3. Kengerian

159 7 3
                                    

"Ayo cepet masuk, Dek!" kata Hansip sambil panik. Setelah menyelot pagar, Ia bersama Satpam juga ikut masuk ke dalam sambil mendorong Fikri agar masuk juga ke dalam. Fikri sadar, mereka berlari dari rombongan parade drum band itu. Setelah mereka semua masuk, Satpam menutup pintu dan mencoba mengunci pintu itu, tapi tidak ada kunci di situ.

"Kuncinya rusak, Pak," kata Fikri memberi tahu Satpam.

"Hah? Rusak?" Satpam itu berekspresi ngeri, "duh, gimana ini?"

"Memangnya mereka siapa sih, Pak?" Fikri ikut takut melihat ekspresi Hansip dan Satpam yang panik. Ia juga bingung, siapa sebenarnya rombongan parade drum band itu? Kenapa Hansip dan Satpam sangat ketakutan dan berlari dari mereka?

Hansip dan Satpam tidak menjawab pertanyaan Fikri. Justru Hansip malah berkata kepada Satpam, "Kita lewat pintu belakang aja, Pak."

"Oh, iya. Ayo cepet kita lewat pintu belakang!" Kata Satpam sambil mulai berlari ke pintu bergorden. Tanpa pikir panjang, Fikri pun segera mengambil ponselnya di meja dan langsung ikut berlari bersama Satpam dan Hansip. Fikri baru tahu ternyata rumah Allan ada pintu belakangnya.

Setelah melewati pintu bergorden itu, Fikri melihat ternyata ruangan dibaliknya memang benar dapur. Di sebelah kiri ada kamar mandi kecil yang pintunya setengah terbuka. Di depan ada pintu lagi. Satpam dan Hansip yang berada di depannya, membuka pintu itu. Dan benar saja, ternyata pintu itu tempat keluar rumah dari arah belakang. Setelah terbuka, Satpam dan Hansip berlari mengambil arah kanan. Fikri berlari cepat mengikuti mereka.

Dari belakang, semakin terdengar suara drum band itu mengikuti mereka. Suaranya benar-benar dekat. Seperti ada belasan orang dalam rombongan tersebut yang memainkan drum band dengan irama musik yang cepat. Fikri terus berlari mengikuti Hansip dan Satpam. Ia melihat di kanan kiri hanya ada tembok tinggi yang membentuk gang sempit. Ukurannya hanya muat dua orang yang berpapasan. Baru kali ini Fikri melihat gang yang kanan kirinya hanya tembok tinggi. Persis seperti berada dalam labirin. Hansip dan Satpam berlari sangat cepat. Fikri terus berlari berusaha agar tidak ketinggalan oleh mereka. Sementara suara drum band makin berisik terdengar dan Fikri dengan jelas melihat cahaya seperti lampu truk dari arah belakang. Rombongan drum band itu seolah-olah mengeluarkan cahaya terang. Fikri semakin ketakutan. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak berani menengok ke belakang. Ia terus berlari. Tetapi lama-kelamaan Hansip dan Satpam semakin berada jauh di depannya. Mereka berdua lari cepat sekali. Fikri tidak dapat mengimbanginya.

Didorong rasa takut yang semakin menyelimutinya, Fikri terus berusaha berlari. Cahaya dan suara drum band terus mengejarnya. Lama-kelamaan gang yang terbentuk dari tembok-tembok tinggi itu habis dan berganti menjadi rumah-rumah. Ukuran gang tetap sama, namun di kanan kiri sekarang semuanya rumah-rumah yang berderet. Kemudian gang itu mulai bercabang. Fikri semakin ketinggalan oleh Hansip dan Satpam. Terlihat di depannya Hansip dan Satpam berbelok ke kanan. Fikri belum sampai di belokan itu. Ia terus berlari secepat mungkin agar tidak tertinggal oleh Hansip dan Satpam. Suara drum band dan cahaya terang itu masih terus mengejarnya. Akhirnya Fikri sampai di belokan tempat Hansip dan Satpam tadi berbelok. Fikri pun berbelok di situ, namun ia sudah tidak melihat Hansip dan Satpam. Ia berlari dan di depannya ada persimpangan. Ada belokan ke kanan dan kiri. Fikri berhenti berlari di sana. Melihat ke kanan dan ke kiri, keduanya sudah tidak terlihat Hansip dan Satpam. Fikri benar-benar kehilangan mereka sekarang. Sementara suara drum band masih terdengar di belakang. Fikri memutuskan mengambil belokan secara asal saja. Ia mengambil arah kanan. Ia terus berlari. Di belakang masih terdengar suara drum band. Walaupun kakinya mulai lemas dikarenakan lelah dan ketakutan, Fikri terus berlari. Ia menemukan persimpangan gang lagi. Tanpa berpikir ia mengambil arah kiri, kemudian berlari lagi tanpa memperhatikan jalan. Lama-lama suara drum band itu semakin jauh. Fikri masih berlari, namun kakinya semakin lemas. Ia melihat ke depan, sepertinya gang akan habis. Benar saja, akhirnya ia keluar dari labirin gang. Kemudian ia terjatuh dan tersungkur.

Kengerian di Rumah TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang