yuk." (Namakamu) menyela ucapan Iqbaal yang seolah-olah tidak menganggap kalimat penuh khawatir laki-laki ini.

Iqbaal mengernyit. Mereka berdua sudah basah karena air hujan.

"Tapi kam..."

(Namakamu) kembali menyela Iqbaal, kali ini tidak dengan ucapan melainkan tangannya yang meraih pergelangan tangan Iqbaal dan mereka segera berjalan ke arah taman kota.

Hujan terus mengguyur kota ini. Tidak memperdulikan pedagang kaki lima yang terseok-seok panik karena hujan dadakkan ini.

Angin semakin membabi buta, sesuatu kasat mata itu berubah sedingin es dan menapar-nampar kulit manusia yang telanjang.

"(Namakamu)!" Iqbaal naik pitam, tidak seharusnya dia mengikuti ide gila gadis ini-pergi ke taman dalam kondis hujan

"ayo, kita pulang! Kamu masih sakit!" benar ucapan Iqbaal, gadis ini terlihat pucat dan bibirnya terliha kering walaupun air hujan membasahinya.

(Namakamu) terdiam. Bahunya bergetar, merasakan atmosfer bentakkan Iqbaal menyelubungi sel-sel tubuhnya. Sejenak dia menatap Iqbaal dengan pandangan tidak percaya sekaligus sepasang matanya yang berubah nanar.

Ekspresi wajah Iqbaal berubah menjadi merasa bersalah. Akh! (Namakamu) selalu seperti ini.

"Kamu masih sakit, aku engga mau sakit kamu nambah parah dan kamu bakalan jadi sakit-sakitan." Tangan Iqbaal replek mengusap air hujan yang membasahi wajah (namakamu). Benar itu air hujan?

Muhammad Aryanda -CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang