Epilog

27 10 10
                                    

VANILA menguap sambil jalan di sekitar asrama dengan rambut dicepol asal, kaos oversize kebesaran di tubuhnya yang mungil, dan celana jeans pendek sepaha nyaris tidak keliatan karena tertutup kaosnya yang kebesaran, kemudian sendal jepit yang lusuh.

Pagi itu memang jadwalnya bersih-bersih asrama setelah dibangunkan Olivia penuh effort extra—mungkin efek Vanila begadang semalaman demi maraton Squid Game Season 2 sampe Subuh.

Di tangannya ada sekresek putih besar, sementara di tangan lain adalah sebuah ponsel yang masih dimainkan meski dengan mata-mata mengantuk dia sempat-sempatnya men-download drama Korea yang akan ditonton malam harinya lagi, tidak sadar dari arah belakang ada pria berpenampilan maling mengikutinya diam-diam.

Setelah mengamati sekitar, dirasa situasi telah aman, pria itu langsung berlari menjambret kresek putih di tangan Vanila membuat gadis itu terkesiap—untung ponselnya tidak terlempar.

Langkahnya otomatis berhenti. Aktivitasnya pada ponsel ikut berhenti. Matanya berkedip-kedip menyaksikan penjambret itu berlari kencang.

"WOE! BERHENTI!"

Kemudian dari arah lain, terdengar teriakan, Vanila lagi-lagi dibuat melongo karena yang mengejar jambretnya adalah Zairu. Derap langkah saling kejar otomatis terdengar memuakkan telinga. Suara ayam berkokok menjadi soundtrack teriakan Zairu.

Ransel hitam cowok itu dilayangkan hingga mengenai bahu si jambret. Jambret itu akhirnya terjatuh. Zairu menginjak bahunya, memungut kresek putih yang dibawa, kemudian ranselnya yang dirangkul di satu pundak lagi.

Vanila masih belum berkutik. Matanya berkedip sesekali. Mulutnya masih menganga tidak tahu harus apa—mungkin efek baru bangun meski sudah sejam lalu, tapi otaknya masih nge-blank. Bahkan sampai si jambret melarikan diri, kemudian Zairu berlari menghampiri, Vanila masih berkedip dan melongo mirip orang dongo.

Zairu melempar senyum. Harusnya Vanila mencak-mencak sekarang, tapi....

"Nih." Zairu menyodorkan sekresek putih yang baru saja dia selamatkan untuk Vanila. Lelaki berkacamata itu membaca raut Vanila yang pasti tidak menyangka sikap Zairu begitu kepadanya.

"Val?"

Vanila tersadar. Tatapannya langsung jatuh pada sekresek putih besar yang disodorkan. Kemudian menerimanya. Tanpa berkata 'terima kasih' Vanila melengos begitu saja.

Zairu berkedip tidak menyangka sebelum berbalik memerhatikan Vanila yang berhenti di dekat tong sampah besar, dan membuang sekresek putih yang baru saja dia selamatkan.

Mata keduanya bertemu.

Kalau saja Zairu tidak sedang berbaik hati, dan mood-nya kembali normal lagi, dan hendak mendamaikan diri dengan Vanila, gadis itu sudah dia endong seperti karung beras dan diceburkan ke sungai Ciliwung.

Ternyata isi kresek itu adalah sampah. Apakah Zairu berpikir itu adalah belanjaan Vanila?

•••

"Mama tadi pagi nelpon. Dia minta maaf. Lucu banget, ya? Selama dia tinggal seatap sama gue, baru kali ini gue denger dia bilang gitu. Kenapa nggak dari dulu, ya?"

"Emangnya... lo sama mama lo kurang akur?"

Obrolan pagi itu diawali dengan cerita-cerita Vanila setelah adanya keheningan bermenit-menit hingga keduanya kini berada di tempat duduk sisi sport center.

"Ya... wajar nggak, sih, kalo anak angkat sama mama angkatnya nggak akur?"

Vanila lagi-lagi menguap meski sudah ada crush-nya di sini, bahkan dia membuang segala rasa malu, masih dengan pakaian minim, rambut dicepol berantakan, wajah lesu bangun tidur, bahkan Vanila tidak tahu bau badannya tercium di hidung Zairu apa tidak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behind The Spotlight✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang